Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST. Tulisan lain bisa dibaca di https://www.kliksaja.id/author/33343/Greg-Satria

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Nenek Moyang Memanggil, Alam Membantu Berbisik, dan Aku pun Datang

3 Desember 2024   09:15 Diperbarui: 3 Desember 2024   19:43 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah berulang kali kunyalakan lagi mesin menggunakan starter kaki, masih juga belum bisa membuat motor ini menyala. Mencoba mengecek lampu depan, kulihat seharusnya ada arus listrik yang mengalir karena lampu depan terlihat menyala saat kustarter.

"Bengkel motor masih jauh dari sini, apa aku pinjam aki warga sini dulu ya," kataku sambil menengok memutar ke sekeliling.

Ketika menghadap belakang, kurasakan angin tiba-tiba bertiup ke seluruh tubuhku. Sejuk sekaligus menghangatkan. Pandanganku langsung tertuju pada dua makam di depan rumah yang berada tepat di posisiku berhenti.

(Rumah di daerah Jalan Provinsi Flores memang banyak yang berada setingkat di bawah jalan. Tidak akan terjadi banjir, karena resapan tanah di sekitarnya sangat besar sekali. Sekedar diketahui, warga beragama Katolik di Flores masih banyak yang mengubur keluarga di halaman depan rumah bertahun-tahun yang lalu, sebelum pemerintah menyarankan penggunaan Makam Umum.)

Mataku lama memandang dua makam berkeramik tersebut. Sebelah kiri berwarna hijau sedang yang kanan berwarna biru muda. Langsung aku paham, bahwa kedua kakek-nenek ini meninggal dengan jarak cukup lama sehingga tidak dipersiapkan keramik yang berwarna sama.

HARIS.....

Panggilan itu datang lagi, dan kali ini aku tahu sumbernya dari makam berwarna hijau di bawahku. Tidak memperdulikan lagi motor yang tengah mogok, aku mengambil kunci kontak dan segera menuruni jalan setapak ke rumah sederhana ini.

Setiap langkah aku hanya memandang makam berwarna hijau. Pikiranku bukannya kosong, tetapi terlalu fokus. Panggilan itu sudah tidak ada lagi, tetapi aku tahu sumbernya pasti dari makam berwarna hijau ini.

Tanganku dengan sendirinya menggosok membersihkan keramik makam. Namun aku masih punya sedikit tanya, siapa gerangan almarhum yang ada di sini, sebab papan nisan terlihat sudah lepas dari tempatnya.

Aku memutuskan untuk berdoa, memanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dua almarhum diberikan tempat terbaik di sisiNya. Dan yang pasti, menanyakan padaNya apa arti semua ini?

Langkah kaki kudengar di pintu rumah di tengah doaku. Akupun langsung tersadar, mungkin aku dirasa lancang berdoa di makam nenek moyang keluarga ini. Kupercepat doaku, dan segera kusentuh lembut keramik hijau ini sekali lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun