Mohon tunggu...
grover rondonuwu
grover rondonuwu Mohon Tunggu... Buruh - Aku suka menelusuri hal-hal yang tersembunyi

pria

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memulangkan Pejuang ISIS Eks WNI, Dilema Hukum dan Kemanusiaan

7 Februari 2020   05:44 Diperbarui: 8 Februari 2020   01:47 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan bahwa dia akan memulangkan  pejuang ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) ketanah air. Pernyataan itu disampaikannya pada acara Deklarasi Organisasi Masyarakat (Ormas) Pejuang Bravo 5 di Ballroom Discovery Ancol Hotel, Taman Impian Jaya Ancol pada Sabtu, 1 Februari 2020.

Pernyataan Fachrul Razi itu langsung dibantah Presiden Joko Widodo, dan  mendapat banyak kecaman baik dari DPR maupun dari berbagai kelompok masyarakat.

Sebenarnya Menteri Agama tidak punya kapasitas untuk memberi pernyataan tentang pemulangan pejuang negara ISIS, yang dicap sebagai teroris oleh banyak negara termasuk dari negara-negara berlatar belakang Islam.

Pemulangan pejuang ISIS ketanah air adalah wilayah hukum dan keamanan, bukan wilayah keagamaan. Karena itu yang lebih tepat memberi pernyataan dalam kasus ini adalah Menkopolhukam.

Untuk kesekian kali Fachrul Razi membuat pernyataan kontroversial yang tidak mencerminkan sikap resmi pemerintah Joko Widodo Ma'ruf Amin.

Dilema Hukum

Pejuang ISIS ketika tiba   di medan perang Irak Syria akan melepaskan status kewarga negaraannya, sebagai syarat. Banyak pejuang ISIS asal Indonesia membakar paspornya  dengan bangga, lalu mengunggahnya kemedia sosial.   

Semua pejuang ISIS dari manca negara telah menkonversi kewarga negaraannya pada negara Khilafah yang mereka dirikan di Irak dan Syria itu.

Sekarang ISIS kalah, dan karena itu negara impian itu tidak eksis lagi. Tapi itu bukan berarti bahwa pejuang ISIS asal Indonesia otomatis bisa kembali pada satus WNI yang telah mereka campakkan. Dalam Undang-Undang No.12 tahun 2006 pasal 23, huruf d, e,f dikatakan, seseorang kehilangan kewarga negaraannya jika:

d. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden.

e. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan hanya dapat dijabat oleh WNI.

f. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

Berdasarkan bunyi Undang-Undang itu, maka pejuang ISIS asal Indonesia otomatis telah kehilangan status sebagai Warga Negara Indonesia. Mereka lebih tepat disebut sebagai, "Pejuang ISIS eks WNI".  Mereka "bukan WNI eks ISIS" seperti yang dikatakan Fadly Zon.

Jika para pejuang ISIS dipulangkan ketanah air, maka mereka harus menghadapi proses hukum dipengadilan. Karena mereka bukan hanya berperang melawan tentara Irak dan Syria, tapi juga mereka membunuh banyak rakyat sipil dengan sadis, misalnya memenggal kepala orang tua dihadapan anak-anaknya dan menjadikan perempuan didaerah yang ditaklukan sebagai budak seks.

Para pejuang ISIS bukan hanya penjahat perang, tapi mereka adalah penjahat kemanusiaan luar biasa (one single body of human kind)

Pemerintah tidak bisa berdalih, bahwa mereka  tidak bisa mengadili para pejuang ISIS. Dengan alasan bahwa pejuang ISIS itu melakukan kejahatan bukan dalam status sebagai WNI dan bukan dilakukan diwilayah NKRI.

Ada satu prinsip yang dianut bersama oleh negara hukum yang beradab dibumi ini, yaitu aut punire aut dedere yang artinya, setiap kejahatan harus dihukum

Dilema Kemanusiaan

Jika pemulangan eks WNI pejuang ISIS dilakukan karena alasan kemanusiaan, maka bagaimana dengan para exil yang telah berjuang selama 50 tahun untuk mendapatkan kembali status WNI.

Bagaimana dengan orang-orang eks WNI yang karena alasan ekonomi atau alasan-alasan lain telah menjadi WNA, tapi ingin kembali menjadi WNI.

Ada ribuan orang berlatar belakang Indonesia, ingin kembali menjadi WNI, tapi karena begitu ketatnya Undang-Undang dan birokrasi, maka keinginan itu sulit direalisasikan.

Sementara para pejuang ISIS, dipulangkan oleh pemerintah dengan biaya pemerintah pula. Mereka begitu gampang mendapat kembali status sebagai WNI. Padahal mereka adalah penjahat kemanusiaan dan dengan kesadaran penuh telah mencampakkan satus WNI. Mengapa alasan kemanusiaan itu tidak dikenakkan juga pada orang-orang exil dan expatriat?

ISIS Berbahaya seperti Virus

Wakil presiden Ma'ruf Amin, katakan pejuang ISIS berbahaya seperti virus Corona. Memulangkan WNI dari zona Virus dikota Wuhan mesti diisolasi dahulu dan dipantau terus menerus dengan kesiapan medis tingkat tinggi. Begitu juga memulangkan eks WNI pejuang ISIS harus diisolasi dahulu dan diawasi secara ketat. 

Pejuang ISIS walaupun telah mengatakan kapok dan tobat, harus diawasi dengan kekuatan penuh selama bertahun-tahun kedepan. Mengapa? Karena mereka berbahaya. Karena mereka telah mengalami cuci otak yang sistimatis.  

Dalam sebuah reportasi Televisi BBC, seorang remaja Indonesia menyatakan penyesalannya ikut bersama dengan orang tuanya berjuang untuk ISIS.

 Kenyataan yang dihadapinya diluar pikiran sianak itu. Siremaja yang bercita-cita jadi dokter itu merasa bahwa masa depannya  hancur. Dia lelah dan muak dengan situasi yang dihadapinya.

Reportase BBC itu sangat menyentuh hati banyak orang diseluruh dunia.  Bahwa ada cukup banyak anggota ISIS sebenarnya adalah korban dari suatu ideologi yang utopis. Para korban itu umumnya adalah para istri pejuang dan anak-anaknya.

Sementara dalam sebuah reportasi televisi Jerman, digambarkan bagaimana  militannya  anak-anak kecil dari keluarga ISIS dikamp pengungsi di perbatasan Turkey Syria. 

Anak-anak itu mengatakan, kami tidak butuh makanan dan bantuan kalian. Kami butuh kebebasan. Dan jika kami bebas, atas pertolongan Allah kami akan bunuh kalian.

Reportasi ini menunjukkan betapa ideologi kekerasan itu telah diturunkan dan ditanam   sedemikian rupa pada generasi baru ISIS, sejak dari  anak kecil. 

Anak-anak sudah ditanam pemahaman akan kesucian membunuh dan keagungan akan kematian secara martir. Tentu sulit sekali menghilangkan ideologi yang telah ditanam sejak dini.

Inilah dilema kemanusiaan itu. Disatu pihak keluarga ISIS harus dilihat sebagai manusia yang bermartabat, yang punya hak untuk membangun masa depannya di Indonesia, Dilain pihak anggota keluarga ISIS mesti diawasi secara ketat karena mereka tetap berbahaya bagi ketahanan dan keamanan NKRI.

Jadi memulangkan pejuang ISIS eks WNI, butuh instrumen kemanusiaan yang profesional,  yang siap bekerja secara sistimatik dan berkelanjutan.

Istrumen kemanusiaan artinya, upaya psikis dan sosial supaya anggota ISIS terutama perempuan dan anak-anak bisa kembali normal bermasyarakat.

Disamping itu pemerintah perlu mempersiapkan mental masyarakat untuk menerima mantan ISIS itu kembali berintegrasi dengan mereka.

Seperti WNI yang diisolasi dipulau Natuna yang mendapat penolakan dari warga, begitu juga upaya integrasi eks WNI pejuang ISIS itu pasti akan mengalami resistensi dari masyarakat.

Ternyata keputusan memulangkan pejuang ISIS eks WNI, implikasinya tidak semudah seperti yang diucapkan Fachrul Razi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun