Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ingin Tahu Ramuan Kebahagiaan Sisi dan Lulu?

12 Maret 2022   09:02 Diperbarui: 12 Maret 2022   09:05 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari, matahari memperlihatkan senyum hangat pada alam semesta. Sisi, Kelomang mengerling karena silau cahaya mengusik tidur lelapnya. Sesekali ia mengejapkan mata, mengolet untuk mencoba tidur kembali.

Seminggu berlalu, Sisi menelusuri pantai, namun tidak berhasil menemukan cangkang baru sebagai rumah berlindung. Cangkang yang dihuninya terasa sesak untuk tubuh yang semakin gempal.

Kelomang adalah hewan bercangkang yang lahir tanpa cangkang. Sehingga mereka harus rajin mencari cangkang baru sesuai dengan ukuran dan bentuk tubuhnya.

Lulu Siput berjalan santai menikmati udara segar. Angin kencang menerpa objek yang ada di sekelilingnya. Ia melihat Sisi Kelomang menyembul dari cangkang mungilnya. Lulu pun menghampiri dan menyapa Sisi.

"Selamat pagi. Apa kabar? Wah, kamu terlihat kemontokan! Perlu mencari rumah baru."

Sisi Kelomang mengernyit dahi serta menimpali. "Pagi juga, sudah seminggu ini aku berkeliling mencari dan menggali pasir di sekitar ini. Namun nihil. Ingin rasanya bisa membuat sendiri seperti dirimu."

"Ha ha ha... Sedangkan aku berharap bisa mengganti cangkangku karena sudah bosan," seloroh Lulu.

Sisi dan Lulu tertawa bersama. Ternyata ketidakpuasan dan kekecewaan hadir dalam kehidupan mereka. Meski beda kepentingan, Sisi Kelomang dan Lulu Siput tidak puas dengan kondisi yang dialaminya.

"Aku kepanasan bila sengatan matahari sangat tajam di siang hari. Dinginnya udara menusuk, ku alami ketika malam hadir. Predator mengintaiku. Demikian pula perut lunak ini yang harus dilindungi karena itu organ vitalku."

"Suatu ketika, ketidakpuasan (dukkha) menyelinap pikiranku. Mengapa aku harus terlahir tanpa cangkang?"

"Cangkang membelengguku. Tanpa cangkang, aku menjadi santapan predator. Tanpa cangkang, aku akan mati karena perubahan cuaca. Itu membuat aku frustasi. Aku harus terus mengganti dan mencari cangkang baru sesuai tubuhku."

"Aku lelah, kecewa dengan kondisiku. Amarah dan kesedihan memuncak ketika keinginanku tidak terpenuhi. Aku tidak ingin bertumbuh. Aku stop makan dan minum."

Hingga suatu malam terdengar percakapan dua orang manusia "Apapun yang ada di dunia adalah tidak kekal (Anicca). Keinginanlah penyebabnya. Hidup ini penuh dengan perjuangan. Ketika engkau berhasil mengatasi permasalahan (keinginan), percayalah kau akan merasakan kepuasaan diri dan bangga atas keberhasilanmu."

"Aku sadar bahwa ternyata manusia yang selama ini, ku anggap dewa pun memiliki problematik yang sama denganku sebagai makhluk hidup. Hahaha. Aku mendapatkan pencerahan dan ramuan kebahagiaan untuk tetap semangat mencari rumah baruku."

Baca juga: Enam Pintu Indria yang akan Menentukan Sikapmu.

"Lalu, Apa yang menjadi masalahmu, Lu? Bukankah seharusnya kamu bersyukur dan terima kasih tidak repot mengurusi cangkang terus?" tanya Sisi.

"Beruntung aku mendengar kisahmu, Sisi! Aku seharusnya puas dengan cangkang yang ikut membesar menyesuaikan bentuk tubuhku. Aku tidak perlu repot mencari-cari. Keinginan ini yang membuat aku stres dan membanding diri dengan kamu."

"Ceritanya, saat aku berada di hutan dekat pantai ini. Aku berjumpa dengan Bunglon. Aku tercengang melihatnnya melompat dari satu pohon ke pohon berikutnya."

"Ia memamerkan warna kulit yang berubah-ubah mengikuti tempat hinggapnya. Kemudian bunglon meledekku; 'Siput, kamu pasti kagum melihat warnaku yang berubah-ubah. Tidak seperti kamu. Bosan kan! Cangkang kamu berwarna itu lagi... itu lagi.'"

"Aku pun berangan-angan seandainya cangkangku ini bisa berganti mengikuti keinginanku. Pasti menyenangkan."

Mereka berdua termangu sesaat.

Tiba-tiba Lulu mangut-mangut. Ia teringat cerita yang dibacakan Ibunya, Kebahagiaan dan kekecewaan adalah pilihan. Pikiran adalah nakhoda dalam segala tindakan.

Senyum merekah, Lulu mendekati Sisi. Aku ada ide. "Ayo, kamu ikut aku! Tempat kami tinggal banyak cangkang kosong yang ditinggalkan oleh siput-siput almarhum."

"Ibuku pasti senang bila cangkang-cangkang kosong dapat bermanfaat bagi sesama. Aku pun akan katakan kepadanya; Aku sudah menemukan kebahagiaanku dengan ikut berdana."

"Oh ya, kalau masih ada keluarga kelomang lainnya yang membutuhkannya, kita bisa mengajaknya sekalian." usul Lulu antusias.

"Silakan memilih dan menempati rumah baru sesuai kebutuhan, Si! Aku turut berbahagia (bermuditta cita) kalau kamu bahagia."

Baca juga: Puisi tentang kebahagiaan.

Sucikan pikiran agar hidup menjadi bermakna dan berbahagia.

**

Jakarta, 12 Maret 2022

Penulis: Iing Felicia untuk Grup Penulis Mettasik

dokumen pribadi, mettasik, iing felicia
dokumen pribadi, mettasik, iing felicia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun