Sore itu Hema mendapat panggilan tak terjawab dari ponselnya.
"Miss Pupella, tumben nelpon. Ada apa yah?" Hema menatap layar ponselnya bertanya-tanya.
Selang beberapa menit kemudian, nomor itu kembali menelponnya.
"Miss Hema halo! Uda 2 tahun yah kita ga berkabar!" sapa riang suara dari ponsel Hema.
"Hai, Miss Pupella! Ya ampun. Ada apa Miss?" balas Hema.
"Kita lagi butuh guru agama Buddha nih untuk kelas 1 sampai kelas 9, tapi harus full bahasa Inggris yah. Ada kenalan ga? Atau lu aja deh yang ngajar di sini. HRD kepusingan banget nih guru agama Buddha kita gonta-ganti terus!" berondong Pupella di ujung telepon.
"Beneran nih, Miss? Aku mau banget dong dikasih kesempatan langka," sambut Hema penuh semangat.
"Excellent! Senin langsung mulai yah, Hem! Kasihan murid-muridnya ga ada guru uda sebulan," tukas Pupella seraya mengakhiri percakapan.
Hema bukanlah lulusan Sarjana Pendidikan Agama Buddha (S.Pd.B.), pun bukan bergelar Sarjana Pendidikan atau Keguruan. Tapi ia memiliki minat yang tinggi di dunia pendidikan dan pengembangan.
Terlebih lagi saat melihat kondisi kurangnya SDM tenaga pendidik agama Buddha di Indonesia, terutama untuk sekolah-sekolah internasional atau SPK yang mengharuskan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
Hema hanya punya waktu satu minggu untuk menyiapkan materi pembelajaran untuk sembilan tingkat. Semua bahan dan materi dia cari melalui berbagai sumber dan kanal YouTube.
Hema tercengang takjub, mengetahui banyak sekali kanal-kanal di YouTube dari para guru Agama Buddha yang memberikan materi dengan sangat kreatif dan menarik. Hanya saja semua dalam bahasa Indonesia. Nampaknya projek Hema kali ini antara tekad dan nekat.
Senin pagi Hema terlihat antusias sekaligus berdebar-debar untuk memulai kelas Agama Buddha virtualnya. Kelas di jam pertama murid-murid kelas 9 mulai login dari masing-masing gawai mereka.
"Excuse me, Ms. Is the Buddhist class gonna be in English? If it's not, I would withdraw," tanya salah satu murid yang ternyata warga negara Thailand.
"Yes, and your name is Ananda, isn't it? Ananda was the Buddha's cousin. I will deliver the material in English. Do you have some concerns that I should know beforehand?" tanya Hema penasaran.
"Thank goodness. Our previous teachers taught us in Bahasa Indonesia. I didn't understand it at all," sela murid yang lain.
"The other thing is--school gives us the book, however, it's all in Bahasa Indonesia," satu per satu mulai megutarakan unek-unek mereka.
"I will provide you with the English version. So, Let's begin our class by reciting the paritta chanting in Pali," jelas Hema kepada murid-muridnya.
"Sorry, I pray in Chinese. I don't understand Pali," sanggah murid lainnya.
"Thank you for sharing. Then, it's a good start to learn and be open to new things in the same way I am so curious to explore Buddhist lessons together with all of you," ajak Hema di depan layar laptopnya.
Empat puluh menit kemudian tak terasa kelas pertama berakhir. Dan masih ada delapan tingkat lagi yang akan berinteraksi seru di dalam kelas virtual Hema.
Hari itu Hema yang belajar dari keduabelas muridnya mengenai seni mendengarkan, seni memahami, kesabaran dan juga keterbukaan untuk menerima masukan mengenai apa yang murid-muridnya butuhkan.
Murid di kelas Agama Buddha di sekolah SPK tersebut hanya bertotal dua belas orang dari sembilan tingkat. Namun, sudah cukup mempresentasikan keadaan umat remaja Buddhis yang semakin kritis dan berani mengungkapkan apa yang mereka rasa perlu disampaikan.
Sebuah fakta bagi para tenaga pendidik mengenai perubahan zaman di mana guru bukan lagi sebagai sumber utama pemberi pengetahuan. Ini karena semua materi dengan mudah diakses melalui internet.
Tantangan untuk guru masa kini diharapkan untuk selalu terus berinovasi dan kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan segala perubahan seperti yang Buddha selalu gaungkan, Anicca.
Semoga para guru dapat belajar dari cara Buddha yang mampu menggerakan dan mengajak murid-muridNya dengan segala metode hingga mereka mencapai penembusan yang sama.
**
Jakarta, 06 April 2022
Penulis: Hema untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H