Ketika pikiran diam dan hanya mengamati maka mulailah apa yang sebenarnya terungkap, apapun yang diamati hanyalah muncul, sebentar lalu sirna, tidak ada yang kekal (anicca).
Mengembangkan Kebijaksanaan
Mengejar dan mempertahankan sesuatu yang tidak kekal, pada akhirnya hanyalah kesia-siaan, tidak akan berhasil, akan berujung pada kesedihan dan nestapa. Melekat sesuatu yang tidak kekal ini hanya membawa penderitaan (dukkha).
Sesuatu yang tidak kekal, tidak mungkin dapat dijadikan milik. Kemunculannya tidak dapat dikendalikan, sirnanya juga tidak dapat dikendalikan.
Kalimat "Ia menyakiti perasaanku", adalah pernyataan yang mengatakan bahwa perasaan adalah dirinya, suatu anggapan bahwa perasaan adalah diri, diri adalah perasaan, diri dalam perasaan, perasaan dalam diri. Karena "perasaan" hanya muncul dan lenyap tidak dapat dipertahankan, tidak dapat dikendalikan, sehingga tidak mungkin perasaan atau lainnya adalah diri (anatta).
Pengalaman melihat dan mengalami langsung hal ini menimbulkan keengganan (nibbida) dan meninggalkan (viraga) semua sensasi kenikmatan indrawi, sehingga apapun kontak sensasi kenikmatan indrawi yang terjadi tidak akan lagi mengganggunya lagi (vimutti).
Perubahan cara hidup dengan pandangan yang benar, pikiran yang benar, ucapan yang benar, tindakan yang benar, mata pencaharian benar, berdaya upaya dengan benar, selalu waspada dan konsentrasi benar, akan melindungi diri dari sensasi kenikmatan indrawi.
Seperti teratai yang tidak terkotori oleh lumpur, karena terlindung oleh lilin kebijaksanaan.
**
Jakarta, 27 September 2022
Penulis: Jayanto Chua, Kompasianer Mettasik
Programmer | Penulis Buku| Praktisi Meditasi