Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hukum Karma Bukan Monopoli Siapa-Siapa

6 Juli 2022   03:40 Diperbarui: 6 Juli 2022   03:46 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum Karma Bukan Monopoli Siapa-Siapa (gambar: buddhistdoor.net, diolah pribadi)

Teori tentang karma mulai dikenal sekitar tahun 1750 SM di India. Ajaran tentang karma kemudian menjadi salah satu ciri utama dari agama-agama yang lahir di India. Yang perlu dicatat adalah pengertian dan pemahaman tentang karma pada waktu itu berbeda dengan yang diajarkan oleh Buddha di kemudian hari.

Kemunculan awal teori tentang karma dikarenakan banyak pertapa di India yang pada waktu itu mulai meningkat kemampuan batinnya, hasil dari praktik bertapa atau meditasi. 

Mereka mampu melihat bahwa kehidupan manusia telah berulang-ulang terjadi sebelumnya. Mereka mampu mengingat berbagai kehidupan lampau mereka sendiri. Sebagian kehidupan lampau yang diingat oleh pertapa-pertapa waktu itu adalah kehidupan-kehidupan di mana mereka sering mengadakan upacara-upacara atau ritual-ritual. 

Kemampuan penglihatan para pertapa India kuno tersebut masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan batin mereka belum sepenuhnya termurnikan. Mereka belum memiliki kemampuan untuk melihat fenomena apa adanya sesuai dengan realitanya. Mereka masih dipengaruhi oleh persepsi-persepsi yang belum jernih. Istilah kata, persepsi-persepsi mereka masih terdistorsi.

Kemampuan penglihatan para pertapa tersebut tentang kehidupan-kehidupan lampau dalam hubungannya dengan sebab dan akibat sangatlah tidak lengkap. Tanpa disadari, dengan ketidaklengkapan pengetahuan ini, para pertapa itu kemudian menyimpulkan bahwa kelahiran yang baik dan kebahagiaan yang mereka dapatkan merupakan efek dari suatu sebab, yakni upacara dan ritual.

Tentu saja kesimpulan yang ditarik menjadi tidak tepat karena berdasarkan data-data yang sangat terbatas. Seumpama kita disodorkan gambar dari pintu atau jendela atau atap dari sebuah rumah. Lalu kita harus menyimpulkan rumah siapa atau di mana rumah tersebut berada. Tentu saja kemungkinan besar jawaban, atau lebih tepatnya tebakan kita, akan keliru.

Ada juga dalam aliran spiritual tertentu di zaman India kuno, karma menjadi ajaran yang bersifat rahasia. Tidaklah semua orang boleh mengetahuinya. Hanya para pemuka aliran saja yang boleh mengetahui dan mempelajarinya.

Demikian juga ketika melakukan upacara atau ritual berkaitan dengan ajaran karma waktu itu, ada mantra-mantra khusus yang hanya diketahui oleh sekelompok pemuka aliran saja. Penyebaran ajaran juga dilakukan secara rahasia, tertutup, dan terbatas hanya kepada orang-orang terpilih saja yang dianggap memenuhi syarat. Inilah kondisi-kondisi umum berkaitan dengan ajaran karma sebelum zaman Buddha Gautama.

Tidak demikian halnya dengan ajaran Buddha, termasuk Hukum Karma. Tidak ada ajaran, apalagi yang bisa membawa kebaikan bagi banyak orang, disembunyikan oleh Buddha, atau diajarkan secara pilih kasih kepada orang-orang tertentu saja. Penembusan dan penerangan dalam diri Buddha Gautama telah lengkap dan sempurna. Oleh karenanya, Hukum Karma yang diajarkan oleh Beliau sudah lengkap dan sempurna pula.

Jangan sampai ada kesalahpahaman bahwa Hukum Karma hanya bekerja atau berlaku atas kelompok orang tertentu saja, yakni yang menerima dan percaya kepada Hukum Karma. Tidak peduli label keyakinan atau agama yang disematkan di diri seseorang. Hukum Karma pasti berlaku atas kehidupan semua manusia. Hukum Karma adalah hukum alam yang berlaku bagi seisi alam semesta. Setiap manusia tidak luput dari Hukum Karma karena manusia adalah anggota alam semesta.

Jadi Hukum Karma merupakan produk alam, bukan produk agama tertentu. Hukum Karma adalah hukum moral universal, yang tidak pilih kasih, dan berlaku bagi semua orang, di semua waktu, dan di semua tempat, bersesuaian dengan kondisi yang mendukungnya. Hukum Karma bekerja secara independen, bebas dari campur tangan atau intervensi dari manapun dan dari makhluk apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun