Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

12 Serba-Serbi yang Tercatat dalam Kemenangan Garuda Muda atas Korsel

26 April 2024   20:31 Diperbarui: 26 April 2024   21:12 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luapan kegembiraan pemain Timnas Indonesia U23 usai menang drama adu penalti atas Korsel, 26/4/24 dinihari WIB (dok PSSI) via kompas.com

Masih dalam euforia kemenangan Timnas Indonesia U-23 atas Korsel via adu penalti, kali ini saya akan membahas hal-hal yang terjadi dan fakta seputar pertandingan. Laga  berkesudahan 2-2 di waktu normal hingga extra-time, harus berlanjut hingga drama adu penalti mendebarkan. Saya mencatat, angka 12 menjadi modus yang cukup menarik.

Pertandingan waktu normal dan extra time berjalan total selama 120 menit, dan harus diakhiri dengan adu tendangan 12 pas. Dari masing-masing tim ada 12 kali kesempatan menendang, dimana 1 gagal dari Indonesia, dan 2 pesakitan bagi Korsel. Terakhir, sang penentu kemenangan babak tos-tosan ini adalah Pratama Arhan, sang pemilik nomor punggung 12.

Maka dari itu, saya jabarkan 12 serba-serbi yang menghiasi kelolosan Timnas Indonesia ke Semifinal Piala Asia U-23 Qatar 2024.

1. Timnas Indonesia jadi Debutan "Giant-Killer"

Sebagai debutan di Piala Asia U-23, capaian Indonesia sangat membanggakan. Tercatat hanya kalah sekali melawan Qatar di partai pembuka, itupun dihiasi beberapa keputusan kontroversial wasit Nasrullo Kabirov. Ivar Jenner dan Ramadhan Sananta diusir, dan Garuda Muda-pun kalah 0-2 dari tuan rumah.

Tiga partai setelahnya, ketika bermain menggunakan 11 pemain, Timnas tak terbendung dengan selalu mencetak gol di setiap laganya. Australia terhempas 1-0, Yordania digulung 4-1, serta Korsel berhasil ditaklukkan lewat drama adu penalti di perempatfinal. 

Media Prancis, Lucarne-opposee mempunyai sebutan "Sang Pengacau" untuk disematkan ke Garuda Muda. Bagaimana tidak, asuhan Coach Shin Tae-yong (STY) berhasil gulingkan dua calon juara sekaligus, Australia dan Korsel. Permainan satu-dua sentuhan yang cepat menjadi senjata andalan untuk mengalahkan lawan-lawannya.

2. Kemenangan atas Korsel Menjadi Pembuktian STY

Jelang perempatfinal melawan Korsel, Coach STY selalu ditanyakan perihal memori memilukan bersama Timnas Korsel usai Piala Dunia 2018 Rusia. Berada di Grup F, Taeguk Warriors yang kala itu ditangani Coach STY harus kalah bersaing dengan Swedia dan Meksiko, kendatipun mampu menang 2-0 atas Jerman di partai pamungkas grup.

Kegagalan lolos ke 16 besar dianggap sebagai aib bagi bangsa. Sehingga tepat sepulang kedatangan mereka kembali di Seoul, Coach STY, Son Heung-min dan kawan-kawan harus mendapat tradisi "lemparan telur dan bantal" sebagai cap atas kegagalan.

Coach STY bertanggung jawab dengan meletakkan jabatan pelatih Korsel, meski kabarnya Federasi Sepakbola Korsel (KFA) masih mau memberinya kesempatan karena baru setahun tangani Timnas senior. 

Dua tahun berselang, pelatih 53 tahun menerima tawaran PSSI di era Mochamad Iriawan, dan menandatangani kontrak elama 4 tahun hingga Juni 2024 nanti. Kabar gembira bagi pecinta Timnas, kesepakatan verbal telah tercapai antara Ketum PSSI Erick Thohir dan STY untuk melanjutkan kontrak hingga 2027.

Alasannya adalah terpenuhinya dua target besar PSSI. Pertama adalah kelolosan ke 16 besar Piala Asia 2023, kemudian ke 8 besar Piala Asia U-23 2024. Bahkan, Coach STY sendiri berhasil menepati janji pribadinya untuk menembus 4 besar. Salut!

3. Adaptasi Formasi Coach Hwang Malah Tunjukkan Kelemahan

Pelatih Korsel Hwang Sun-hong yang juga kompatriot STY semasa bermain bagi Timnas Korsel, selalu menunjukkan wajah tim Korsel berbeda tiap partainya. Ia total memainkan 24 pemain sepanjang turnamen, dengan menit bermain hampir merata diantara mereka. 

Dua laga awal melawan UEA dan Tiongkok ia menggunakan formasi 4-2-3-1, sedangkan ketika hadapi Jepang dan Indonesia ia beralih ke 3-4-3.

Mengapa ia pakai taktik berbeda? Lebih kurangnya karena ia adalah tipe pelatih adaptif terhadap lawan. Ia akan menyiapkan strategi reaktif atas apa yang dilihat pada calon lawannya. Menghadapi Garuda Muda dimana sudah punya pakem 3-4-2-1, ia memutuskan bermain tiga bek pula.

Sempat sukses besar saat kalahkan Jepang 1-0 di laga penutup Grup B lewat skema 3 bek, namun ketika bersua Indonesia Coach Hwang gagal total. Wajah baru yang ditunjukkannya malah menjadi blunder. Lee Young-jun, topskorer mereka (3 gol) rencananya hendak disiapkan menjadi senjata pamungkas di babak kedua malah mendapat kartu merah.

Selang beberapa saat, emosi Coach Hwang juga tak terkendali hingga harus diusir wasit Shaun Evans dari tepi lapangan. Adaptasi formasinya menjadi bumerang karena pemain Taeguk Warriors tidak punya basic-plan dalam membongkar pertahanan lawan.

4. Strategi Coach STY Bagai Pemain Catur dengan Visi 2 Langkah

Lawan yang dihadapi Coach Hwang adalah STY, dimana tentu sangat mengenal seluk-beluk sepakbola Korsel. Coach STY tentu sudah paham kelebihan, kelemahan maupun gaya adaptif Timnas negara asalnya.

Seakan mengetahui Coah Hwang akan mainkan 3-4-3 side-attack, STY memilih Ilham Rio Fahmi dan Komang Teguh di awal laga untuk matikan Lee Tae-seok yang punya crossing kaki kiri berbahaya. 

Guna menghukum tiga bek Korsel yang terlihat canggung koordinasinya, Rafael Struick menjadi pemegang peran untuk menyerang ruang antar lini dari ketiga center-back itu. 

Kelemahan tiga bek adalah pembagian fungsi command, stopper dan cover. Dalam gol kedua Struick, Ivar Jenner sukses meletakkan bola tepat diantara dua pemain bertahan Korsel.

Kemudian mastermind juga ia mainkan saat "mengerem" hasrat memasukkan Ramadhan Sananta. Terlihat Witan Sulaeman sudah kepayahan di akhir babak kedua, namun ia baru menggantinya di babak kedua extra-time. 

Perjudian memang dilakukan seandainya Timnas bobol duluan, tetapi ketika tahu Korsel akan inisiatif menyerang melalui masuknya Kim Min-Woo, kehadiran Sananta membuat mereka takut. Sehingga satu pemain tengah mereka harus mundur menjadi penjaga Sananta. Bagi saya, Coach STY bagaikan memainkan catur dengan dua langkah di depan Hwang Sun-hong.

5. Wasit Evans dan VAR Bertindak Sangat Teliti

Masyarakat Indonesia sempat dibuat geram oleh keputusan wasit Nasrullo Kabirov di laga perdana melawan Qatar. Kemudian asumsi subyektif wasit juga turut membuat Australia mendapat penalti di laga kedua, namun beruntung sukses digagalkan Ernando Ari.

Untuk laga perempatfinal ini, wasit Shaun Evans dari Australia dan tim VAR sudah bertindak sangat teliti! Mereka anulir gol Korsel menit ke-7', karena terbukti ada indikasi offside. Kemudian kartu merah Lee Young-jun terbukti adalah sahih karena ia menghajar betis dan engkel Justin Hubner sekaligus.

Terakhir, adalah momen penalti Justin Hubner yang diulang. Evans dan hakim garis secara teliti melihat bahwa kedua kaki kiper Baek Jong-bum sudah meninggalkan garis gawang sebelum bola disepak Hubner. Peraturan dalam penalti memang mensyaratkan kiper bergerak bertepatan dengan tendangan, paling tidak ada satu kaki yang berada di garis gawang.

6. Mengapa Nathan Tjoe-A-On tidak ikut menendang penalti?

Dikarenakan Korsel bermain dengan 10 pemain, maka pasangan penendang penalti dari kedua tim haruslah sama, seimbang. Maka dari itu tim yang memiliki kelebihan pemain, dalam hal ini Indonesia, harus menghapus satu nama dari daftar penendang. Finally, Nathan Tjoe-A-On diputuskan tidak menendang.

7. Pendukung Timnas Membanjiri Abdullah bin Khalifa Stadium

Stadion yang menjadi lokasi tiga pertandingan Garuda Muda selama bertanding di Piala Asia U-23 sejauh ini, telah berubah menjadi mini Gelora Bung Karno (GBK). Terlebih saat laga melawan Korsel, Jumat (26/4/2024) dini hari tadi, ada kurang lebih 8.000 sampai 10.000 pendukung Indonesia memadati markas klub Al-Duhail SC.

Penonton yang datang, selain pekerja migran asli Qatar, berbondong-bondong pula dari berbagai penjuru. Ribuan dari Indonesia, sisanya ada dari Malaysia, UEA, Arab Saudi dan Kuwait. Patut ditunggu laga semifinal nanti, dimana tetap dimainkan di Abdullah bin Khalifa Stadium, akan bertambah berapa lagi WNI yang datang, ya?

8. Putusnya Rekor Partisipasi 9 Kali beruntun Korsel di Olimpiade

Sebelum laga perempatfinal ini, Korsel memegang rekor dunia, sebagai negara yang berturut-turut mampu ikuti cabang olahraga sepakbola di 9 edisi Olimpiade. Setelah dikalahkan Indonesia, rekor tersebut terhenti karena hanya 3+1 wakil dari Asia berhak berpartisipasi di Olimpiade 2024 Paris.

9. Rafael Struick Sukses Memecah "Keperawanan" Gawang Korsel

Dalam tiga laga fase grup, Korsel menyapu bersih kemenangan atas UEA, Tiongkok dan Jepang. Gawang mereka yang dijaga secara bergantian oleh Baek Jong-bum serta Kim Jeong-Hoon juga belum pernah kebobolan.

Jadi, selama gelaran Piala Asia U-23 ini, hanya satu nama pemain yang berhasil memecah "keperawanan" Taeguk Warriors. Yakni Rafael Struick lewat lesakkan dua golnya sekaligus!

10. Rafael Struick Akan Absen di Semifinal

Namun demikian, Rafael Struick dipastikan absen pada laga semifinal (29/4/2024) nanti, dikarenakan akumulasi kartu kuning. Struick mendapat kartu kuning pertamanya di penghujung babak pertama melawan Yordania.

Sedangkan di laga kemarin, ia mendapatkan kartu kuning keduanya menit 20' saat mengganjal kapten Korsel Byun Jun-Soo. Struick paling tidak masih akan main lagi di sisa turnamen, karena hanya terkena skorsing satu laga. Di Final atau perebutan tempat ketiga, penyerang Jong Ado Den Haag bisa dimainkan lagi.

Terimakasih atas usaha kerasmu Struick, semoga laga Final bisa menjadi panggungmu selanjutnya!

11. Uzbekistan Diwaspadai Sebagai Pemangsa Negara Asean

Memang terlalu dini membahas siapa yang menjadi lawan Indonesia di laga semifinal. Hingga artikel dinaikkan, match antara Uzbekistan dan Arab Saudi belum dilangsungkan. Arab Saudi tentu menjadi salah satu unggulan juara turnamen ini, terlebih mereka adalah tim terproduktif dengan lesakkan 10 gol di fase grup. Abdullah Radif dan Aiman Yahya masing-masing cetak 3 gol.

Di sisi lain, ada Uzbekistan yang mampu menyapu bersih tiga laga fase grup. Dua tim diantaranya mereka libas adalah Malaysia (2-0) dan Vietnam (3-0). Ini menunjukkan bahwa tim asuhan Timur Kapadze bisa sangat berbahaya menghadapi perwakilan dari Asia Tenggara. Tapi, jangan lupa. Kita adalah Indonesia, giant-killer! 

12. Tiga Kesempatan Menuju Olimpiade 2024 Paris

Akhirnya, kita sudah bisa mulai menghitung peluang Indonesia menuju Olimpiade 2024 Paris. Kesempatan yang dipunyai sebanyak tiga laga, dan lebih baik dipenuhi pada waktu tercepatnya. Tiga tim terbaik Piala Asia U-23 berhak lolos otomatis, sedangkan peringkat empat akan melakukan playoff melawan wakil dari Afrika.

Kesempatan pertama adalah menang di semifinal melawan Uzbekistan atau Arab Saudi. Jika menang, maka Indonesia akan menyegel Final sebagai dua tim terbaik Piala Asia U-23 tahun 2024. Amin!

Kedua adalah jika kalah di semifinal, Timnas bisa menang di perebutan tempat ketiga. Berada di pot lainnya, Jepang sudah pastikan diri lolos semifinal. Sedangkan lawan Samurai Biru pada semifinal adalah pemenang antara Irak dan Vietnam.

Ketiga, jika masih gagal juga merebut tempat ketiga, maka akan ada playoff satu laga melawan Guinea sebagai perawkilan dari Afrika. Panpel Olimpiade 2024 Paris sudah menjadwalkan match ini diselenggarakan di Paris, 9 Mei 2024. 

Meski pasti tetap bisa ke Paris, semoga bukan untuk laga ini ya Timnas hadir! Menangkan laga semifinal dan buat Merah Putih pasti mengudara di Olimpiade 2024!

Salam olahraga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun