Sehingga tidak perlu melekati, seperti Mandala yang indah itu, dibuat dengan sungguh-sungguh, butuh waktu bulanan untuk menyiapkan segalanya, tetapi tidak perlu dilekati, karena semua tidak kekal.
Apa yang mereka dapat? Selain belajar menerima ketidak-kekalan, mereka memahami apapun harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, tidak peduli hasilnya akan sirna. Sebuah kesuksesan bukan hanya akhirnya, tetapi yang terpenting adalah bagaimana cara mendapatkannya.
Sebenarnya tidak terlalu mengherankan, karena salah satu Guru Besar dari Aliran Tibetan Buddhist pernah belajar ke Indonesia, yaitu Atisa Dipankara, beliau belajar ke Sriwijaya pada Guru yang terkenal pada saat itu bernama Dharmakirti. Nama ini diabadikan menjadi sebuah Vihara di Palembang. Diyakini juga bahwa Atisa Dipankara pernah berkunjung ke Borobudur, sepengetahuan penulis, di Vihara Mendut, terdapat relik dari beliau.
Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Borobudur berada pada sebuah Garis Lurus.
Jika dilihat dari udara, posisi ketiga candi ini berada dalam sebuah garis lurus. Yang menjadi pertanyaan bagaimana para pendiri ketiga candi itu dapat membuat sebuah garis lurus padahal saat itu tidak ada GPS, atau tidak ada alat yang dapat melihat dari udara.
Lubang Stupa dengan bentuk yang berbeda
Lubang stupa berbeda, bagian bawah seperti belah ketupat (Rupadhatu), bagian atas berbentuk mirip bujur sangkar (Arupadhatu), seperti gambar di bawah ini:
Gambar di atas stupa paling kanan terlihat lubang stupa berbentuk belah ketupat, sedang stupa lantai lebih atas, yang lantainya berupa lingkaran, stupa paling kanan lubangnya berbentuk sebagai bujur sangkar.
Stupa tertinggi tanpa lubang