Mohon tunggu...
Rifkyansyah G
Rifkyansyah G Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menetap di bekas ladang orang

We blame our time though we are to blame

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perbaikan Ekonomi Setelah Covid-19, Sebuah Alternatif Lain?

26 Mei 2020   11:58 Diperbarui: 26 Mei 2020   11:48 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
science.sciencemag.org

Agaknya mudah untuk tidak memikirkan banyak hal ketika single. Tanggung jawab orang single hanya kepada dirinya. Dan dengan itulah konsekuensi yang datang di kemudian waku diukur.

Tapi menjadi orangtua berbeda. Menjadi orangtua membuat seseorang  melihat konsekuensi tidak hanya untuk dirinya melainkan juga untuk anak-anaknya.

Dalam  konteks itulah saya melihat pandemi Covid-19. Sebab dampak ekonomi yang  mungkin timbul kepada saya karena pandemi ini sangat mungkin akan berdampak kepada anak saya juga.

Karena itu jugalah saya kemudian terdorong ingin mengetahui jalan keluar yang mungkin ditempuh oleh negara terkait hal ini.  Dari berbagai artikel yang saya dapati, ada tiga alternatif jalan keluar dari dampak yang ditimbulkan oleh Covid 19 ini

Pertama, seperti kata Trump ; China, China, China. Kita Menunggu Tiongkok. Setiap kita punya pandangan pribadi terhadap Tiongkok.  Murni dari perspektif kesehatan saja, ada yang mengutuk Tiongkok. Sebab dari merekalah  pandemi ini bermuasal. Tapi adalah fakta bahwa mereka kini sedang dalam proses pengembangan vaksin Covid-19. Dan kita mungkin termasuk yang akan mengantri untuk mendapatkannya.

Apatahlagi dalam masalah ekonomi. Menurut Pusat Kajian Visi Teliti Seksama seperti yng dilansir situs ekonomi.bisnis, Indonesia merupakan peringkat ketiga penerima investasi langsung dari China. Jumlahnya 13,2 miliar Dolar Amerika. Impor kita dari China, 32 persen untuk barang konsumsi, 25 persen untuk bahan baku penolong, dan 44 persen untuk barang modal. Tambahlagi jumlah turis China ke Indonesia. Jumlah mereka yang sekitar dua jutaan turut menyumbang pemasukan pada sektor wisata.

Hubungan ini, jika kita tidak mau menyebutnya ketergantungan, membuat kita harus menunggu Tiongkok untuk pulih. Kabar baiknya Tiongkok sudah mulai bergeliat.

Alternatif kedua adalah apa yang diusulkan oleh Profesor Mohd Nazari Ismail, pengajar di Universitas Malaya.Yaitu  menghidupkan sebanyak-banyaknya institusi dana abadi. Atau wakaf dalam istilah ekonomi syariah.  

Masalah  saat ini adalah defisit anggaran.  Sementara itu,  pembiayaan jalan terus.  Dalam situasi seperti ini opsinya  biasanya ngutang ke tetangga. Baik tetangga dekat maupun jauh. Persoalannya tetangga-tetangga kita juga sedang bermasalah dengan anggarannya karena Covid -19. Jika ada yang ingat pemaparan Pak JK di salah satu televisi nasional, tentang inilah dia.

Itu baru masalah negara. Masih ada problem para pengusaha. Karena Covid -19 melumpuhkan kemampuan produksi, perusahaan-perusahaan yang ada pasti terganggu incomenya. Pengusaha tidak punya pilihan selain melakukan PHK. Tapi di lain sisi Pemerintah berkepentingan agar tidak ada PHK. Sampai di titik ini biasanya pemerintah menalangi atau memberi bantuan supaya itu tidak terjadi. Namun bagaimana mau menalangi  atau memberi bantuan kalau anggaran negara saja sudah defisit?

Di sinilah Institusi Dana Abadi berperan. Institusi Dana Abadi berfungsi menghimpun sumbangan dari para crazy rich. Dana yang terkumpul ini menjadi sumber pembiayaan alternatif.  Pemerintah dapat menggunakannya untuk mengatasi   defisit anggaran, dunia usaha bisa mendapat kucuran dana segar dan rumah sakit serta fasilitas kesehatan yang ada memilki cukup kekuatan finansial untuk memberikan layanan kesehatan yang optimal.

Hanya memang selama ini sifatnya terbatas berupa bantuan sosial seperti untuk bencana dan pendidikan. Jarang terdengar untuk pembiayaan lainnya.  

Proposal Profesor Mohd Nazari Ismail ini adalah memperbanyak  Institusi Dana Abadi. Dengan sedikit penyesuaian  agar dapat melakukan menyalurkan dana secara fleksibel, boleh jadi dia adalah satria piningit bagi masalah anggaran kita saat ini.

Alternatif ketiga adalah Model  Ekonomi Donat. Ini adalah model ekonomi  yang mengoreksi model ekonomi saat ini yang menyebabkan orang-orang  persis seperti pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tubuh menderita, kantong juga menderita.

Pada dasarnya, ekonomi dunia dan tentu ekonomi negara kita diukur dengan kata 'tumbuh'. Istilahnya njlimetnya 'Growth' .

Barang seperti kulkas, batik, bakso bom solo. Semua barang pokoknya. Di tambah dengan jasa seperti konsultan pajak, tempat wisata, tukang pijit dan lain-lain. Dikumpul jadi satu kemudian dihitung setiap tahunnya. Jika totalnya lebih tinggi dari tahun sebelumnya itulah yang disebut dengan 'tumbuh'.

Ibarat pitza, 'tumbuh' itu jika ukuran pitzanya tambah besar dari tahun ke tahun.

Pertambahan ukuran itu penting bagi masyarakat agar semakin banyak yang bisa dapat jatah pitzanya. Penting bagi pemerintah agar bebannya untuk menanggung masyarakat yang tidak dapat jatah semakin sedikit. Selain itu agar bisa menarik pajak dari yang dapat jatah pitza. Agar bisa lebih kaya atau bisa dapat duit untuk bayar hutang ke tetangga.

Kenyataannya tidak begitu. Biasanya ukuran Pitza yang besar tidak berarti banyak yang menikmati.  Segelintir saja yang menikmati. Atau semuanya menikmati. Tapi potongan-potongan yang besar dinikmati sedikit orang. Sedang remah-remahnya dibagi oleh banyak orang.

Ini yang menjelaskan mengapa walau dengan ekonomi yang sangat besar, masih ada kemiskinan dan pengangguran yang tinggi  di Amerika Serikat. Kelemahan ekonomi yang 'tumbuh' adalah terabaikannya orang-orang yang tidak terkait langsung dengan pertumbuhan itu. Maka masyarakat yang buka warung kecil, jualan siomay atau yang menawarkan tas kresek di pasar biasanya tidak punya rumah, pendidikan anak-anaknya rendah dan menerima fasilitas kesehatan dengan gamang ; bayar mampus nggk bayar mampus juga. Apalagi dalam situasi Covid 19 ; Pendapatan menurun karena pelarangan aktivitas di luar.

Model Ekonomi Donat menawarkan tesis bahwa ekonomi harusnya ' tumbuh' lalu berkembang. Bukan tumbuh terus menerus seperti yang digaung-gaungkan oleh model ekonomi yang selama ini berlangsung.

 Masyarakat miskin harus diupayakan tumbuh.  Caranya dengan memenuhi kebutuhan dasar mereka.  Contoh kebutuhan dasar itu misalnya adalah rumah. Tidak hanya itu, penyediaan rumahnya pun memperhatikan kebutuhan real terhadap rumah.

Sampai di sini, kegiatan ekonomi yang ada berhenti  'tumbuh'. Justru selanjutnya adalah 'berkembang' dengan memenuhi kebutuhan --kebutuhan dasar orang-orang menurut hirarkinya.

Ini berbeda dengan model ekonomi yang menekankan per 'tumbuh'an terus menerus. Yaitu ketika perusahaan propert,i karena ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, merangsang orang membeli rumah meski orang itu sudah punya rumah. Persis seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan berujung krisis finansial pada 2008 silam.

Misal lain dari kebutuhan dasar itu adalah pendapatan. Stressing point Model Ekonomi Donat terkait pendapatan ini ada pada kepemilikan bersama atas satu perusahaan. Hasilnya orang-orang menjadi lebih peduli terhadap entitas bisnis yang mereka miliki dan pada waktu yang bersamaan kesejahteraan menjadi terdistribusi secara merata. Ini berbeda dengan kondisi perusahaan lazimnya. Di mana profit dari perusahaan mengalir kepada para pemegang saham utama.

Dalam kaitannya dengan perbaikan ekonomi setelah Covid-19, model ekonomi donat ini menawarkan kestabilan dan pemerataan kesejahteraaan.

Alternatif pertama mungkin akan bersinggungan dengan pride kita sebagai sebuah negara. Alternatif kedua terbentur pada pengkomunikasiannya dan   mekanisme. Bukankah wacana penggunaan DAU sempat pernah memunculkan kontroversi. Sedang alternatif ketiga lebih sebaga solusi jangka panjang. Hasilnya lama, sementara kita sudah pingin semua masalah sudah teratasi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun