Hema hanya punya waktu satu minggu untuk menyiapkan materi pembelajaran untuk sembilan tingkat. Semua bahan dan materi dia cari melalui berbagai sumber dan kanal YouTube.
Hema tercengang takjub, mengetahui banyak sekali kanal-kanal di YouTube dari para guru Agama Buddha yang memberikan materi dengan sangat kreatif dan menarik. Hanya saja semua dalam bahasa Indonesia. Nampaknya projek Hema kali ini antara tekad dan nekat.
Senin pagi Hema terlihat antusias sekaligus berdebar-debar untuk memulai kelas Agama Buddha virtualnya. Kelas di jam pertama murid-murid kelas 9 mulai login dari masing-masing gawai mereka.
"Excuse me, Ms. Is the Buddhist class gonna be in English? If it's not, I would withdraw," tanya salah satu murid yang ternyata warga negara Thailand.
"Yes, and your name is Ananda, isn't it? Ananda was the Buddha's cousin. I will deliver the material in English. Do you have some concerns that I should know beforehand?" tanya Hema penasaran.
"Thank goodness. Our previous teachers taught us in Bahasa Indonesia. I didn't understand it at all," sela murid yang lain.
"The other thing is--school gives us the book, however, it's all in Bahasa Indonesia," satu per satu mulai megutarakan unek-unek mereka.
"I will provide you with the English version. So, Let's begin our class by reciting the paritta chanting in Pali," jelas Hema kepada murid-muridnya.
"Sorry, I pray in Chinese. I don't understand Pali," sanggah murid lainnya.
"Thank you for sharing. Then, it's a good start to learn and be open to new things in the same way I am so curious to explore Buddhist lessons together with all of you," ajak Hema di depan layar laptopnya.
Empat puluh menit kemudian tak terasa kelas pertama berakhir. Dan masih ada delapan tingkat lagi yang akan berinteraksi seru di dalam kelas virtual Hema.