Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Analogi Ember Bocor: Manusia Lebih dari Sekadar Kebocoran

23 November 2021   06:35 Diperbarui: 25 November 2021   05:30 2912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lapisan pertama biasanya tipis sekali, jadi kalau kita langsung gunakan ember itu dan tuangkan air ke dalamnya, kemungkinan lapisan itu tidak kuat menahan tekanan air. Jika lapisan demi lapisan sudah ditorehkan ke lubang dan semakin tebal, barulah ember tersebut mampu menahan tekanan air yang besar.

Sama seperti manusia, ketika kita mulai mengambil keputusan untuk memperbaiki kelemahan kita dan kita ambil tindakan pertama, itu seperti lapisan tipis pertama yang ditorehkan pada lubang. Saat itu kita masih begitu lemah, seringkali kita gagal.

Jika kita berlatih terus-menerus, berusaha dengan ulet, cepat atau lambat, kita akan berhasil. Setiap saat, kita dengan penuh kesadaran memperbaiki diri, ambil langkah demi langkah, tindakan demi tindakan, sehingga kebiasaan baru terbentuk dan kita bisa bertahan menghadapi kelemahan-kelemahan itu. Kita tidak lagi dibatasi oleh kelemahan-kelemahan itu.

Setelah menambal lubang yang bocor itu, apa yang harus kita lakukan? Kita mengisi ember itu dengan air. Sebelum membuka keran air untuk mengisi ember, pastikan bahwa ember itu tidak tertutup. Apabila ember tersebut ada tutupnya, percuma saja kita buka keran karena air tidak akan bisa masuk ke dalam ember.

Seperti halnya manusia, apabila kita sudah memperbaiki kelemahan-kelemahan kita, pastikan bahwa kita membuka hati dan pikiran kira untuk menerima masukan-masukan baru yang akan membuat kita bertumbuh dan berkembang mencapai level yang lebih tinggi. Apa gunanya kita memperbaiki kelemahan kita jika kita tidak mau menerima masukan baru dan bertumbuh?

Seperti ember yang diisi, air yang dituang ke dalam ember bisa bersih dan jernih, atau hitam, keruh dan kotor. Bila kita tuang air bersih, maka air di dalam ember juga akan semakin jernih.

Jika kita tuang air yang kotor, air di dalam ember akan menjadi lebih keruh daripada sebelumnya. Setiap saat kita menerima masukan-masukan, baik positif maupun negatif. Apabila kita isi diri kita dengan input-input yang positif, maka kita akan menjadi lebih positif.

Sebaliknya jika kita masukkan input-input yang negatif, kita akan lebih negatif daripada sebelumnya. Jadi perhatikan input-input yang masuk ke dalam diri kita.

Ketika kita melihat air yang keluar dari keran itu kotor, seringkali kita akan pasang saringan atau filter supaya airnya menjadi lebih bersih. Saringan atau filter dalam diri kita itu adalah kesadaran kita. Ketika kita memiliki kesadaran yang baik, kita bisa menjaga diri dan bahkan mengubah masukan itu menjadi lebih positif.

Deras atau tidaknya air yang masuk ke ember mempengaruhi gejolak dan riak-riak di dalam ember. Semakin deras airnya, semakin besar gejolaknya. Ini ibarat perubahan dalam kehidupan kita, semakin besar perubahan, semakin besar juga pengaruhnya dalam diri kita. Air yang bergejolak butuh waktu untuk tenang kembali, dan kita juga butuh waktu untuk kembali ke kondisi tenang seimbang.

Pastikan ember itu didiamkan kalau ingin gejolak air segera tenang karena kalau ember itu terus digoyang, maka air akan sulit menjadi tenang. Ketika menghadapi masukan-masukan dari luar, kita juga perlu hening, diam supaya bisa kembali tenang seimbang dengan lebih cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun