Setelah Pangeran Siddharta bertemu dengan orang tua, orang sakit, orang meninggal, dan pertapa dalam sebuah perjalanan. Setelah itu, dengan niat yang kuat beliau langsung bertekad untuk mencari "obat" bagi keempat fenomena kehidupan ini. Untuk itu, beliau sampai rela meninggalkan istananya yang mewah.
Pada awal, pertapa Gautama belajar dengan pertapa Bhagava, kemudian memperdalam pelajaran beliau dengan pertapa Alara Kalama dan pertapa Uddaka Ramaputra. Namun pertapa Gautama belum menemukan jawaban atas pembebasan dari tua, sakit, dan mati.
Selanjutnya beliau pun bertapa dengan mengambil cara yang ekstrim, yaitu selama enam tahun menyiksa diri di hutan Uruwela. Ternyata, usahanya yang pertama tersebut belum membuahkan hasil yang baik.
Pertapa Gautama belum mampu memahami hakekat dan tujuan dari hasil pertapaannya. Walaupun tubuh pertapa Gautama sangat lemah, dengan niat yang kuat, dia melanjutkan pertapaannya di bawah pohon Bodhi di hutan Ghaya. Dengan niat dan kemauan yang gigih, pertapa Gautama dapat menaklukan godaan Mara.
Pertapa Gautama mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi SammasamBuddha, pada saat bulan Purnama di bulan Waisak ketika beliau berusia 35 tahun.
Dalam Digha Nikaya, Sutta 16, Sang Buddha berkata kepada Bhikkhu bahwa penderitaan disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk menembus empat kesunyataan (kebenaran) mulia yang menyebabkan terjadinya siklus kelahiran yang berulang-ulang.
Keempat Kesunyataan Mulia tersebut adalah 1) Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan (Dukkha), 2) Kesunyataan Mulia tentang Sumber Penderitaan, 3) Kesunyataan Mulia tentang Berakhirnya Penderitaan dan 4) Kesunyataan Mulia tentang Jalan Mengakhiri Penderitaan.
Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan dapat dlihat dalam contoh kehidupan sehari-hari. Kita selalu terjerat masalah, cemas, kecewa, sakit, rugi dalam usaha, stres, nafsu keinginan yang tidak terpenuhi, frustasi, dan berpisah dengan orang kita sayangi dan cintai.
Sang Buddha menemukan bahwa setiap kelahiran pasti mengalami usia tua, sakit-sakitan dan menuju kematian. Pengetahuan yang penting dalam ajaran ini adalah pengakuan akan adanya penderitaan tanpa menjadikannya sebagai sesuatu yang yang bersifat pribadi. Kita sadar dan hanya memandang kesedihan mental sebentar saja, sehingga kita tidak berlarut dalam sedih yang berkepanjangan.
Kesunyataan Mulia tentang Sumber Penderitaan adalah pengetahuan kita untuk memahami dan menerima penderitaan tersebut. Sumber penderitaan adalah kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan.
Akhirnya kekecewaan, sedih, ataupun penderitaan lainnya pun datang menyerta. Padahal sesungguhnya kita dapat memilih untuk tidak menderita dengan memahami dan menerima hasil yang telah kita terima.