Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Perlu Kemampuan Indigo untuk Bertemu Dewa

21 Juli 2022   18:06 Diperbarui: 21 Juli 2022   18:09 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak Perlu Kemampuan Indigo untuk Bertemu Dewa (gambar: chinoy.tv, diolah pribadi)

Kita sudah tidak asing dengan kata dewa, namun demikian dewa bukanlah sosok yang hadir dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak berada di jalan raya, tidak naik kendaraan umum, tidak pula nongkrong di kafe.

Oleh karena itu, sangat wajar jika setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda terhadap sosok para dewa. Mereka yang konon memiliki mata batin seringkali menggambarkan dewa sebagai sosok yang agung, penuh welas asih, dan sakti tentunya.

Lebih lanjut lagi, dewa pun bermanifestasi. Karena dianggap sakti, ia pun disebut baik hati. Mereka yang bermasalah dalam kehidupan lantas mencari relasi ke alam dewa. Dupa ditancapkan, permohonan diucapkan, doa dilafalkan. Semua demi permintaan, semoga saya baik-baik saja.

Konon ada beberapa orang yang memiliki kemampuan khusus, tiket dari surga yang membuat mereka mampu berbicara dengan para dewa. Mereka yang frustasi dengan keadaan bahkan berani membayar mahal demi keberkahan yang tidak biasa ini.

Lalu benarkah demikian? Apakah para dewa dapat menyelesaikan permasalahan umat manusia?

Dalam agama Buddha, dewa adalah mahluk terpilih yang terlahir di alam dewa, karena karma baiknya telah terkondisikan. Mereka telah banyak berbuat kebajikan, menjaga moralitas (sila), terampil mengolah batin (samadhi), dan memiliki kebijaksanaan (panna).

Lalu dimanakah mereka? Meskipun umat Buddha sudah paham jika alam dewa itu ada, tapi belum pernah ada program studi tur ke sana. Beramai-ramai mengunjungi alam dewa dan kembali lagi ke dunia ini.

Jadi jika kita belum pernah melihat dewa, apakah kita patut mempercayainya? Marilah kita abaikan pergolakan batin ini sejenak dan mulai merenung.

Adakah orang yang baik hati di sekitarmu? Mereka yang suka menolong, tidak grasa-grusu, dan sering mempraktikkan segala bentuk kebaikan?

Tentu ada, meskipun jarang sekali kita menemukan manusia dengan paket lengkap. Baik dan buruk terkadang datang silih berganti. Tentu, karena mereka bukanlah dewa.

Baik dan buruk adalah fenomena batin. Ia muncul tenggelam sesuai sifatnya yang tidak kekal (anicca).

Setiap reaksi yang keluar kemudian mempengaruhi batin. Hal yang buruk bisa bikin sakit hati, tapi hal yang baik akan meninggikan kita ke awan-awan. Tapi, sekali lagi itu adalah fenomena batin yang tidak kekal.

Lalu apakah setiap hal yang buruk harus disimpan di hati? Jangan, karena itu adalah ketidakkekalan. Tidak perlulah bereaksi berlebihan, karena sifatnya delutif.

Sebaliknya, jika kita mendapatkan perlakuan baik, jangan pula terbang ke langit. Bukan berarti tidak bisa senang, tapi perbuatan baik seyogyanya dibalas pula dengan kebajikan. Harus tahu bersyukur dan berterima kasih.

Jadi, kembali kepada keberadaan para dewa.

Saya sering mendengarkan kisah tentang dewa pelindung (guardian angel). Konon setiap manusia memiliki pendamping kasat mata yang selalu mengawalnya kemanapun ia berada.

Mahluk tersebut menyukai perbuatan baik. Lantas jika seseorang mulai melakukan banyak perbuatan jahat maka para dewa tersebut akan pergi meninggalkan.

Benarkah demikian? Sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan batin, saya tidak bisa mengatakan iya. Tapi secara logika, seharusnya benar adanya.

Kalaupun guardian angel tersebut bukanlah mahluk dari alam dewa, sesungguhnya ia adalah timbunan kebajikan yang kita miliki. Kebajikan yang kita pupuklah yang dapat mendatangkan keberuntungan bagi kita.

Dengan demikian benar jika dewa itu memang ada. Mereka bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang baik. Terutama dalam kebajikan yang kita praktikkan setiap saat.

Tapi, bagaimana jika tetap saja ada yang penasaran untuk bertemu para dewa? Tujuannya agar masalah mereka cepat selesai.

Sekali lagi, kebajikan yang kita perbuat akan menjadi magnet bagi kebajikan lainnya. Jika kita melakukan kebaikan, maka niscaya kita akan bertemu dengan orang yang memiliki vibrasi yang sama.

Dan mereka sebenarnya sudah berada di sekitar kita, mereka berada di dalam rumah, mereka ada di jalan, mereka ada dimana-mana. Cobalah menghargai kebaikan dari semua manusia, niscaya para dewa akan selalu mendampingimu.

Semoga melalui tulisan ini kita bisa menyadari dan melihat para dewa tersebut secara nyata. Semoga semua selalu berbahagia

**

Bandung, 21 Juli 2022
Penulis: Muditavati, Kompasianer Mettasik

Berbagi Kebahagiaan Mengenal Dhamma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun