Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST. Tulisan lain bisa dibaca di https://www.kliksaja.id/author/33343/Greg-Satria

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Indonesia, Contender di Antara Raja-Raja Muda Asia!

28 April 2024   01:15 Diperbarui: 28 April 2024   08:05 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia U-23 saat akan menghadapi Yordania di perempat final Piala Asia U-23. (AFP/Karim Jaafar via Tribunnews.com) 

Lengkap sudah kontestan semifinal Piala Asia U-23 Qatar tahun 2024. Usai Jepang dan Indonesia, giliran Uzbekistan beserta Irak menyegel posisi sebagai empat tim terbaik. 

Menariknya, Jepang, Uzbekistan, dan Irak sudah pernah menjadi juara di turnamen yang mulai digelar sejak 2013 ini. Jadi, Indonesia kini setara Raja-Raja muda Asia itu!

Irak menjadi juara Piala Asia U-23 edisi perdana tahun 2013. Jepang menjadi kampiun berikutnya tahun 2016, diikuti Uzbekistan (2018), Korea Selatan (2020) dan Arab Saudi (2022). 

Pada turnamen kali ini, ada setidaknya enam negara yang difavoritkan menajadi juara. Mereka adalah tuan rumah Qatar, Jepang, Korea Selatan, Uzbekistan, Australia, dan Arab Saudi. Garuda Muda sudah bertemu tiga diantaranya, dengan hanya kalah melawan Qatar, dan menang atas Australia serta Korsel.

Setidaknya gambaran ini bisa menunjukkan bahwa kendati Indonesia merupakan debutan, Rizky Ridho dkk tidak boleh inferior di antara Raja-raja Muda Asia lainnya. Julukan yang tersemat bagi Garuda Muda ialah "Giant-Killer", Sang Contender (Penantang)!

Mari kita bahas peluang dari keempat semifinalis Piala Asia U-23, beserta siapa pemain sentral di dalam masing-masing tim.

Indonesia, Kisah Terbaik dari Asia Tenggara

Saya yakin, sebelum kick-off semifinal ditiup, akan banyak pecinta bola dunia menjagokan Indonesia keluar sebagai pemenang atas Uzbekistan. Bukan bicara realita ya, tetapi ini tentang sebuah kisah epik yang tentu penonton netral ingin adanya sebuah happy ending. 

Cinderella hidup bahagia dengan Sang Pangeran, Aladin memimpin negara Persia bersama Princess Jasmine, dan Timnas Indonesia dapat menjadi "juara sejuta umat" di Piala Asia U-23. Amin..

Tentu bukan hal yang mustahil, karena Timnas toh sudah terbukti mengalahkan Australia dan Korsel di laga-laga sebelumnya. Kekompakan adalah kekuatan utama Indonesia melangkah maju. Bukan hanya dari pemain dan pelatih, tetapi juga dari federasi dan doa seluruh elemen masyarakat. Kecuali, Bung Towel.. hehehehe

Izinkan dua paragraf ini saya jelaskan mengenai peran antagonis pundit senior tersebut. Bung Towel menurut saya sudah perankan "musuh bersama" dengan sangat apik. Ada teori psikologi, dimana jika kita ingin mendamaikan atau menyatukan berbagai pihak yang punya kepentingan, ciptakan saja satu musuh bersama.

Keberadaan Bung Towel dengan asumsi subyektif-nya sendiri, membuat semuanya menyatu dan ingin membuktikan apa yang beliau katakan adalah salah. Sampai-sampai kita sendiri lupa, betapa besarnya turnamen ini. Ya, rasa nervous para pemain maupun fans bisa lenyap karena suara-suara sumbang Bung Towel. Organik atau by design? Who's care..

Kembali ke skuad Garuda Muda, sosok yang terbukti vital adalah Nathan Tjoe-A-On. Maka tidak salah jika ia tetap diusahakan bergabung kembali ke skuad paska usai masa "peminjaman" seminggunya oleh dari Heerenveen. Keberadaannya di lini tengah merupakan sumber ketenangan yang tidak bisa digantikan.

Nathan baru hadir di babak kedua saat melawan Qatar, di mana Timnas sudah bermain dengan 10 pemain. Perubahan posisinya, yang asli sebagai bek kiri menjadi gelandang tengah berjalan begitu baik. Pengalaman bermain di level atas Eropa membuat Nathan tampil tenang sebagai tandem Marselino maupun Ivar Jenner.

Sebagai underdog di semifinal nanti karena hanya berperingkat #134 FIFA, Garuda Muda diharapkan punya semangat nothing to lose untuk menyaingi para pemain Uzbekistan. 

Percobaan pertama untuk menuju Olimpiade 2024 Paris, terbuka untuk diselesaikan. Sebab Timnas punya keuntungan mutlak, yakni waktu istirahat lebih satu hari.

Uzbekistan, Unggulan Utama dan Cermin Pengembangan Pemain Usia Dini

Secara data, Uzbekistan adalah kontestan terbaik Piala Asia U-23 sejauh ini. Berada di Grup D, Serigala Putih mampu sapu bersih kemenangan. Malaysia ditumbangkan 2-0, Kuwait dipermak 5-0 serta Vietnam dilibas 3-0.

Di babak 8 besar, raksasa Asia Arab Saudi berhasil dikalahkan dengan skor 2-0. Empat partai, selalu menang, cetak 12 gol dan tidak pernah dibobol. Rentetan ini adalah acuan menasbihkan mereka menjadi unggulan pertama juara saat ini.

Tetapi bukankah Indonesia sukses kalahkan Korsel yang punya data di atas kertas, sama? Ya, Garuda Muda tidak perlu inferior atas Uzbekistan di mana berperingkat #64 FIFA ini.

Bermain dengan kiblat Eropa, postur pemain Uzbekistan tidak setinggi Australia. Kecepatan mereka juga tidak secepat Korea Selatan. Tetapi yang lebih baik dari Serigala Putih, adalah kolektivitas bermainnya. Pasukan Timur Kapadze dapat digambarkan sebagai tim "alot" dan punya ledakkan keras ketika menyerang.

Kesulitan baru benar-benar mereka hadapi kala menghadapi Arab Saudi (26/4/2024). Postur tinggi penyerang Saudi cukup sulitkan pertahanan Uzbekistan. Sedikit keberuntungan, Aymen Yahya, salah satu pemain andalan Saudi terkena kartu merah dan Serigala Putih akhirnya bisa menguasai permainan lagi.

Berbicara kekompakan yang mereka tunjukkan, Negara berpopulasi 35,5 juta orang ini adalah salah satu cerminan apik untuk kategori pengembangan pemain usia dini. Prestasi tim muda Uzbekistan tidak hanya di level Asia, tetapi juga dunia.

Mereka adalah host sekaligus juata Piala Asia U-20 2023. Saat itu Hokky Caraka dkk yang juga ditangani Coach STY mampu tahan imbang Uzbekistan tanpa gol di fase grup. 

Kemudian Uzbekistan juga lolos perempatfinal Piala Dunia U-17 yang diselenggarakan di Indonesia tahun lalu. Mereka hanya kalah dari Prancis, yang akhirnya menjadi finalis turnamen ini.

Pengelolaan Timnas yang berjenjang ini agak mirip dengan yang dilakukan Indonesia di era Coach STY. Pemain yang punya umur lebih rendah dari kategori usia, bisa dinaikkan kelasnya jika tunjukkan bakat spesial. Jadi, Timnas U-23 Uzbekistan juga banyak dihuni langganan Timnas Senior!

Nama Abbosbek Fayzullaev adalah yang paling berbahaya. Pemain ini memang baru bergabung ke tim saat fase gugur melawan Arab Saudi. Tetapi pelatih Timur Kapadze langsung memasukkannya sebagai pemain inti, dan main 90' menit. Alasannya, karena ia baru dibebaskan klubnya CSKA Moskow untuk ikuti Piala Asia U-23 sejak fase gugur.

Abbosbek Fayzullaev adalah pemain inti di klub Rusia tersebut! Berusia 20 tahun, gelandang 20 tahun sudah lesakkan 3 gol dan 8 assist di Liga Premier Rusia. Sering ditempatkan di sisi kiri, tugas Rio Fahmi atau Fajar Fathurrahman lebih berat kali ini.

Jepang Semakin Bervariasi, Efek Blue Lock?

Seusai menonton series anime Blue Lock di Netflix, saya jadi deja-vu dengan skuad Jepang U-23 kali ini. Di series Blue Lock, digambarkan JFA (PSSI-nya Jepang) hendak menciptakan penyerang terbaik untuk menjadi pemain terbaik dunia. Dalam prosesnya, mereka sangat terbuka kepada asimilasi dunia luar. Mereka tidak mau menjadi katak dalam tempurung lagi.

Nah, sewaktu melihat langsung pertama kali Samurai Biru Muda bermain, langsung terasa efek asimilasinya. Ada beberapa pemain yang menonjol penampilan dan kemampuannya.

Kiper Leo Kokubo, pemain Benfica, punya darah Jepang-Nigeria. Kokubo diproyeksikan akan menjadi kiper masa depan Jepang untuk bersaing dengan Zion Suzuki. Sejauh ini ia berperan penting menjaga pertahanan lewat kontribusi dua cleansheet dari empat pertandingan. Total gawang Jepang hanya bobol tiga kali.

Lalu ada kapten sekaligus otak permainan Jepang, Joel Chima Fujita, yang punya campuran darah Nigeria pula. Pemain 22 tahun ini cukup spesial, mengingatkan seperti permainan Alexis Mac Allister di Liverpool dan Argentina.

Posisi aslinya sebagai gelandang tengah, namun bisa berperan sekaligus sebagai playmaker. Umpannya sangat akurat, visi dan pemahaman permainannya juga luar biasa. Dialah inti permainan tim asuhan Go Oiwa.

Jepang pada dasarnya memainkan formasi 4-2-3-1 dengan serangan sayap menjadi andalannya. Persis timnas senior mereka. Kelemahan mereka sama seperti anime Blue Lock tadi, yakni tidak punya striker yang tajam. Sejauh ini topskorer mereka adalah Seiji Kimura (2 gol) yang berposisi sebagai bek tengah.

Inilah yang menjadi PR besar Go Oiwa jika ingin kalahkan Irak di semifinal.

Mereka harus butuh 2x15 menit tambahan untuk taklukkan Qatar 4-2 yang bermain dengan 10 orang. Penampilan tim secara keseluruhan masih belum stabil. Di laga pertama melawan Tiongkok, meski menang 1-0 mereka didominasi lawan sebanyak 62%. Angka tersebut mulai meningkat kala menang 2-0 atas UEA dan kalah tipis 0-1 dari Korsel. 

Mampukah negara berperingkat #18 FIFA menjadi juara? Mungkin butuh sedikit-banyak keberuntungan.

Mentalitas Pejuang Singa Mesopotamia, Irak 

Sebagai negara yang pernah merasakan konflik militer, militansi merupakan poin paling menonjol dari tim asuhan Radhi Shenaishil. Membandingkan permainan mereka, saya selalu teringat kepada Kroasia. Pemainnya itu-itu saja, tetapi kualitas di atas lapangan bisa terjaga sampai wasit meniup peluit akhir pertandingan.

Di Piala Asia 2023 lalu, Singa Mesopotamia yang saat ini memiliki peringkat #63 FIFA, hanya kurang beruntung saat kalah 2-3 atas Yordania. Kartu merah Aymen Hussein menjadi titik balik negatifnya.

Di turnamen kali ini, Timnas Irak U-23 mempunyai perjalanan hampir sama dengan Indonesia. Mereka kalah 0-2 dari Thailand di partai perdana dan terancam tidak lolos karena harus hadapi dua lawan berat setelahnya.

Namun semangat Irak tidak padam. Tajikistan mereka gulung 4-2, serta di partai akhir grup diliar dugaan mereka bisa kalahkan Arab Saudi 2-1 dan menjadi pemuncak Grup C. 

Di perempatfinal Irak bertemu dengan Vietnam, dan menang pragmatis 1-0. Gol tunggal mereka dilesakkan Ali Jasim via tendangan penalti. Gol tersebut merupakan gol ketiga Ali Jasim di turnamen ini, dimana semuanya berasal dari titik 12 pas!

Jadi jelas sudah bahwa salah satu strategi Irak dalam bermain adalah menyerang ruang di kotak penalti, dengan risiko bagi lawan melakukan pelanggaran. Untuk itulah Ali Jasim patut diwaspadai oleh tim manapun. 

Memainkan formasi 4-4-2, Radhi Shenaishil menempatkan Ali Jasim sebagai poacher di samping target-man yang kerap dimainkan oleh Amin Al-Hamawi. Kecepatan pemain sayap dimanfaatkan untuk umpan tarik kepada kedua striker di kotak penalti. Eksplosifnya mereka bisa hasilkan banyak peluang karena tidak sungkan menembak dari jarak jauh.

Kelemahan cukup terlihat di lini pertahanan Irak. Berbeda dengan Timnas senior mereka yang andalkan tiga bek, empat bek sejajar Irak U-23 rawan dieksploitasi oleh crossing menyilang. Thailand sudah membuktikannya di laga perdana, dengan dua gol dicetak via umpan lambung. Kesimpulannya, disiplin adalah kelemahan Singa Mesopotamia.

Meraba kemungkinan-kemungkinan ini, di atas kertas Uzbekistan dan Jepang akan difavoritkan sebagai finalis Piala Asia U-23.

Tetapi selalu ada ruang kecil untuk hadirnya keajaiban dan cerita indah di sepakbola, bukan? Dan semoga itu berlaku untuk Timnas Indonesia!

Salam olahraga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun