Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kebahagiaan, MauKU Apa Sih?

12 Oktober 2022   19:09 Diperbarui: 12 Oktober 2022   19:11 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebahagiaan.

Satu kata yang punya seribu makna karena bentuknya memang bisa macam-macam. Dari yang sesederhana dapat coklat gratis sampai yang filosofis seperti perdamaian dunia, semuanya adalah bentuk kebahagiaan.

Tapi apa definisi kebahagiaan itu sendiri?

Kalau mengingat-ingat pengalaman pribadi, saya bahagia tiap ultah karena banjir mainan. Saya bahagia ke sekolah karena mendapatkan banyak teman dan diikutkan berbagai kegiatan. Saya bahagia ketika dibelikan motor karena jadi bebas kemana-mana dan well, bisa bergaya.

Saya bahagia ketika lulus SMA karena mendapatkan sertifikat sebagai syarat mendaftar ke perguruan tinggi. Saya bahagia ketika diterima di perguruan tinggi dan di jurusan yang saya minati. Saya bahagia setiap kali mendapatkan keponakan. Saya bahagia ketika lulus jadi sarjana karena mendapatkan syarat untuk melamar pekerjaan.

Saya bahagia diterima bekerja di perusahaan tempat saya melamar. Saya bahagia waktu cinta saya dibalas. Hubungannya kandas, tapi artikel ini kan tentang kebahagiaan, mungkin nanti kalau topiknya "sakitnya tuh disini" saya curhat berlembar-lembar lewat Kompasiana. Karena sudah melantur saya kira sebaiknya saya sudahi paparan kebahagiaan saya dan mulai mencoba menyimpulkan.

Definisi kebahagiaan? Kebanjiran... mendapatkan... dibelikan... mendapatkan... diterima... mendapatkan... dibalas. Saya kira polanya jelas.

Kebahagiaan adalah ketika kita mendapatkan apa yang kita harapkan/inginkan. Dan definisi ini cocok dengan coklat dan perdamaian dunia tadi. Kalau itu yang diidamkan ya berbahagialah. Sesederhana itu dan serumit itu.

Tapi kenapa susah sekali jadi bahagia?

Buddhis yang (merasa) terlatih akan langsung menukas -- Karena hidup itu penderitaan!

Saya kurang setuju. Penderitaan itu kegagalan mempertahanan kebahagiaan bukan kegagalan meraih kebahagiaan. Buktinya saya sudah berkali-kali bahagia koq. Tapi fakta bahwa terjadi sampai berkali-kali menunjukkan saya tidak benar-benar bahagia. Setiap kali mendapatkan apa yang diinginkan ada sebentuk kegundahan. Kegelisahan. Kehampaan.

Lalu apa? Apa hanya ini?

Kalau definisi kebahagiaan saya benar, penyebab kehampaan/kegundahan itu tidak bisa lain, selain -- Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang kita mau. Kayaknya mau coklat, mungkin kalau dunia damai saya bahagia, Kalau papa mama bahagia saya mestinya bahagia, kalau anak-anak sukses masak saya tidak bahagia?, kalau saya berbuat baik saya pasti bahagia, kalau saya enyahkan semua penderitaan yang tersisa kebahagiaan dong...

Ini baru saya seorang lho. Setiap orang punya dan berusaha mewujudkan kebahagiaannya sendiri. Semuanya berkeliaran di planet yang sama, di benua yang sama, di negara yang sama, di kota yang sama, di keluarga yang sama. Bayangkan potensi benturannya.

Karena itu ketika mengikuti Kursus Dhamma Duta yang diselenggarakan Magabudhi dan Romo Selamat Rodjali pada sesi pengenalan Abhidhamma mengumumkan tujuan agama buddha adalah mencapai kebahagiaan dengan gagahnya saya protes !

"Romo kebahagiaan itu relatif bagaimana kita tahu mana yang benar?"

Romo Selamat Rodjali menyeringai, "Kata siapa relatif?"

Belum selesai saya bengong, beliau lanjut, "Dalam agama buddha kebahagiaan itu spesifik. Sangat jelas definisinya - Kebahagiaan yang Alobha (tidak serakah), Adosa (tidak membenci), Amoha (tanpa kebodohan batin)."

Setelah berakhir bengongnya, saya menyadari itulah yang disebut nekad -- berani karena bodoh. Pakar Abhiddhamma koq didebat. Mendengar jawaban beliau, seketika itu beberapa pertanyaan dalam diri saya terjawab. Sudut-sudut pengetahuan yang gelap jadi terang. Saya mencapai penerangan yang jauh dari sempurna.

Kita susah bahagia karena tidak pernah tahu apa yang benar-benar kita mau, kita bingung mau apa karena pikiran dan karenanya perbuatan kita masih dikendalikan nafsu keinginan rendah.

Kita (pikir kita akan) bahagia dapat coklat karena kita ingat (Sanna) dia manis di lidah menagihkan. Kita (pikir kita akan bahagia) kalau dunia damai karena kemelekatan-kemelekatan duniawi kita jadi bisa berlanjut  banjir hadiah tiap ultah, dekat dengan orang-orang yang disenangi ketika ke sekolah, dipuji karena membanggakan keluarga, dituakan karena anggota keluarga mekar, dihormati karena bertitel, berkuasa karena berpendapatan dan mencintai supaya dicintai. Berpamrih semua.

Baca juga: Dana -- Paradoks Keikhlasan

Dan diatas semua itu, bahkan ketika parami kita cukup untuk meraih, memuaskan semua tuntutan duniawi itu, ketidakkekalan (Anicca) mengembalikan kita ke titik awal.

Lalu apa? Apa hanya ini?

Iyah.

Hanya ini.

Kalau semua atribut duniawi tadi ditanggalkan, yang tersisa hanyalah kehidupan mulai dari kelahiran, lingkaran kebahagiaan dan berakhirnya kebahagiaan yang diakhiri dengan kematian.

Hanya itu.

Jadi apa artinya mengejar kebahagiaan duniawi?

Apa benar ada kebahagiaan tertinggi di alam manusia?

Semoga celotehan tertulis saya ini menumbuhkan semangat yang sempat kendor, mengembalikan kepercayaan diri yang kadung melorot atau menginspirasi moderasi kebahagiaan duniawi ini...

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata
Semoga semua Mahluk Berbahagia.

**

Penafian

Opini dalam artikel ini meski terinspirasi ajaran Agama Buddha mahzab Theravada adalah murni buah pikir pengarang sendiri yang tidak mewakili organisasi, mahzab atau ajaran manapun.

**

Jakarta, 12 Oktober 2022
Penulis: Paul Bhinneka, Kompasianer Mettasik

Pemerhati Dhamma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun