Cyntia Kane mencontohkan metode ini seperti seorang penulis novel yang membatasi sebuah cerita. Semakin banyak batasan yang digunakan, maka semakin mudah menceritakannya.
Sebaliknya bagi pembaca juga semakin mudah memahami alur cerita. Metode ini dilakukan dengan cara membatasi kata-kata yang akan diucapkan agar lebih ringkas sehingga langsung menuju pada pokok inti.
Manfaat praktis dari metode ini terkait dengan bagian sebelumnya yakni berbicara sadar, karena semakin sedikit kata-katya yang diucapkan maka potensi untuk memilih secara sadar semakin besar.Â
Secara praktis, berbicara singkat dilakukan dengan memotong kata-kata yang tidak sesuai dengan empat prinsip dasar komunikasi responsif dan memotong bagian-bagian yang berpotensi membuat pendengar sulit memahami apa yang diucapkan.
Berbicara secara jelas
Bahasa yang tidak jelas menciptakan ambiguitas dalam percakapan yang berimplikasi terjadinya miskomunikasi. Terkadang seseorang tidak mengungkapkan apa yang dia inginkan dengan harapan orang lain akan peka terhadap itu.
Pandangan ini sebenarnya menciptakan potensi konflik dalam sebuah hubungan. Oleh karena itu, idealnya seseorang berbicara secara jelas yang dapat dilakukan dengan mengatakan apa yang dimaksud, menjawab dengan jelas, dan menjadi spesifik.
Jika seseorang membuat sebuah appointment maka lakukan secara spesifik sehingga mengurangi kesalahpahaman.
Urgensi mindful speech
Dalam proses komunikasi, ucapan merupakan aspek utama yang digunakan untuk mengekspresikan diri. Berucap salah satu kegiatan yang intens dilakukan setiap orang.
Mehl et al (2014) menyatakan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan sejak tahun 1998-2004 menyimpulkan bahwa wanita berbicara rata-rata 16.215 kata perhari sedangkan laki-laki 15.669 kata. Itu menunjukan bahwa ucapan merupakan aktivitas yang dilakukan dalam frekuensi yang tinggi.
Melihat begitu intensnya aktivitas ini, tentu potensi untuk mengucapkan kata-kata secara tidak sadar yang dapat menimbulkan penderitaan baik diri sendiri maupun orang lain juga tinggi. Tak heran jika Sang Buddha menjadikan ucapan benar sebagai salah satu unsur dalam jalan menuju terhentinya penderitaan.
Pentingnya menjaga ucapan benar juga ditegaskan dalam Ambalatikarahulovada Sutta, Majjhima Nikaya bahwa jika seseorang tidak malu mengucapkan kebohongan yang disengaja, maka tidak ada kejahatan yang tidak akan dilakukan.