Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari 100 Kekhwatiran, Berapa Banyak yang Kejadian?

8 Februari 2022   05:17 Diperbarui: 8 Februari 2022   05:30 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**

Suara musik tempo cepat dan energik dari handphone berkumandang memecah kesunyian pagi. Masih pukul lima, alarm yang diset sebelumnya memanggil-manggil.

Tidak sedikit pun anak saya terusik dalam tidurnya yang damai. "Nanda, bangun. Hari ini sekolah tatap muka. Nanda, bangun, sudah siang," panggil saya berkali-kali sambil menepuk tangannya. Butuh perjuangan cukup lama sampai si sulung bisa bangun dari tempat tidurnya.

Inilah momen baru, si sulung kembali ke rutinitas semula sebelum pandemi. Bangun harus lebih awal satu jam dari biasanya. Mandi dan sarapan sebelum pergi ke sekolah. Berangkat lebih awal untuk mengantisipasi kemacetan yang mungkin terjadi.

Pagi itu si sulung berangkat ke sekolah dengan antusias bercampur rasa kantuk. Usai sudah penantian. Sekarang bisa bertemu kembali dengan guru-guru dan teman-temannya.

Perjalanan pagi relatif lancar karena belum banyak yang beraktivitas. Kami pun tiba di sekolah yang terletak di daerah Menteng. Terlihat anak-anak bermasker sudah berbaris tertib di dekat pintu sekolah.

Mengikuti prokes, semua yang akan masuk kelas harus melakukan scan pada aplikasi Peduli Lindungi. Si sulung antri menunggu giliran. Tidak lama kemudian masuk ke dalam pintu sekolah dan akhirnya menghilang dari pandangan saya diantara teman-temannya. Pembelajaran tatap muka babak baru pun segera dimulai.

Tapi, kekhwatiran masih mendera...

Pandemi covid 19 mengejutkan seisi dunia. Segala aktivitas mendadak harus berhenti bagai rem yang diinjak kuat-kuat.

Saya kembali mengenang kejadian dua tahun lalu. Kemarahan dan kekhwatiran memang terjadi. Takut ada apa-apanya. Takut terkena penyakit, khwatir tentang dunia usaha.

Lantas pikiran negatif pun merasuki. Berkembang biak menjadi ketakutan yang terasa masuk akal. Susah ditolak, sebab dengan semua perkembangan yang ada, skenario terburuk pun bisa kejadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun