Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penakluk Diri Sendiri adalah Pemenang Gemilang

25 Februari 2022   11:18 Diperbarui: 25 Februari 2022   11:24 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penakluk Diri Sendiri Adalah Pemenang Gemilang (diolah pribadi, gambar; inlander.com)

Ada sebuah lirik lagu rohani yang berisi, "Menaklukkan ribuan orang tak dapat disebut pemenang, tapi menaklukkan diri sendiri dialah penakluk gemilang". Artinya, lebih baik kita menaklukkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menaklukkan orang lain.

Menaklukkan disini maksudnya adalah menaklukkan kebencian, keserakahan dan kebodohan batin yang ada di dalam diri.

Ada pepatah yang mengatakan semakin tinggi pohon maka akan semakin kencang angin yang bertiup di atas sana. Artinya semakin tinggi status ekonomi, jabatan, profesi, kedudukan dan kehidupan, maka semakin besar juga hambatan, tantangan atau godaan yang akan menerpa orang tersebut.

Karena itu pengendalian terhadap diri sendiri perlu lebih diutamakan, agar bebas dari pengaruh yang tidak baik.

Baca juga:  Mencintai Diri Sendiri Sebelum Mencintai Orang Lain

Kita sering mendengar berita adanya pejabat pemerintah atau figur publik yang sedang naik daun, tiba-tiba terkena kasus korupsi atau kejahatan lainnya. Salah satu penyebabnya adalah besarnya tantangan atau godaan yang datang menerpa dan tidak dibarengi dengn bijaksana.

Karena itu penting sekali ilmu atau pengetahuan agama yang kita pelajari, agar bisa membentengi diri kita dari hal-hal yang tidak baik.

Ada sebuah kisah fabel yaitu ada seekor kera yang sedang asik memeluk memanjat sebuah pohon kelapa. Kemudian ada tiga buah angin yang berlomba ingin menjatuhkannya dari pohon kelapa.

Pertama-tama angin puyuh datang menerjang kera tersebut, tetapi kera itu tetap memeluk dengan kuat batang pohon kelapa dan tidak jatuh.

Kemudian tiba saatnya angin yang ke-2 yaitu puting beliung. Sang kera itu tidak terjatuh juga.

Tiba saatnya angin sepoi-sepoi yang meniup sang kera. Ternyata sang kera bisa tertidur akibat lembutnya belaian yang ia rasakan. Pelukan sang kera terlepas dari batang pohon kelapa. Ia pun terjatuh.

Tentu saja pemenangnya adalah angin sepoi-sepoi. Dengan caranya yang lembut, ia bisa menjatuhkan sang kera dari pohon kelapa.

Baca juga: Pikiran Hanya Ada Dua, Baik dan Buruk Saja, Benarkah?

Dari kisah diatas, pelajaran yang bisa kita petik adalah hati-hati terhadap rayuan manis atau pujian, karena itu bisa membuat kita terlena, dan lupa diri.

Lebih baik menerima kritik yang membangun daripada pujian yang akan menyakitkan pada akhirnya.

Dari berbagai kisah dan contoh yang telah penulis berikan di atas, ada empat cara yang bisa dilakukan agar pengendalian diri seseorang bisa dijaga atau ditingkatkan,

Yang pertama adalah dengan melaksanakan latihan moralitas.

Yaitu, menghindari diri dari pembunuhan, pencurian, berbuat asusila, berucap yang tidak benar dan mabuk-mabukan.

Dengan melaksanakan latihan moralitas ini maka seseorang akan berusaha juga untuk mengendalikan diri. Jika lima latihan moralitas ini dilaksanakan oleh setiap orang maka akan tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan bahagia.  

Manfaat dari pelaksanaan latihan moralitas ini adalah kita akan berkecukupan secara materi, hidup bahagia pada saat ini dan jika meninggal dunia akan terlahir di alam surga.

Baca juga: Siapakah Tokoh Di Balik Setiap Peristiwa?

Cara kedua adalah meningkatkan pegendalian diri melalui perhatian.

Baik perhatian terhadap pikiran, perasaan, ucapan maupun tindakan. Menjauhkan kebencian dan keserakahan, dan menggantikannya dengan cinta kasih dan kasih sayang.

Perasaan pun perlu dijaga. Jika sedih tidak terlalu sedih, dan jika senang tidak terlalu senang. Batin harus senantiasa tetap seimbang. Hal ini dikarekan kesedihan yang berlebihan akan menimbulkan putus asa, sebaliknya kesenangan yang berlebihan akan menimbulkan kemelakatan

Pengendalian diri yang ketiga adalah melalui peningkatan pengetahuan-pengetahuan yang kita dapat. Baik pengetahuan agama, maupun pengetahuan akademik dan juga sosial.

Dari ilmu atau pengetahuan agama, kita bisa belajar banyak hal. Misalkan tentang hukum karma, apa yang kita tanam maka itu yang akan kita petik.

Dengan memahami hukum karma, maka kita akan bersyukur dengan keadaan kita pada saat ini, tidak menyalahkan orang lain. Keadaan kita saat ini adalah hasil dari usaha kita sendiri.

Jika kita rajin dan baik, maka hidup akan bahagia dan sebaliknya. Jika kita malas dan jahat maka hidup akan menderita.

Di sekolah atau di masyarakat, pengetahuan umum yang bisa kita peroleh adalah tentang budi pekerti, sikap toleransi dan moderasi beragama.

Cara yang ketiga adalah meningkatkan kesabaran.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sabar adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu.

Kesabaran adalah cara bertapa yang paling tinggi. Orang yang sabar, bukan berarti orang yang makan, jalan atau kerjanya pelan, tetapi orang yang mampu bertahan apabila menghadapi kondisi-kondisi sulit.

Seperti pada saat pandemi ini kita harus bersabar untuk tetap memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas. Kita harus bersabar juga untuk belajar atau bekerja dari rumah demi kesehatan bersama.

Baca juga: Kosong, Pasar Baru Kini Tidak Ada Apa-apa

Cara yang terakhir atau keempat adalah meningkatkan semangat.  

Semangat merupakan kekuatan untuk bekerja atau berjuang. Seperti semangat yang ditunjukkan oleh orang-orang Suci dalam mencari kabahagiaan sejati.

Juga semangat para Pahlawan dalam berjuang mewujudkan kemerdekaan bangsa. Semangat juga diarahkan untuk menghilangkan hal-hal buruk yang sudah muncul, mencegah hal-hal buruk agar tidak muncul, menimbulkan hal-hal baik yang belum muncul, dan mengembangkan hal-hal baik yang sudah ada.

Marilah kita berlatih untuk mengendalikan diri. Walau setahap demi setahap, signifikansinya akan terasa.

Belajar pengendalian diri melalui latihan moralitas, perhatian, pengetahuan, kesabaran dan semangat.

Apabila sesorang menjadi baik, maka keluarganya akan menjadi baik. Dengan demikian, masyarakat dan negara akan menjadi baik juga.

Seperti yang dikatakan dalam Dhammapada syair 158  berikut,

"Hendaknya orang terlebih dahulu mengembangkan dirinya sendiri dalam hal-hal yang patut, dan selanjutnya melatih orang lain. Orang bijaksana yang berbuat demikian tidak akan dicela".

Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia.

**

Tangerang, 25 Februari 2022

Penulis: Agus, S.E., M.M.

dokumen pribadi, agus, mettasik
dokumen pribadi, agus, mettasik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun