Dengan mimik muka yang memelas, Boy menjawab dengan lirih, "apakah boleh saya memilih, Bu?"
"Boleh nak, tentu," jawab ibu guru.
"Bolehkah saya tidak memilih kedua jawaban yang Ibu berikan?" Tanya Boy dengan takut-takut dan masih kelihatan menunduk.
Sang ibu guru lalu menghampiri tempat duduk si Boy. Dengan suara lembutnya ia berkata, "nak, kamu boleh memilih jawaban lainnya yang kamu ingin utarakan".
"Mari ikut ibu ke depan kelas, agar kamu bisa menyampaikan jawaban kamu kepada semua teman-teman yang lainnya," ujar bu guru sambil membimbing Boy maju ke depan.
"Silahkan, Boy," si ibu guru berujar penuh harap.
Dengan mengangkat wajah perlahan dan menatap dengan polos ke ibu guru, Boy berkata, "saya ingin menjadi bintang di langit, bu guru"
"Mengapa?" Tanya bu guru heran.
"Bila menjadi Garam atau Lilin Dunia," saya belum siap mengorbankan diri untuk kebahagiaan orang lain, bu guru."
"Kata ayah ibuku, lebih baik kita menjadi bintang di langit yang luas. Meski sendiri, namun kita bisa memberikan manfaat kepada banyak orang tanpa harus mengorbankan diri sendiri."
"Bintang di langit dengan cahayanya yang terang, juga berbagi kasih sayang kepada orang lain. Tapi, ia juga memiliki cinta kepada dirinya secara seimbang."