Apakah dengan demikian, bahasa kita hanya mengenal dukacita, sementara mudita-citta tidaklah terlalu penting?
Ada simpati dan empati, namun apakah itu hanya pantas dilakukan kepada sosok yang dihormati? Dalam artian, masih banyak orang "tercela" di dunia ini yang tidak pantas mendapatkannya.
Mungkin! Karena: penghargaan hanya bisa kita berikan kepada seseorang yang se-frekuensi. Itu lebih bermanfaat. Sementara memuji kaum munafik, penjahat, penjilat, dan sejenisnya adalah hal yang tak bertuah. Tidak memiliki manfaat nyata.
Argumen ad populum. Teori argumentasi yang mengambil sebuah kesimpulan yang keliru, bahwa proporsi yang benar adalah yang dipercayai oleh kebanyakan orang. Ini lucu! Padahal kisah penjahat Robin Hood malah menjadi legenda dunia.
Halau-lah paradoks-paradoks pikiran. Apa yang ternilai belum tentu demikian. Anda mungkin benci si Jamil. Tapi, tahukah kamu berapa banyak perbuatan baik yang telah ia lakukan?
Setiap orang seharusnya memiliki dua sisi berbeda dan berbobot sama. Ingatlah teori Yin-yang. Dalam kegelapan ada setitik cerah, dalam terang ada pula setitik noda.
Tibalah saatnya kita bermudita.
Turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain. Thus, dalam hal ini manfaat yang diperoleh bisa dirasakan oleh orang lain dan juga diri kita sendiri.
Mudita adalah sebuah pikiran universe. Melambangkan manusia dan alam dalam satu kesatuan.
Turut berbahagia kepada para pemenang akan menumbuhkan sikap sportif dari diri. Turut bersuka cita kepada yang sukses, adalah mereka yang berhati besar. Turut bergembira kepada setiap orang, adalah juara sesungguhnya.
Yang terpenting, sikap Mudita akan membantu kita untuk mencabut salah dua akar kejahatan yang paling bengis, yakni:Â iri hati dan kedengkian.