Baik dan buruk adalah fenomena batin. Ia muncul tenggelam sesuai sifatnya yang tidak kekal (anicca).
Setiap reaksi yang keluar kemudian mempengaruhi batin. Hal yang buruk bisa bikin sakit hati, tapi hal yang baik akan meninggikan kita ke awan-awan. Tapi, sekali lagi itu adalah fenomena batin yang tidak kekal.
Lalu apakah setiap hal yang buruk harus disimpan di hati? Jangan, karena itu adalah ketidakkekalan. Tidak perlulah bereaksi berlebihan, karena sifatnya delutif.
Sebaliknya, jika kita mendapatkan perlakuan baik, jangan pula terbang ke langit. Bukan berarti tidak bisa senang, tapi perbuatan baik seyogyanya dibalas pula dengan kebajikan. Harus tahu bersyukur dan berterima kasih.
Jadi, kembali kepada keberadaan para dewa.
Saya sering mendengarkan kisah tentang dewa pelindung (guardian angel). Konon setiap manusia memiliki pendamping kasat mata yang selalu mengawalnya kemanapun ia berada.
Mahluk tersebut menyukai perbuatan baik. Lantas jika seseorang mulai melakukan banyak perbuatan jahat maka para dewa tersebut akan pergi meninggalkan.
Benarkah demikian? Sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan batin, saya tidak bisa mengatakan iya. Tapi secara logika, seharusnya benar adanya.
Kalaupun guardian angel tersebut bukanlah mahluk dari alam dewa, sesungguhnya ia adalah timbunan kebajikan yang kita miliki. Kebajikan yang kita pupuklah yang dapat mendatangkan keberuntungan bagi kita.
Dengan demikian benar jika dewa itu memang ada. Mereka bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang baik. Terutama dalam kebajikan yang kita praktikkan setiap saat.
Tapi, bagaimana jika tetap saja ada yang penasaran untuk bertemu para dewa? Tujuannya agar masalah mereka cepat selesai.