Hasil imbang kembali didapatkan Timnas Indonesia pada matchday 2 Babak Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Tetangga sebelah, Australia, ditahan tanpa gol di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Selasa (10/9/2024) malam WIB. Kembali, dua nama menjadi penampil terbaik Timnas Garuda, Maarten Paes dan Calvin Verdonk!
Lantas apa hubungan pertahanan Indonesia yang dikawal dua pemain tersebut dengan Real Madrid? Saya pribadi menyoroti Paes dan Verdonk layaknya Thibaut Courtois dan Dani Carvajal yang menjelma berseragam Merah-Putih!
Bukan bermaksud mengesampingkan pemain lainnya, semua pemain Indonesia punya porsinya sendiri-sendiri untuk berjasa menghasilkan dua poin dalam dua laga awal Grup C ini. Namun rating dari Maarten Paes (dua kali Man of the Match) dan Calvin Verdonk terbukti yang tertinggi, baik laga melawan Arab Saudi maupun Australia.
Pada laga ini, Timnas Garuda hanya mampu melakukan gebrakan di lima menit awal laga. Selebihnya, Australia dengan keunggulan fisiknya mampu mendominasi permainan. Indonesia tidak bisa dikatakan beruntung karena tidak kalah, sebab sekalipun terus menyerang, Socceroos hanya mampu hasilkan beberapa half-chance (setengah peluang). Â
Skor imbang ini menjadi ekskalasi kinerja tim besutan Coach Shin Tae-yong (STY) yang pada pertemuan sebelumnya dilumat 0-4 oleh Socceroos di Piala Asia 2023.
Apa hanya saya yang merasakan, bahwa skor imbang ini tidak berasa kemenangan, ya? Beda seperti ketika mengimbangi Arab Saudi, ada sedikit perasaan "eman" dengan satu angka di kandang ini sekalipun lawannya adalah peringkat #24 FIFA.Â
Apapun itu, hasil "kacamata" malam ini patut disyukuri. Indonesia dipastikan menutup matchday 2 sebagai peringkat keempat Grup C dengan dua poin.Â
Usai hasil laga lainnya, yakni China vs Arab Saudi yang berkesudahan 1-2 dan Jepang yang melumat Bahrain 5-0, Peringkat 1 dan 2 dikuasai Samurai Biru (6 poin) dan The Green Falcon (4 poin). Bahrain masih bertengger di rank 3 karena kemenangannya pekan lalu. Australia layak kecewa berada di rank 5 dengan satu poin, sementara China menjadi juru kunci dengan nol poin.
Berikutnya, mari kita bahas jalannya laga Timnas Garuda beserta evaluasi taktikalnya.
Garuda Hanya Menggertak di Awal Laga
Penampilan Timnas Garuda tampak sangat meyakinkan sekali di awal laga. Baru satu menit, dua shot on goal sudah didapatkan lewat Sandy Walsh dan Rafael Struick, namun bisa diselamatkan Matthew Ryan. Empat sepak pojok juga bisa dikoleksi selama tiga menit awal laga, sempat membuat ketar-ketir pertahanan Australia.
Setelah itu, Socceroos bisa mendikte permainan dengan melambatkan tempo dan memainkan bola ping-pong (pola serangan dengan pantulan bola atas). Jay Idzes dkk terperangkap dengan pola ini, dan ikut-ikutan melakukan bola-bola panjang.
Duet bek Australia Harry Souttar dan Cameron Burgess tentu tidak kesulitan menghalau serangan Timnas Garuda, sebab tinggi mereka 194 cm dan 198 cm. Dua pemain yang berkarier di Inggris ini menjadi titik tumpu dimulainya serangan dan dengan pede menaikkan garis pertahanannya.
Akibatnya, Indonesia jadi tertekan dan kudu merasakan dag-dig-dug karena Australia secara total menghasilkan 15 sepak pojok. Beruntungnya, mayoritas bola kiriman Craig Goodwin tidak bisa menemui kepala Harry Souttar.
Titik yang Diincar oleh Australia
Graham Arnold dalam konferensi pers awal laga mengaku sudah "khatam" dengan permainan Indonesia, yang terakhir dikalahkannya bulan Januari 2024 lalu. Selepas lima menit pertama yang mengkhawatirkannya, strategi serangannya terbukti mampu memukul balik pasukan Coach STY.
Menggunakan formasi 4-4-2, pada kenyataannya striker Mitchell Duke dan Nestory Irankunda saling bergantian menuju sisi sayap, menambah jumlah pemain flank. Titik yang diincar adalah di antara bek tengah dan wing-back Indonesia.
Di sisi kanan Timnas Indonesia, ruang antara Sandy Walsh dan Rizky Ridho menjadi sasaran empuk Aziz Behich dan Craig Goodwin. Mitchell Duke akan bergerak menjauh dari Jay Idzes, "meminta" dijaga oleh Rizky Ridho, sehingga ruangan tersebut bisa diisi dengan mudah oleh Goodwin maupun Hehich yang hanya dijaga Sandy Walsh.
Sebaliknya, di sisi kiri, ruang antara Calvin Verdonk dan Justin Hubner diincar oleh Alessandro Circati serta Samuel Silvera, dengan bantuan yang sama dari Irankunda.Â
Lalu mengapa Indonesia bisa kekurangan pemain di sisi sayap? Ini merupakan resiko dari strategi Coach STY yang me-man-marking Jackson Irvine di lini tengah. Saking takutnya Irvine lepas, Nathan Tjoe-A-On dan Ivar Jenner terkesan dikelabuhi Irvine yang bergerak menjauh dari bola, membuat salah satu dari mereka tidak bisa terlibat dalam pertahanan sisi sayap.
Tentu Graham Arnold paham, strategi ini membuat minimnya penyerang tengah yang ada di depan gawang Maarten Paes. Baginya yang kehilangan Kusini Yengi karena kartu merah melawan Bahrain, ini adalah pilihan. Dalam perhitungannya, Indonesia akan dipukul mundur, lalu membuang bola yang akan diambil lagi oleh Souttar dan Burgess.Â
Sayangnya, taktik ini tidak bisa menggetarkan jala Indonesia. Mindset "tidak boleh kalah" benar-benar tertanam di benak punggawa Timnas Garuda. Semua pemain berlari untuk track-back mengisi pertahanan, membuat Australia tidak punya kesempatan sama sekali untuk lakukan serangan balik.
Dua Pemain "Real Madrid" Lengkapi Komandan Idzes
Jay Idzes masih menjadi pemimpin yang sukar ditaklukkan oleh penyerang lawan. Pada laga semalam, ia lebih berperan dalam hal command (perintah) dibandingkan berduel langsung. Sebabnya tadi, satu dari dua striker Socceroos memang diinstruksikan melebar untuk membuka ruang.
Peran Bang Jay paling kentara adalah menjaga Harry Souttar dalam skema set-piece lawan. Punya defisit tinggi badan hampir 10 cm, tak menyiutkan nyali pemain Venezia ini untuk bertarung dengan Souttar.
Lalu ada dua pemain "Real Madrid" yang melengkapi peran komandan Idzes ini. Kiper Maarten Paes yang punya lima saves gemilang, bermain tenang layaknya Thibaut Courtois. Sedangkan Calvin Verdonk yang secara "casing" sangat mirip Dani Carvajal, memainkan peran teknis dan taktikal secara sempurna.
Seperti Carvajal yang dikenal agresif namun dingin, Verdonk juga mempraktekkan pemahaman taktik yang brillian dengan beberapa kali membaca arah bola serta mengambil momen pelanggaran yang tepat. Alessandro Circati yang jadi andalan Graham Arnold untuk melepaskan umpan silang, hampir tak punya ruang di laga semalam.
Dan akhirnya, gelar Man of the Match untuk kedua kalinya jatuh pada Maarten Paes. Kualitas kiper 26 tahun milik Dallas FC ini juga diakui oleh Graham Arnold selepas laga. Selain tembakan Irankunda yang membentur tiang, semua upaya dari pemain Socceroos bisa diredamnya dengan sigap.
Atribut terhebat dari Paes adalah positioning-nya. Ia memang bukan kiper yang agresif maju di banyak kesempatan, namun area bawah mistar menjadi tempatnya melakukan sprint jarak pendek untuk memperkirakan arah bola. Positioning yang pas, membuat ruang tembak lawan semakin mengerucut.
Secara target, satu poin ini merupakan keberhasilan Coach STY secara pragmatis. Dua poin yang diperoleh dari Arab Saudi dan Australia yang merupakan unggulan utama bersama Jepang, memang patut disyukuri.
Namun, catatan penting tentang pola penyerangan kudu dituntaskan oleh Coach STY sebelum melawan Bahrain dan China di matchday selanjutnya. Pada dua laga yang dilangsungkan bulan Oktober itu, tiga poin mutlak menjadi incaran untuk bisa menduduki peringkat 3 atau 4 besar.
Pertahanan sudah solid, ayo Garuda, saatnya bisa mencetak banyak gol!
Bravo Maarten Paes dan Calvin Verdonk! Indonesia Jaya!
Salam olahraga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H