"Terima kasih Master, atas bimbingan dan nasihat master pada saya. Terus-terang dua tahun yang lalu keadaan rumah tangga saya berada di ujung tanduk. Tiada hari tanpa keributan dengan suami."
"Setelah saya renungkan, maka saya putuskan untuk memberikan hal-hal yang terbaik yang bisa saya lakukan kepada suami saya. Saya anggap kehidupan rumah tangga saya tinggal menghitung waktu saja. Saya melayani suami saya seperti seorang pelayan yang melayani majikan, atau pun seorang ibu yang melayani anaknya."
"Saya tak mengeluhkan perlakuan, balasan yang kurang berkenan dari dirinya. Saya bersyukur kepadanya, selama ia masih mau memberikan nafkah kepada saya maupun anak-anak kami."
"Saya berikan cinta kasih dan kasih sayang dengan sebaik-baiknya sebagai kenangan bila kami bercerai nantinya."
"Aneh bin ajaib, suami saya melihat perubahan yang nyata dari diri saya. Dia lalu meminta maaf kepada saya atas perlakuannya selama ini. Kami berdua saling intropeksi diri dan merenungi keegoisan kami selama ini."
"Akhirnya, rumah tangga kami berubah menjadi rukun, harmonis, rejeki pun seolah datang mendekat. Sekali lagi, terima kasih master"
Dengan sedikit malu-malu, wanita Nomor 2 menceritakan kisahnya;
"Terima kasih master, atas arahan master kepada saya. Setelah kembali ke rumah, saya merenungkan, mengingat-ingat perjalanan rumah tangga kami. Saya sungguh bersyukur dan berpuas diri dengan mendapatkan jodoh, seorang suami yang selalu hadir bagaikan seorang sahabat sejati."
"Dari rasa syukur tersebut, saya berpuas diri dan berterima kasih seperti yang master katakana. Memang hal ini menjadi "berkah utama" untuk keluarga kami."
"Saya layani suami dengan sebaik-baiknya bagaikan seorang sahabat yang telah lama tidak bertemu."
Dengan wajah sedikit tegang, wanita ketiga menceritakan kisahnya;