Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Mindful Speech

2 Oktober 2022   05:28 Diperbarui: 2 Oktober 2022   06:33 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentang Mindful Speech (gambar: tarabrach.com, diolah pribadi)

Tulisan ini merupakan ringkasan setelah membaca buku 'How communicate like a buddhist' karya Cynthia Kane yang kemudian dikorelasikan dengan beberapa prinsip ucapan benar yang tertuang dalam beberapa sutta.

Secara garis besar buku ini menjelaskan bagaimana metode agar dapat berkomunikasi seperti Buddhist yakni menggunakan kata-kata yang benar, seimbang, perlu, dan membantu.

Di sisi lain, mendengarkan diri sendiri dan orang lain dengan penuh perhatian serta menyadari bahwa yang mampu dikendalikan sebagai pembicara adalah ucapan yang dikatakan, bukan interpretasi orang lain atas ucapan tersebut.

Ada empat prinsip yang harus dijadikan dasar dalam berkomunikasi yaitu: mengatakan yang sebenarnya, tidak melebih-lebihkan, tidak bergosip, dan menggunakan bahasa yang membantu. Empat elemen ini adalah aturan dalam berkomunikasi, artinya untuk dapat berkomunikasi seperti itu, seseorang tidak harus menjadi Buddhis.

Agar seseorang dapat menerapkan empat prinsip dasar dalam berkomunkiasi, maka Cynthia Kane membuat langkah-langkah latihan yang disebut responsible communication method. Pada prinsipnya metode ini berusaha merubah reaksi pada saat berkomunikasi menjadi respon.

Reaksi mengacu pada cara berkomunikasi yang bersifat otomatis tanpa pikir panjang dan kebiasaan di masa lalu. Sedangkan merespon merupakan tanggapan yang penuh perhatian, seimbang, dan bermanfaat. Jika bereakasi adalah spontan, maka untuk merespon prosesnya secara bertahap dengan pemikiran.  

Responsible communication method terdiri dari lima langkah yakni: 1) mendengarkan diri sendiri (listen to your self),  mendengarkan orang lain (listen to other), 3) berbicara sadar, singkat dan jelas (consciously, concisely, clearly); 4) menggunakan bahasa diam ; 5) meditasi.

Tahap pertama dan kedua merupakan bagian dari mindful listening. Tahap 3 dan 4 ini merupakan bagian dari mindful speech, sedangkan step terakhir merupakan bagian dari mindful silence. Tulisan ini lebih spesifik membahas step ketiga yakni berbicara sadar, singkat, dan jelas sebagai bagian dari mindful speech.

Apa itu mindful speech

Mindful speech berarti praktik komunikasi dengan memperhatikan setiap kata-kata verbal yang diucapkan tanpa melakukan penilaian (observasi tanpa evaluasi). Secara sederhana itu berarti memperhatikan apa yang diucapkan dan tahu bagaimana mengucapkannya. Dalam praktiknya seseorang harus sangat selektif dengan setiap kata yang diucapkan.

Bagaimana melatih mindful speech

Kata-kata dapat menciptakan persahabatan atau permusuhan, dapat menenangkan atau membuat gaduh, dapat menciptakan harmoni atau konflik, bahkan transformasi sosial dalam perjalanan sejarah telah difasilitasi oleh ucapan (komunikasi).

Dengan demikian, melalui ucapan muncul tanggung jawab yang besar, oleh karena itu setiap orang harus mengambil kepemilikian atas ucapannya sehingga orang lain tidak merasa diserang saat mendengar. Berbicara dengan penuh perhatian, dapat dilakukan ketika seseorang berbicara dengan sadar, singkat dan jelas.

  • Berbicara secara sadar

Seringkali seseorang tidak cermat memilih diksi terutama pada saat marah atau mengkritik orang lain sehingga menyebabkan penyesalan. Artinya dalam kondisi tersebut seringkali mengucapkan kata-kata tanpa pemikiran terlebih dahulu atau tidak menyadari apa yang telah diucapkan.

Salah satu metode latihan agar berbicara secara sadar adalah pelan-pelan, yakni memberi jeda antara pikiran dan kata-kata. Itu dimaksudkan untuk menilai apakah kata-kata yang akan diucapakan sesuai dengan empat prinsip dasar berkomunikasi atau tidak. Jika iya lanjutkan, jika tidak maka seseorang harus benar-benar menentukan reaksi paling tepat.

Tindakan tersebut sesuai disabdakan Sang Buddha dalam Maharahulovada sutta bahwa tindakan melalui ucapan harus direfleksikan berulang kali apakah itu merugikan diri sendiri dan orang lain atau tidak. 

Kapan melakukan refleksi? yakni sebelum diucapkan, jika itu merugikan jangan dilakukan. Pada saat diucapkan, jika itu merugikan hentikan. Dan setelah diucapkan, jika itu merugikan maka pelakunya harus, mengakui, mengungkapkan (memahami tindakannya salah), dan mengendalikan diri.

Dengan demikian, berbicara secara pelan bertujuan untuk memberi kesempatan pada pikiran untuk memilih kata-kata yang tepat sebelum diucapkan. Fungsi lain dari berkomunikasi secara pelan adalah memberi waktu bagi lawan bicara mencerna topik pembicaraan, yakni membantu untuk fokus, mendengarkan, dan memroses isi pembicaraan.

Memperlambat hanyalah salah satu cara untuk tetap berbicara secara sadar. Aspek lain yang harus diperhatikan adalah mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab pada saat percakapan. 

Itu dimaksudkan untuk menyadari apa yang dapat dan tidak dapat dikendalikan dalam komunikasi.

Terlepas dari usaha seseorang untuk memilih kata-kata secara berhati-hati, pada akhirnya komunikator hanya dapat mengendalikan kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak dapat mengontrol bagaimana kata-kata itu diinterpretasikan. Sebaliknya, komunikan hanya bertanggungjawab atas reaksinya, tetapi tidak dapat dapat mengatur ucapan orang lain.

Aspek terakhir yang mendukung seseorang berbicara secara sadar adalah memperbaiki lainnya. Hal tersebut mengacu pada tindakan untuk mengambil peran sebagai 'pemecah masalah', misalnya menghibur orang lain yang sedang mengalami hal buruk. 

Hal yang harus diingat bahwa orang lain hanya berusaha menghibur, sisanya kembali pada orang yang sedang mengalami kesulitan apakah orang itu kemudian menjadi sadar untuk melihat apa masahnya dan memutuskan apa yang perlu terjadi agar merasa lebih baik.

  • Berbicara secara singkat

Cyntia Kane mencontohkan metode ini seperti seorang penulis novel yang membatasi sebuah cerita. Semakin banyak batasan yang digunakan, maka semakin mudah menceritakannya.

Sebaliknya bagi pembaca juga semakin mudah memahami alur cerita. Metode ini dilakukan dengan cara membatasi kata-kata yang akan diucapkan agar lebih ringkas sehingga langsung menuju pada pokok inti.

Manfaat praktis dari metode ini terkait dengan bagian sebelumnya yakni berbicara sadar, karena semakin sedikit kata-katya yang diucapkan maka potensi untuk memilih secara sadar semakin besar. 

Secara praktis, berbicara singkat dilakukan dengan memotong kata-kata yang tidak sesuai dengan empat prinsip dasar komunikasi responsif dan memotong bagian-bagian yang berpotensi membuat pendengar sulit memahami apa yang diucapkan.

  • Berbicara secara jelas

Bahasa yang tidak jelas menciptakan ambiguitas dalam percakapan yang berimplikasi terjadinya miskomunikasi. Terkadang seseorang tidak mengungkapkan apa yang dia inginkan dengan harapan orang lain akan peka terhadap itu.

Pandangan ini sebenarnya menciptakan potensi konflik dalam sebuah hubungan. Oleh karena itu, idealnya seseorang berbicara secara jelas yang dapat dilakukan dengan mengatakan apa yang dimaksud, menjawab dengan jelas, dan menjadi spesifik.

Jika seseorang membuat sebuah appointment maka lakukan secara spesifik sehingga mengurangi kesalahpahaman.

Urgensi mindful speech

Dalam proses komunikasi, ucapan merupakan aspek utama yang digunakan untuk mengekspresikan diri. Berucap salah satu kegiatan yang intens dilakukan setiap orang.

Mehl et al (2014) menyatakan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan sejak tahun 1998-2004 menyimpulkan bahwa wanita berbicara rata-rata 16.215 kata perhari sedangkan laki-laki 15.669 kata. Itu menunjukan bahwa ucapan merupakan aktivitas yang dilakukan dalam frekuensi yang tinggi.

Melihat begitu intensnya aktivitas ini, tentu potensi untuk mengucapkan kata-kata secara tidak sadar yang dapat menimbulkan penderitaan baik diri sendiri maupun orang lain juga tinggi. Tak heran jika Sang Buddha menjadikan ucapan benar sebagai salah satu unsur dalam jalan menuju terhentinya penderitaan.

Pentingnya menjaga ucapan benar juga ditegaskan dalam Ambalatikarahulovada Sutta, Majjhima Nikaya bahwa jika seseorang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja, maka tidak ada kejahatan yang tidak akan dilakukan.

Pada saat kesepian, seseorang mungkin ingin berbicara, apa yang dikatakannya bisa saja penuh dengan racun seperti kebencian, kemarahan, dan frustasi. Ketika seseorang berbicara dengan tidak perhatian maka akan mudah terjerumus untuk mengatakan yang tidak sebenarnya, melebih-lebihkan, berbicara yang tidak bermanfaat, dan mengucapkan bahasa yang tidak membantu.

Literatur buddhis terkait ucapan benar

Literatur buddhis klasik banyak sekali membicarakan terkait ucapan benar. Dalam Sacavibhnaga Sutta, Sang Buddha mendefinisikannya sebagai ucapan yang menghindari berbohong, memfitnah, kata kasar, dan omong kosong.

Selain itu, dalam Kakacupama Sutta (Majjhima Nikaya) kriteria ucapan benar jika tepat waktu, sesuai kebenaran, lembut, bertujuan, dan penuh cinta kasih.

Namun demikian, bukan berarti seseorang tidak boleh mengucapkan kritik tajam. Dalam Abhayarajakumara Sutta, Sang Buddha menegaskan bahwa beliau tetap mengungkapkan kata-kata yang mungkin tidak disukai atau dikehendaki orang lain sejauh itu bermanfaat dan pada waktu yang tepat.

Jika mengkomparasikan antara empat prinsip dasar dalam berkomunikasi yang dinyatakan oleh Cynthia Kane nampak bahwa prinsip tersbut memang diambil dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Buddhis terkait ucapan benar.

Pada intinya, melalui ucapan seseorang berpotensi menciptakan kebahagiaan atau penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain. Setiap orang harus tetap berusaha mindful speech dengan berbicara secara sadar, singkat, dan jelas.

Sama halnya aktivitas lain, komunikasi membutuhkan latihan. Semakin sering berlatih mindful speech maka akan tercipta komunikasi yang responsif. Yakni komunikasi yang jujur, seimbang, bermanfaat, dan membantu. Itulah komunikasi seorang Buddhis dan untuk mempraktikkan itu seseorang tidak harus menjadi Buddhis.

Daftar Bacaan:

Kane, Cynthia. (2016). How communicate like a buddhist. San antonio: Hieorpant Publishing.

Mehl, M. R., Wazire, S., Ramirez-Esparza, N., Slatcher, R. B., & Pennebaker, J. W. (2014). Are women really more talkaktive than men. Retrived from https://www.researchgate.net//publication//62232260.

Nanamoli & Bodhi. (2013). Kotbah-Kotbah Menegah sang Buddha Majjhima Nikaya. Terjemahan Edi Wijaya & Indra Anggara. Jakarta: Dhammacitta

Thich Nhat Hanh. The art of communicating. Harper One Publishing.

**

Tangerang, 02 Oktober 2022
Penulis: Kemanya Karbono, Kompasianer Mettasik

Berlatih melakukan apa yang diucapkan, dan mengucapkan apa yang dilakukan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun