Borobudur adalah sebuah Mandala
Borobudur disebut juga sebagai Mandala seperti yang disampaikan oleh Daud Aris Tanudirjo, guru besar Arkeologi, Universitas Gajah Mada, hal ini sama juga dengan beberapa candi Jawa yang lainnya seperti candi Sewu, candi Kawi dapat dibaca di web Kemdikbud, Borobudur Sebagai Mandala.
Lalu apa itu Mandala, banyak artinya. Ada yang menyebutkan pelataran, lingkaran, tataran. Dalam bahasa Mandarin disebut sebagai  mant'u-lo atau t'an, yang artinya adalah "Mandala adalah pusat dunia", seperti disebutkan dalam web Kemdikbud, Mandala
Dari laman yang sama, menjelaskan mandala terdiri dari kombinasi antara lingkaran dan bujur sangkar, seperti gambar di bawah ini:
Secara utuh dapat dilihat seperti gambar di bawah ini (dari halaman: Borobudur Mandala)
Para Lama Tibet melakukan ritual membangun Mandala dari pasir yang berwarna warni. Butuh waktu berhari-hari untuk menyelesaikan, tetapi setelah selesai, mereka akan menghancurkan Mandala yang mereka bangun dengan sudah payah itu.
Mengapa dihancurkan? Untuk mengingatkan apapun yang kita dapat pasti akan sirna, bahkan sesuatu yang diusahakan dengan sungguh-sungguh sekalipun akan sirna. Tidak ada yang kekal, sabbe sankhara anicca, segala yang terbentuk tidaklah kekal.
Sehingga tidak perlu melekati, seperti Mandala yang indah itu, dibuat dengan sungguh-sungguh, butuh waktu bulanan untuk menyiapkan segalanya, tetapi tidak perlu dilekati, karena semua tidak kekal.
Apa yang mereka dapat? Selain belajar menerima ketidak-kekalan, mereka memahami apapun harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, tidak peduli hasilnya akan sirna. Sebuah kesuksesan bukan hanya akhirnya, tetapi yang terpenting adalah bagaimana cara mendapatkannya.
Sebenarnya tidak terlalu mengherankan, karena salah satu Guru Besar dari Aliran Tibetan Buddhist pernah belajar ke Indonesia, yaitu Atisa Dipankara, beliau belajar ke Sriwijaya pada Guru yang terkenal pada saat itu bernama Dharmakirti. Nama ini diabadikan menjadi sebuah Vihara di Palembang. Diyakini juga bahwa Atisa Dipankara pernah berkunjung ke Borobudur, sepengetahuan penulis, di Vihara Mendut, terdapat relik dari beliau.
Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Borobudur berada pada sebuah Garis Lurus.
Jika dilihat dari udara, posisi ketiga candi ini berada dalam sebuah garis lurus. Yang menjadi pertanyaan bagaimana para pendiri ketiga candi itu dapat membuat sebuah garis lurus padahal saat itu tidak ada GPS, atau tidak ada alat yang dapat melihat dari udara.
Lubang Stupa dengan bentuk yang berbeda
Lubang stupa berbeda, bagian bawah seperti belah ketupat (Rupadhatu), bagian atas berbentuk mirip bujur sangkar (Arupadhatu), seperti gambar di bawah ini:
Gambar di atas stupa paling kanan terlihat lubang stupa berbentuk belah ketupat, sedang stupa lantai lebih atas, yang lantainya berupa lingkaran, stupa paling kanan lubangnya berbentuk sebagai bujur sangkar.
Stupa tertinggi tanpa lubang
Pada lantai tertinggi terdapat 1 stupa besar yang tidak ada lubangnya. Dapat diumpamakan jika seseorang mencapai pencerahan batinnya sudah tidak tertarik lagi dengan semua dunia yang fana ini, tidak ada keinginan, tidak ada lubang untuk terganggu dengan dunia ini.
Bagi mereka yang belum tercerahkan, batinnya masih tertarik dengan dunia fana, digambarkan dengan adanya lubang-lubang tersebut.
Stupa teratas candi Borobudur (sumber kemdikbud.go.id)
Stupa tertinggi isinya kosong
Semua stupa berisi sebuah arca Buddha dengan berbagai posisi, tetapi pada stupa tertinggi, sudah tidak ada isi, kosong.
Kosong dalam bahasa bahasa Pali disebut Sunna (dibaca Sunya, dengan 2 huruf n yang ada tanda di atasnya), sedangkan Kekosongan dalam disebut sebagai Sunnata (dibaca sebagai sunyata).
Buddha mengatakan bagi siapa yang sudah tidak tertarik lagi pada dunia ini, tidak ada yang dapat dikatakan sebagai ini milikku, ini diriku, ini aku, maka dunia ini kosong. Tidak ada satu apapun yang dimiliki, diinginkan (Sunnataloka Sutta). Silahkan simak penjelasan ringan mengenai Kekosongan yang dimaksud, Kosong, Pasar Baru Kini Tidak Ada Apa-apa
Gambar di bawah ini menjelaskan lebih lengkap:
Enam posisi duduk arca Buddha
Pesan Selamat Jalan untuk Neil Amstrong
Koran Kompas 5 Sep 2012, hal 12. Menerbitkan sebuah iklan seperti gambar di bawah ini.
Selamat Jalan Neil Amstrong (1930--2012)
Pada tahun 1969, Neil Amstrong mengirim berita ke pemerintah Indonesia bahwa dalam perjalanan ke bulan Neil Amstrong melihat sinar terang dari bumi yang memberikan dirinya rasa damai. Dan ketika dilihat dengan teleskop sinar itu berasal dari Candi Borobudur
Neil Amstrong juga mengirim sampel batu dari bulan sebagai kenang-kenangan. Hal ini telah membantu promosi wisatawan asing datang ke Indonesia dan restorasi UNESCO bersama pemerintah Republik Indonesia terlaksana di tahun 1979.
Selamat Waisak 2566 BE (Buddhist Era)/2022, semoga semua makhluk berbahagia.
**
Jakarta, 15 Mei 2022
Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H