Baru-baru ini, seorang kolega yang menjadi Manajer Pemasaran Cabang sebuah Bank Swasta sedang berkunjung ke rumah saya. Ia melihat dua buku yang tergeletak di meja tamu, dan menyampaikan pertanyaan menggelitik.
"Memang masih relevan konsep Rich Dad Poor Dad" sekarang ini, Mas?"
Rupanya kolega saya ini baru saja melihat dua buku Robert T. Kiyosaki yang selalu saya baca ketika sedang senggang, sampai-sampai sampulnya terkelupas. Saya pun menjawab, "tentu Mas. Apalagi untuk anak yang dididik oleh Poor Dad seperti Saya."
Konsep Rich Dad Poor Dad dari Robert T. Kiyosaki, bukan bertujuan untuk mengolok-olok ayah atau orang tua dalam membimbing anaknya. Pada dasarnya, semua orang tua ingin yang terbaik bagi sang anak. Tetapi, cara mereka mengajarkan literasi keuangan dapat dikategorikan menjadi Rich Dad (Orang Kaya) atau Poor Dad (Orang Miskin).
Rich Dad mengacu pada sosok orang tua yang sangat melek keuangan, dan bahkan mengajarkan seluk beluk keuangan sedari anaknya berusia dini. Mereka sama sekali tidak mengharapkan anaknya hanya menjadi "budak korporat" ketika dewasa kelak, meskipun masih melazimkan hal tersebut sebagai pijakan awal setelah lulus pendidikan. Memperbanyak aset produktif adalah jalan ninjanya.
Sedangkan Poor Dad merujuk pada sosok orang tua, yang ingin anaknya hanyut dalam arus korporasi, menjadi pegawai yang setia, hingga menapaki tangga promosi jabatan. Tidak sepenuhnya salah, hanya saja Ayah seperti ini kerap terkungkung dalam zona nyaman dan lupa hal-hal mendasar dari keuangan, yakni aset dan liabilitas.
Tahun 2024 adalah era penuh tantangan ekonomi bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Kelas menengah, yang selama ini dianggap sebagai pendorong utama perekonomian, menghadapi tekanan dari berbagai arah.Â
Dari meningkatnya inflasi hingga ketidakpastian global, kondisi ini memaksa banyak orang untuk berpikir kreatif tentang masa depan keuangan mereka. Di tengah situasi ini, konsep "Rich Dad, Poor Dad" karya Robert T. Kiyosaki semakin relevan.Â
Seri buku tersebut menawarkan prinsip-prinsip dasar yang sangat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin membangun kemandirian finansial, termasuk bagi anak-anak dan kaum muda.
Namun, di tengah ketidakpastian tersebut, muncul pula berbagai peluang, khususnya di sektor wirausaha. Bagi kelas menengah Indonesia, tahun 2024 bisa menjadi waktu yang tepat untuk mulai berpikir dan bertindak lebih cerdas dalam mengelola keuangan dan memanfaatkan peluang usaha, sekaligus berkompetisi.Â
Mari kita telusuri mengapa pendidikan finansial dan peluang berwirausaha begitu penting bagi generasi muda dan kelas menengah Indonesia di tahun 2024.
Pentingnya Pendidikan Finansial Sejak Dini
Konsep yang diangkat dalam "Rich Dad, Poor Dad" menekankan perbedaan besar antara aset dan liabilitas. Salah satu prinsip utamanya adalah bahwa orang kaya mengutamakan membangun aset yang menghasilkan pendapatan pasif, sementara orang miskin atau kelas menengah lebih cenderung mengumpulkan liabilitas yang mereka anggap sebagai aset.Â
Contoh paling sederhana dari liabilitas yang umum dimiliki oleh kelas menengah adalah rumah dan kendaraan, yang seringkali menurunkan nilai atau justru membutuhkan pengeluaran besar untuk perawatan. Bagi "orang kaya", keduanya adalah liabilitas. Namun bagi "orang miskin", keduanya dianggap sebagai aset atau bahkan investasi.
Lebih jelas mengenai properti, Robert T. Kiyosaki mencontohkan dirinya sendiri dalam melakukan investasi yang sebenarnya. Perumahan yang ia beli, baru bisa dikatakan sebagai aset, hanya bila menghasilkan pendapatan sewa. Bila properti tersebut mangkrak, ia mengkategorikannya sebagai sebuah liabilitas.Â
Mengajarkan konsep ini kepada anak-anak dan generasi muda sangat penting, terutama di era yang sangat dinamis seperti saat ini. Pendidikan formal sering kali tidak memberikan pengetahuan finansial yang cukup praktis. Ini berarti banyak orang yang tumbuh dewasa dengan pemahaman yang salah tentang bagaimana uang bekerja.Â
Dengan mulai memperkenalkan prinsip-prinsip pengelolaan uang yang baik, investasi, dan wirausaha, anak-anak dapat mengembangkan pola pikir yang lebih siap menghadapi tantangan ekonomi di masa depan.
Gejolak Ekonomi dan Kesempatan untuk Beradaptasi
Tahun 2024 ditandai dengan berbagai tantangan ekonomi global, mulai dari inflasi hingga ketidakpastian pasar kerja. Namun, setiap krisis juga membawa peluang. Bagi kelas menengah Indonesia, saat ini adalah waktu yang tepat untuk berpikir tentang diversifikasi sumber pendapatan dan mulai mengeksplorasi peluang wirausaha.
Di era digital, memulai bisnis kini lebih mudah daripada sebelumnya. Teknologi memungkinkan siapa saja, termasuk anak-anak muda, untuk merintis bisnis dengan modal kecil namun dengan potensi keuntungan besar.Â
Platform e-commerce, sosial media, dan fintech membuka pintu bagi individu yang berani mengambil risiko dan memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan bisnis. Peluang usaha seperti dropshipping, jualan produk digital, hingga freelancing menjadi pilihan yang semakin populer.
Kelas menengah di Indonesia kini memiliki akses ke lebih banyak alat dan sumber daya untuk memulai bisnis mereka sendiri. Misalnya, dengan hanya berbekal ponsel pintar dan akses internet, seseorang dapat membuka toko online atau menjadi content creator yang menguntungkan seperti menulis di Kompasiana ini.Â
Selain itu, dengan berkembangnya teknologi blockchain dan cryptocurrency, kelas menengah kini juga bisa mempertimbangkan investasi di sektor ini sebagai cara baru untuk mengembangkan aset mereka.
Peluang Wirausaha untuk Kelas Menengah di 2024
Di tengah semua perubahan ini, muncul berbagai peluang bisnis yang cocok untuk kelas menengah Indonesia. Berikut adalah beberapa sektor yang menjanjikan di tahun 2024:
Ekonomi Kreatif dan Digital
Dengan semakin berkembangnya internet dan media sosial, peluang di sektor ekonomi kreatif terus meningkat. Banyak kelas menengah Indonesia yang mulai menggeluti bisnis konten seperti vlog, podcast, atau menulis blog seperti Kompasiana. Selain itu, desain grafis, ilustrasi, dan penulisan kreatif menjadi keterampilan yang banyak dicari di pasar global.Bisnis Makanan dan Minuman (F&B)
Industri makanan dan minuman tetap menjadi salah satu yang paling stabil di tengah segala gejolak. Dengan inovasi dalam penyajian makanan dan meningkatnya minat pada makanan sehat, banyak pengusaha kecil yang berhasil meraih sukses di sektor ini. Bisnis F&B berbasis online juga semakin diminati, terutama melalui layanan pengantaran seperti GoFood dan GrabFood.Produk dan Layanan Kesehatan
Pandemi COVID-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Ini membuka peluang besar bagi bisnis yang berfokus pada produk kesehatan, seperti suplemen, alat kesehatan, hingga menjual produk asuransi. Kelas menengah yang memiliki minat di bidang ini dapat memulai bisnis dengan menjual produk-produk kesehatan secara online atau mengembangkan aplikasi kesehatan.Investasi Digital dan Teknologi Finansial
Dengan munculnya berbagai platform investasi digital, kelas menengah di Indonesia kini lebih mudah untuk mengakses pasar modal, mata uang kripto, hingga pinjaman peer-to-peer (P2P). Di tahun 2024, tren ini diperkirakan akan terus berkembang, dan bagi mereka yang paham teknologi finansial, ini bisa menjadi peluang usaha yang menjanjikan.
Mengapa Kelas Menengah Harus Berani Berwirausaha?
Banyak orang di kelas menengah masih mengandalkan pendapatan dari satu sumber, yaitu pekerjaan tetap. Namun, ketergantungan ini justru dapat menjadi risiko, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi. Prinsip dari "Rich Dad, Poor Dad" mengajarkan bahwa pendapatan pasif melalui aset seperti bisnis, investasi properti, dan instrumen keuangan lainnya adalah kunci untuk mencapai kebebasan finansial.
Dengan berwirausaha, kelas menengah bisa mulai membangun aset tersebut. Mereka tidak hanya memperoleh pendapatan tambahan, tetapi juga memiliki kendali lebih besar atas masa depan keuangan mereka. Di era digital yang serba cepat ini, kesempatan terbuka lebar bagi siapa saja yang mau belajar dan mengambil risiko.
Apakah semudah itu? Tentu tidak! Banyaknya kelas menengah yang berwirausaha tahun 2024 ini, telah dikatakan sebagai surplus supply di sektor UMKM. Lalu menjadi hukum alam sekaligus pasar persaingan sempurna, bahwa kita dituntut untuk menjadi unik sekaligus "berprestasi" di bidang spesifik yang digeluti.
Konsep Rich Dad Poor Dad, akan membuka cakrawala kita dan anak-cucu kita, bahwa siklus ini mungkin akan berputar di masa mendatang.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H