Kebenaran seharusnya berlaku kapanpun, di manapun, pada apapun, pada siapapun.
Kebenaran seharusnya berlaku sejak awalnya waktu yang tidak diketahui kapan, sampai berakhirnya waktu entah kapan. Berlaku di darat, di air, di udara, di angkasa, di planet-planet lain, sehingga tidak ada tempat bersembunyi dari kebenaran di alam semesta ini.
Kebenaran seharusnya berlaku pada benda padat, benda cair, gas, tanaman, binatang, manusia, berlaku pada semua isi bumi ini. Tidak ada yang luput dari kebenaran.
Kebenaran juga berlaku pada janin dalam kandungan, bayi yang baru lahir, balita, anak kecil, remaja, orang dewasa, orang tua. Berlaku pada wanita, pria, berlaku pada yang percaya, berlaku pada yang tidak percaya.
Kebenaran berlaku pada yang mengetahuinya, berlaku juga pada yang tidak mengetahuinya. Kebenaran tidak peduli orang mengetahui keberadaannya atau tidak, kebenaran tetap berlaku.
Kebenaran tetap ada walaupun tidak ada orang yang mengetahuinya, bahkan ketika tidak ada satupun orang yang mengetahuinya, kebenaran tetap berlaku. Kebenaran tidak berpihak pada siapapun, kebenaran bukan milik siapapun.
Jika bumi ini musnah, lalu terbentuk lagi sebuah bumi yang baru, maka kebenaran yang sama harus berlaku. Jika nanti ada seseorang yang menemukan kebenaran tersebut, maka ia akan menemukan kebenaran yang sama dengan apa yang kita hadapi sekarang.
Kebenaran seharusnya ada di dunia ini, nyata, kita seharusnya menjalani hidup mengikuti arus kebenaran ini, jika tidak ada kebenaran ini tidak mungkin semua ini akan terjadi.
Segala yang terbentuk tidaklah kekal
Apapun yang terbentuk tidak kekal, ketidakkekalan berlaku dari dahulu, sekarang dan akan datang, berlaku selamanya.
Ketidakkekalan berlaku di manapun, di air, di darat, di udara, di angkasa, di planet, di bumi masa lalu, di bumi masa sekarang, di bumi akan datang.
Ketidakkekalan berlaku pada apapun, berlaku pada benda padat, berlaku pada benda cair, berlaku pada gas, berlaku pada tanaman, berlaku pada hewan, berlaku pada manusia.
Ketidakkekalan berlaku pada siapapun, janin, bayi, anak kecil, remaja, dewasa, orang tua, bahkan manusia yang sudah mati juga mengalami ketidakkekalan.
Ketidakkekalan tidak peduli orang mengetahuinya atau tidak, ketidakkekalan tidak peduli orang menyetujui atau tidak, ketidakkekalan tetap berlaku bagi yang menolaknya.
Jika bumi kita sekarang musnah, lalu terbentuk bumi yang baru, maka ketidakkekalan akan ada, tanpa ketidakkekalan maka tidak mungkin ada kehancuran, tidak mungkin ada keterbentukan yang baru.
Ketidakkekalan bermula karena adanya kemunculan, dilanjutkan dengan keberlangsungan, yang diakhiri dengan kehancuran.
Jika bumi ini hancur, hanyalah akhir dari proses ketidakkekalan, tetapi awal dari sebuah kekosongan. Kekosongan juga tidak akan selamanya, ia berawal, berlangsung dan akhirnya lenyap. Ketika kekosongan hancur, maka merupakan awal dari sebuah keberadaan. Demikian seterusnya.
Ketika kesedihan muncul, ini hanyalah awal dari proses ketidakkekalan, ia akan berlangsung, lalu lenyap. Ketika kesedihan hancur, maka merupakan awal proses ketidakkekalan dari sebuah kebahagiaan. Demikian seterusnya.
Jika hanya dilihat dari satu sisi, ketidakkekalan sepertinya hanya sebuah nestapa. Tapi sebenarnya ketidakkekalan juga adalah harapan untuk bahagia, tanpa ada ketidakkekalan tidak mungkin kesedihan akan berakhir, tanpa ketidakkekalan tidak mungkin muncul kebahagiaan.
Tidak memuaskan
Kebahagiaan yang diperjuangkan, akhirnya akan berakhir. Kesuksesan yang dibangun, suatu saat akan berakhir, jika tidak berakhir, kematian akan tiba dan kesuksesan akan terpisah dari pemiliknya. Yang pada akhirnya sesuatu yang kita anggap keberhasilan akan sirna dan harus diperjuangkan lagi.
Kesedihan sudah pasti tidak memuaskan. Dengan susah payah diselesaikan, akhirnya kesedihan berakhir. Tetapi tidak selamanya ada kebahagiaan, ada lagi kesedihan yang baru. Terus saja berulang, ketidakkekalan pada akhirnya tidak akan memuaskan.
Apapun yang tidak kekal tidaklah mungkin memuaskan.
Tidak dapat dijadikan milik
Ketidakkekalan akan berjalan sesuai prosesnya, tidak ada yang dapat mengendalikan. Seseorang yang terlahir akan tiba waktunya ia akan tua, tidak ada orang di bumi ini dari dahulu, sekarang dan akan datang dapat selalu muda, semua akan tua dan akhirnya mati, tidak ada yang dapat menghentikan ketidakkekalan.
Apapun yang kita anggap miliki kita, tidak dapat dikatakan milik kita, karena tidak dapat dikendalikan, selalu berubah, cepat atau lambat semuanya akan berakhir. Ketika sirna, apa yang dapat dikatakan milik sudah tidak ada.
Tidak ada satupun yang dapat dikatakan ini milikku, ini diriku, ini aku. Karena semua yang ada suatu saat akan berlalu.
Bagaimana kita dapat mengatakan tubuh ini milik kita, jika tidak dapat memerintahkan: "Hai tubuh agar selalu sehat dan kuat". Bagaimana kita dapat mengatakan ini perasaanku, jika tidak dapat memerintahkan: "Hai perasaan kita agar selalu tenang dan bahagia".
Semua akan mengalami ketidakkekalan, tidak memuaskan, tidak dapat dijadikan ini milikku, ini diriku, ini aku.
Sebuah kebenaran yang pahit, yang harus dialami setiap manusia, walaupun ia tidak menyadarinya.
Menentang kebenaran
Ketika orang yang disayangi berpisah dari kita, mungkin karena kematian atau alasan lainnya, membuat kita kecewa, sedih, nestapa, mungkin depresi. Semua nestapa ini hanya karena tidak mau menerima kebenaran, tidak mau menerima kenyataan bahwa segala sesuatu yang muncul pasti akan berlalu. Menentangnya hanyalah membawa nestapa.
Jika menganggap anaknya adalah milik, maka ketika anak tidak mau diatur, timbul nestapa. Bagaimana dapat mengendalikan anaknya, diri sendiri tidak dapat mengendalikan perasaannya.
Menyiasati kebenaran dengan kebenaran
Kebenaran tidak peduli apakah kita menerima atau tidak. Jika tidak menerimanya, diri sendiri yang menderita, menentangnya hanyalah perjuangan yang sia-sia.
Langkah terbaik menghadapi kebenaran adalah menerima apa adanya.
Yang buruk berubah dapat menjadi baik, demikian juga yang baik dapat menjadi buruk. Semua berproses sesuai dengan kebenaran, ketidakkekalan. Ketika yang buruk menjadi baik tidak perlu bereuforia, karena suatu saat akan berakhir juga. Demikian ketika yang baik menjadi buruk, tidak perlu bersedih karena demikianlah ketidakkekalan berproses.
Anggapan bahwa ini milikku, ini diriku, ini aku hanya fatamorgana, tidak ada yang benar-benar jadi ini milikku, ini diriku, ini aku. Anggapan yang melahirkan banyak beban kehidupan.
Tidaklah mudah memahami dan menerima kebenaran ini. Tetapi ada sebuah harapan yang pasti, untuk dapat memahami dan menerima kebenaran ini. Harapan yang juga berdasarkan kebenaran yang sama, yaitu segala yang terbentuk tidaklah kekal. Anggapan yang salah pun jika disiasati dengan benar akan berakhir juga.
Kita semua sepertinya masih dalam arus nestapa ini, semoga kita semua dapat bebas dari nestapa.
#dukkha #anicca #anatta
**
Jakarta, 28 November 2021
Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H