Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sesungguhnya Tidak Ada Perjuangan yang Sia-sia

15 Juni 2022   05:58 Diperbarui: 15 Juni 2022   06:04 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesungguhnya Tidak Ada Perjuangan yang Sia-sia (bangkokpost.com, diolah pribadi)

Meskipun sudah menjadi Buddha, Beliau tetap berjuang untuk mengajar para dewa dan manusia selama 45 tahun lamanya. Tak heran jika seringkali Beliau diceritakan tidur hanya satu atau dua jam selama sehari semalam. Hal ini dilakukan-Nya dalam upaya membebaskan makhluk-makhluk dari penderitaan.

Perjuangan juga sangat sering diteladankan oleh Bodhisatta (calon Buddha) sesuai dengan berbagai cerita di dalam Jataka. Berikut adalah salah satunya, dikutip dari Mahajanaka-Jataka, Khuddakanikaya, Suttapitaka (Tipitaka).

Suatu ketika, Bodhisatta adalah seorang pemuda bernama Mahajanaka. Ia berniat pergi ke Suvannabhumi dengan kapal laut. Malangnya, kapal yang dinaiki oleh Mahajanaka tidak kuat  menahan hantaman badai di tengah samudra. Kapal tersebut mulai tenggelam. Tangisan, ratapan, dan doa para penumpang kapal mulai terdengar. Mereka meminta pertolongan dari para dewa. Beda halnya dengan Mahajanaka. Ia tetap tenang dan bersiap-siap.

Sewaktu kapal perlahan miring mulai tenggelam, mulai terjatuh pula seisi kapal ke samudra. Mereka menjadi santapan berbagai makhluk samudra. Mahajanaka meloncat laksana terbang, menjauhi kapal. Ia selamat, tidak dimangsa oleh hewan-hewan laut. Berhari-hari Mahajanaka berenang untuk mencapai daratan.

Di waktu tersebut, pelindung samudra yang ditunjuk oleh empat raja dunia adalah Dewi Manimekhala. Ia dibekali wejangan ini, "Makhluk-makhluk dengan kebajikan yang sudah dilakukan, contohnya bakti terhadap ibu mereka, tidaklah pantas mereka tenggelam, mati di dalam lautan. Jagalah makhluk-makhluk yang demikian itu."

Dewi Manimekhala terpikir, "Hari ini adalah ketujuh saya belum mengecek lautan. Siapakah yang sedang berada di tengah samudra?" Sang Dewi lalu mengetahui Mahajanaka sedang berupaya keras, berjuang di tengah samudra. Dengan wujud yang menawan, Dewi Manimekhala menempatkan dirinya di udara, tidak berapa jauh dari Mahajanaka. 

Dia mengucapkan kalimat-kalimat berikut guna mengetes Mahajanaka, "Siapakah kamu, yang di tengah samudra ini, berjuang dengan gagah berani? Sahabat seperti apa yang dapat kamu percaya, untuk dapat memberikanmu bantuan?"

Mahajanaka menjawab, "Hari ini adalah ketujuh saya di tengah samudra. Saya tidak melihat makhluk hidup kecuali diri saya. Siapakah adanya yang berbicara dengan saya?"

Melihat Dewi Manimekhala berdiri di udara, Mahajanaka berucap, "Wahai Dewi, saya mengetahui kewajiban di dunia, harus berjuang di saat mampu, di tengah samudra ini, tak terlihat daratan, saya berjuang dengan cara terbaik, sejatinya seorang manusia."

Dewi Manimekhala lalu berujar, "Di tempat ini, di tengah samudra yang dalam tak terkira, di mana tiada tepian yang dapat dilihat oleh mata, perjuangan mati-matianmu tidak akan berguna, kamu pasti binasa di tengah samudra ini."

Mahajanaka menukas, "Mengapa Dewi berkata seperti itu? Jika saya mati di saat melakukan upaya dan perjuangan terbaik, setidaknya saya terbebas atas kesalahan. Seorang manusia dengan melakukan apa yang dapat dilakukan, akan terlepas dari celaan yang diberikan kaumnya. Ia juga akan dibebaskan oleh penguasa surga. Tidak akan ada penyesalan yang muncul dalam batinnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun