Hukum Karma, sering disebut juga dengan hukum sebab-akibat, berlaku adil, berlaku universal. Pelaku karma baik akan menerima buah atau akibat yang baik, sedangkan pelaku karma buruk akan menerima buah atau akibat yang buruk.
Karena itu, umat Buddha tidak mengklaim bahwa hanya merekalah kelompok orang yang bisa masuk ke alam-alam bahagia hanya karena mereka menerima keberadaan Hukum Karma dan alam-alam bahagia tersebut. Yang bukan umat Buddha pun sepanjang memenuhi persyaratan, dapat terlahir di alam-alam bahagia tersebut.
Dikarenakan Hukum Karma adalah hukum alam, tidak perlu ada pengatur atau pemberi hukuman atas karma yang diperbuat oleh setiap makhluk. Yang diperlukan hanyalah kondisi yang cocok atau sesuai untuk berbuahnya karma yang telah diperbuat sebelumnya. Kekuatan yang berasal dari luar atau kekuatan besar yang tak terlihat, yang menilai perbuatan baik dan jahat, tidak sesuai dengan Hukum Karma yang diajarkan oleh Buddha.
Hukum Karma juga harus dipahami sebagai suatu kekuatan atau bentuk energi. Dengan demikian, tidak diperlukan adanya suatu awal dari Hukum Karma. Jika ada pertanyaan kapan Hukum Karma dimulai, ibarat pertanyaan yang sama dengan kapan listrik atau gravitasi bumi dimulai. Karma, seperti halnya listrik atau gravitasi bumi, tidaklah berawal.
Yang juga harus dipahami adalah ajaran Buddha menunjukkan bahwa tidak semua hal disebabkan oleh karma. Hukum Karma bukanlah hukum tunggal yang berlaku dalam kehidupan manusia dan alam semesta.
Terdapat berbagai kekuatan alam lainnya, yang berlaku sebagai hukum di alam semesta beserta isinya. Ajaran Buddha mengenal adanya lima hukum alam yang berlaku di alam semesta (pancaniyama), Hukum Karma hanyalah salah satunya.
Yang PERTAMA adalah hukum yang mengatur tentang pastinya atau teraturnya musim (utuniyama). Adanya kepastian pergantian musim (angin dan hujan) dan perubahan-perubahan suhu atau temperatur yang terjadi di alam semesta, diatur oleh hukum ini.
Yang KEDUA adalah hukum yang mengatur tentang pastinya atau teraturnya biji (bijaniyama). Adanya kepastian bahwa biji tertentu akan menghasilkan tanaman atau buah tertentu, buah tertentu memiliki cita rasa tertentu, dan lain-lain, diatur oleh hukum ini.
Yang KETIGAÂ adalah hukum yang mengatur tentang pastinya atau teraturnya perbuatan (kammaniyama). Adanya kepastian bahwa perbuatan baik akan menghasilkan buah yang baik, sedangkan perbuatan buruk akan menghasilkan buah yang buruk, diatur oleh hukum ini.
Yang KEEMPAT adalah hukum yang mengatur tentang pastinya atau teraturnya kesadaran (cittaniyama). Adanya kepastian akan muncul dan lenyapnya kesadaran (citta), diatur oleh hukum ini.
Yang KELIMA adalah hukum yang mengatur tentang pastinya atau teraturnya dhamma (dhammaniyama). Adanya kepastian akan fenomena-fenomena lain yang tidak termasuk di keempat hukum lainnya, misalnya daya listrik, gaya gravitasi, gerakan gelombang, dan lain-lain, diatur oleh hukum ini.