Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pembebasan, Lenyapnya Dukkha, Terealisasinya Nibbana

11 Agustus 2022   19:16 Diperbarui: 11 Agustus 2022   19:35 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembebasan, Lenyapnya Dukkha, Terealisasinya Nibbana (gambar: thebuddhistcentre.com, diolah pribadi)

Pembebasan dalam KeBuddhaan merupakan pembebasan dalam siklus kelahiran kembali (tumimbal lahir) yang berulang-ulang atau terhentinya samsara. Kelahiran kembali merupakan hasil dari ucapan, perbuatan, dan pikiran yang telah kita lakukan/lalui pada kehidupan-kehidupan lalu.

Atau dengan kata lain, kelahiran dan seluruh keadaan kita saat ini sangat berkaitan dengan buah Kamma yang kita perbuat dari berbagai kehidupan sebelumnya.

Setelah terlahirkan kembali menjadi manusia, dia yang terkondisikan untuk memiliki kesempatan bertemu dengan Dhamma, seharusnya melatih diri secara bertahap. Melakukan kebajikan melalui pemberian dana (kerelaan), menjalankan sila, dan juga bermeditasi.

Kerelaan

Mengutip kata-kata dalam pembabaran Dhamma dari YM Bhante Uttamo Mahathera, dengan melatih diri untuk memberi sejak kecil maka kita akan memupuk adanya kerelaan dalam diri. Sehingga jika terjadi kehilangan materi, maka kita sudah dapat melepaskan, sesuai dengan ucapan Bhante "Ya, sudahlah..."

Dengan demikian maka kita akan terbiasa untuk tidak terbebani oleh pikiran yang berfokus pada kehilangan. Suatu fenomena batin yang membuat kita sedih. Akhirnya hidup dalam penderitaan (dukkha).

Latihan mengembangkan kerelaan sangatlah bermanfaat. Karena pada waktunya kita akan dihadapkan oleh kematian. Kejadian meninggalnya orang-orang tersayang, bahkan diri sendiri adalah sesuatu hal yang tidak terelakkan.

Pengembangan kerelaan akan menuntun kita kepada kebijaksanaan. Bahwa hidup adalah tidak kekal (anicca). Dengan pemahaman ini, niscaya kita akan terhindarkan dari rasa sedih yang berkepanjangan.

Bagaimana jika seseorang tidak memiliki harta untuk didanakan?

Mereka bisa berdana dengan tenaga, senyuman, ucapan, bahkan pengharapan. Dana adalah memberi. Nilai tidak termaktub di dalamnya. Keiklhasan menjadi daya pendorong. Teriring niat yang baik dalam proses belajar melepaskan.

Sila

Para kalyanamitta (perumah tangga yang baik) dianjurkan untuk mempraktekkan sila, dengan menjalankan Pancasila Buddhis pada kehidupan sehari-harinya. Jika ingin lebih dalam lagi, ada baiknya juga menjalankan Atthasila di hari Uposatha.

Dalam Pancasila Buddhis, kalyanamitta berlatih untuk menghindari lima hal, yakni pembunuhan, mengambil barang yang bukan milik, perbuatan asusila, ucapan yang tidak benar, dan mengkonsumsi substansi yang dapat melemahkan kesadaran kita.

Atthasila merupakan pengembangan dari Pancasila. Selain lima hal yang harus dijaga, seperti pada penjelasan sebelumnya, seorang kalyanamitta juga berlatih untuk menghindari makan makanan setelah pukul 12 siang, menikmati tarian, musik, memakai wewangain atau alat kosmetik untuk mempercantik diri, dan menghindari diri dari penggunaan ranjang dan tempat duduk yang tinggi (mewah).

Melatih sila adalah belajar untuk membebaskan diri dari perbuatan-perbuatan tercela. Yang pada akhirnya akan membuat para praktisinya untuk senantiasa mawas dan hidup damai dalam masyarakat.

Meditasi

Latihan selanjutnya untuk pembebasan dari samsara adalah meditasi. Meditasi adalah proses melatih pikiran kita supaya terpusat dan jernih. Sehingga kita dapat merasa lebih tenang, bahagia, nyaman dan damai.

Meditasi bisa dilakukan dengan tiga posisi, yaitu duduk, berjalan (melangkah), dan berbaring (tidak tertidur). Artikel ini hanya membahas mengenai meditasi duduk.

Seseorang yang ingin bermeditasi, harus mengetahui sekeliling ruangan, mengenakan pakaian yang longgar dan nyaman, lalu duduk bersila dengan menegakkan badan. Kepala selalu tegak seolah-olah pandangan ke depan.

Kedua tangan diletakkan di area pusar, tangan kanan ditaruh atas tangan kiri. Selanjutnya, rilekskan seluruh otot tubuh kita. 

Setelah rileks maka tutuplah mata secara perlahan. Perhatikan nafas masuk keluar dari rongga hidung. Jika pikiran berkeliaran kemana-mana, segeralah sadar dan kembalikan fokus kepada nafas keluar masuk dari rongga hidung.

Durasi bermeditasi bisa berlangsung selama 10 sampai 15 menit setiap hari untuk pemula. Dan secara perlahan, waktunya bisa ditambahkan sejalan dengan perkembangan latihan meditasi.

Seseorang yang berlatih meditasi akan lebih fokus dan meningkatkan kesadarannya. Rasa bahagia akan datang menyerta, seiring dengan melepaskan kekecewaan terhadap masalah yang telah lewat, ataupun melepaskan kekhawatiran terhadap peristiwa-peristiwa yang belum tentu akan terjadi di masa mendatang.

Seseorang yang melatih meditasi vipassana bhavana dapat meningkatkan kebijaksanaan dan meningkatkan kesadaran. Mereka akan memahami ketidakkekalan, mengurangi penderitaan, dan menghapuskan ego. Atau dengan kata lain mengurangi dan menghapus nafsu keinginan (tanha), kebencian (dosa) dan kebodohan batin (moha).

Setelah Pangeran Siddharta bertemu dengan orang tua, orang sakit, orang meninggal, dan pertapa dalam sebuah perjalanan. Setelah itu, dengan niat yang kuat beliau langsung bertekad untuk mencari "obat" bagi keempat fenomena kehidupan ini. Untuk itu, beliau sampai rela meninggalkan istananya yang mewah.

Pada awal, pertapa Gautama belajar dengan pertapa Bhagava, kemudian memperdalam pelajaran beliau dengan pertapa Alara Kalama dan pertapa Uddaka Ramaputra. Namun pertapa Gautama belum menemukan jawaban atas pembebasan dari tua, sakit, dan mati.

Selanjutnya beliau pun bertapa dengan mengambil cara yang ekstrim, yaitu selama enam tahun menyiksa diri di hutan Uruwela. Ternyata, usahanya yang pertama tersebut belum membuahkan hasil yang baik.

Pertapa Gautama belum mampu memahami hakekat dan tujuan dari hasil pertapaannya. Walaupun tubuh pertapa Gautama sangat lemah, dengan niat yang kuat, dia melanjutkan pertapaannya di bawah pohon Bodhi di hutan Ghaya. Dengan niat dan kemauan yang gigih, pertapa Gautama dapat menaklukan godaan Mara.

Pertapa Gautama mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi SammasamBuddha, pada saat bulan Purnama di bulan Waisak ketika beliau berusia 35 tahun.

Dalam Digha Nikaya, Sutta 16, Sang Buddha berkata kepada Bhikkhu bahwa penderitaan disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk menembus empat kesunyataan (kebenaran) mulia yang menyebabkan terjadinya siklus kelahiran yang berulang-ulang.

Keempat Kesunyataan Mulia tersebut adalah 1) Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan (Dukkha), 2) Kesunyataan Mulia tentang Sumber Penderitaan, 3) Kesunyataan Mulia tentang Berakhirnya Penderitaan dan 4) Kesunyataan Mulia tentang Jalan Mengakhiri Penderitaan.

Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan dapat dlihat dalam contoh kehidupan sehari-hari. Kita selalu terjerat masalah, cemas, kecewa, sakit, rugi dalam usaha, stres, nafsu keinginan yang tidak terpenuhi, frustasi, dan berpisah dengan orang kita sayangi dan cintai.

Sang Buddha menemukan bahwa setiap kelahiran pasti mengalami usia tua, sakit-sakitan dan menuju kematian. Pengetahuan yang penting dalam ajaran ini adalah pengakuan akan adanya penderitaan tanpa menjadikannya sebagai sesuatu yang yang bersifat pribadi. Kita sadar dan hanya memandang kesedihan mental sebentar saja, sehingga kita tidak berlarut dalam sedih yang berkepanjangan.

Kesunyataan Mulia tentang Sumber Penderitaan adalah pengetahuan kita untuk memahami dan menerima penderitaan tersebut. Sumber penderitaan adalah kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan.

Akhirnya kekecewaan, sedih, ataupun penderitaan lainnya pun datang menyerta. Padahal sesungguhnya kita dapat memilih untuk tidak menderita dengan memahami dan menerima hasil yang telah kita terima.

Kesunyataan Mulia tentang Berakhirnya Penderitaan adalah pada saat pengetahuan tentang Penderitaan telah dimengerti, memandangnya, menerimanya, mengetahuinya, serta membiarkannya. Dengan demikian Penderitaan tersebut akan berakhir. Selanjunya. kita sudah dapat mengendalikan dan memadamkan nafsu keinginan, ego pribadi, kecewa dan rasa penderitaan lainnya, sehingga memunculkan pancaran cinta kasih, bahagia dan damai.

Kesunyataan Mulia tentang Jalan Mengakhiri Penderitaan adalah dengan mempraktekkan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga). Jalan Mulia Berunsur Delapan dapat mengurangi, melemahkan, dan akhirnya melenyapkan Penderitaan. Hasilnya, bagi mereka yang mempraktikkanya, tidak akan mengalami tumimbal lahir lagi dan mencapai Nibbana.

Jalan Mulia Berunsur Delapan terdiri dari:

Pandangan Benar merupakan seseorang yang berpengetahuan, berlatih dan mengembangkan pandangan di dunia ini yang sesungguhnya adalah tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha) dan ketidak-akuan (anatta). Seseorang yang memiliki pandangan benar maka dia tidak akan sombong akan dirinya, harta yang dimilikinya, dan status keberhasilan sehingga dia akan hidup bahagia dan damai.

Pikiran Benar adalah pikiran yang penuh cinta kasih, lemah lembut, kasih sayang, berpikir positif, tidak selalu berprasangka buruk terhadap orang lain dan berlatih untuk melepaskan diri dari kesenangan dunia. Sang Guru Agung dalam Samyuta Nikaya 45.8, Vibhanga Sutta, menyampaikan pikiran yang baik itu adalah pikiran yang bebas dari keinginan buruk dan bebas dari keinginan untuk melukai. Seseorang dengan pikiran yang baik selalu mengembangkan pikiran untuk berdana, mengembangkan cinta kasih dan mementingkan kepentingan untuk khalayak orang banyak.

Ucapan Benar adalah seseorang berusaha untuk mengucapkan ucapan yang benar, ucapan yang beralasan, ucapan yang bermanfaat, ucapan dengan lemah lembut, ucapan yang menyenangkan hati orang lain, menghindari banyak gosip dengan teman dan ucapan yang tepat pada waktunya.

Perbuatan Benar merupakan perbuatan yang beretika, bermoral dan bermanfaat bagi kepentingan orang banyak. Kita harus menghindari dari perbuatan membunuh, mengambil barang yang bukan milik kita, melakukan perbuatan asusila dan tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain atau diri sendiri.

Mata Pencaharian Benar adalah menghindari diri untuk melakukan usaha atau pekerjaan yang merugikan orang lain atau menimbulkan penderitaan bagi makhluk lain. Sang Buddha pernah menguraikan lima jenis mata pencaharian yang tidak benar, yaitu memperdagangkan senjata yang digunakan untuk membunuh makhluk lain, memperdagangkan manusia, memperdagangkan hewan atau binatang hidup lainnya untuk diambil dagingnya, memperdagangkan minuman yang dapat melemahkan kesadaran manusia (minuman beralkohol) dan memperdagangkan racun.

Daya Upaya Benar adalah seseorang berupaya untuk berprilaku benar dan bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain melalui pikiran, ucapan dan perbuatan yang baik. Seorang kalyanamitta harus berupaya untuk melakukan 4 (empat) upaya benar, yaitu: berusaha untuk melenyapkan kejahatan yang telah muncul, berusaha untuk mencegah kejahatan yang belum muncul, berusaha untuk memunculkan kebajikan yang belum timbul dan berusaha untuk mengembangkan kebajikan yang telah ada.

Perhatian Benar adalah seseorang dengan sadar dan perhatian, berfokus untuk menjaga tubuh, sensasi, daya-upaya dan kualitas mental ke dalam dan keluar dengan melihat lebih dalam ke dalam kehidupan kita, yang hasilnya, kita dapat mengurangi, melemahkan dan akhirnya melenyapkan keserakahan, kekecewaan dan kecemasan di dunia ini.

Konsentrasi Benar merupakan pemusatan pikiran pada objek yang tepat sehingga memunculkan ketenangan melalui meditasi. Dengan konsentrasi benar akan melahirkan cinta kasih (metta), belas kasihan (karuna), kegembiraan atas keberhasilan orang lain (mudita), dan keseimbangan batin (upekkha).

Jadi, Dhamma selalu mengajari dan mengingatkan untuk selalu memperbanyak perbuatan baik, kurangi perbuatan jahat dan sucikan hati. Dengan melakukan perbuatan baik, maka akan mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian sedangkan dengan perbuatan jahat akan mendatangkan penderitaan.

Perbuatan yang baik melalui pendanaan, menjalankan sila, dan berlatih meditasi akan meningkatkan kerelaan, kesadaran dan kebijaksanaan sehingga kita dapat melenyapkan penderitaan baik pada kehidupan saat ini maupun pada kehidupan masa mendatang. Semoga kita dapat mencapai cita-cita luhur kita yaitu pembebasan penderitaan (dukkha) dan mencapai Nibbana.

Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca, semoga semua makhluk berbahagia baik yang tampak maupun yang tidak tampak.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata, sadhu, sadhu, sadhu.

**

Referensi: Sumedho, Venerable Ajahn. Empat Kebenaran Mulia. Yogyakarta: Vidyasena Production.

**

Medan, 11 Agustus 2022
Penulis: Thomas Sumarsan Goh, Kompasianer Mettasik

Long Life Learning

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun