La Masia memang tidak pernah ada habisnya menghasilkan pemain muda berbakat dunia. Nama Lionel Messi memang masih bisa disebut sebagai produk terbaik yang pernah ada, tetapi akademi Barcelona ini seakan tidak mau puas begitu saja. Sesudah Pedri dan Gavi mendapatkan panggung di periode 2020-2022, kini mencuat nama pemain Timnas Spanyol berdarah Maroko, Lamine Yamal.
Lamine Yamal Nasraoui Ebana, adalah nama lengkap pemain kelahiran 13 Juli 2007 yang mulai menimba ilmu di La Masia pada tahun 2013. Di usia yang kini baru menginjak 16 tahun, Yamal sudah mengisi skuad Blaugrana sebanyak 36 kali, hingga artikel ini dinaikkan (27/2/2024).Â
Debut senior ia dapatkan pada musim lalu (2022/2023), saat Xavi Hernandez memasukkannya di menit ke 83'pada partai liga melawan Real Betis. Laga di jornada ke-32 ini dilangsungkan tanggal 29 April 2023, jadi Lamine Yamal menorehkan rekor sebagai pemain termuda yang bermain di La Liga di usia 15 tahun 290 hari!
Laga itu adalah satu-satunya partisipasi Yamal di lapangan saat Blaugrana meraih titel La Liga musim lalu. Selebihnya ada tiga laga ia duduk di bench, dan sisanya Xavi mengembalikannya lagi ke Barcelona U-19.
Dimulailah musim ini yang menempatkan nama Yamal sebagai salah satu pemain promosi ke Barcelona Senior. Ia mendapatkan "kelulusan" ini bersama dengan Marc Guiu, Hector Fort dan Pau Cubarsi. Beruntunglah para pemain ini karena Xavi HErnandez yang juga merupakan lulusan La Masia, sangat percaya kepada pemain-pemain muda.
Selain itu adala pula keuntungan tambahan bagi Yamal dkk, bahwa Barcelona sedang dililit masalah finansial. Jadi tidak akan memungkinkan bagi Blaugrana untuk mendatangkan pemain sekaliber Antoine Griezmann, Philippe Coutinho dan Ousmane Dembele lagi. Â
Xavi Hernandez sebenarnya memproyeksikan Yamal sebagai super-sub di musim ini, sama seperti Lionel Messi di era trio Ronaldinho, Eto'o dan Thierry Henry. Namun cedera yang bolak-balik menimpa Raphinha dan Ferran Torres membuat Xavi mulai gemar mempercayainya sebagai starter sejak akhir tahun lalu.
Yamal pun membalas kepercayaan itu dengan baik, sehingga di usia 16 tahun ia sudah pecahkan rekor-rekor lainnya bersama Barcelona.Â
Gol Yamal ke gawang Granada pada 8 Oktober 2023 menahbiskannya sebagai pencetak gol termuda sepanjang sejarah La Liga. Ia saat itu berusia 16 tahun 87 hari, kalahkan rekor sebelumnya atas nama Fabrice Olinga (Malaga) yang berselisih 11 hari darinya.
Penampilan Lamine Yamal di Champions League musim ini juga menorehkan dua rekor atas namanya. Sebuah assist dalam kekalahan Barcelona 2-3 melawan Royal Antwerp, menuliskan nama Lamine Yamal sebagai pemain termuda yang "terlibat" dalam sebuah gol melalui assistnya.
Leg pertama 16 besar kontra Napoli minggu lalu (22/2/2024) yang berakhir imbang 1-1, juga menorehkan rekor baru di Eropa. Laga di Naples itu menahbiskan Lamine Yamal menjadi pemain termuda yang berlaga sebagai starter di fase gugur Champions League.
APA KEISTIMEWAAN LAMINE YAMAL?
Dengan usia yang begitu muda, di lapangan Lamine Yamal terlihat sangat dewasa. Ia tidak terlihat gugup ataupun over-reaction di lapangan. Usaha show-off khas pemain muda juga tidak dilakukannya, karena ia adalah pemain yang bertipe "pelayan" daripada finisher. Kemampuan dicisive-making nya yang bagus, membuat ia cetak lima gol dan tujuh assist bagi Barcelona di semua ajang.
Lamine Yamal yang bertinggi 1.78 meter ini merupakan pengguna kaki kiri aktif dengan seikit kemampuan menggunakan kaki kanannya. Ia berposisi sebagai penyerang sayap kanan, yang akan cenderung melakukan cut-in ke dalam untuk mengarahkan bola kepada penyerang ataupun langsung menceyak gol.
Gaya mainnya di lapangan yang cukup mirip dengan rekan setimnya Raphinha, Hakim Ziyech, dan Bukayo Saka. Namun ada satu nama yang sangat mendekati gaya bermainnya, Riyad Mahrez. Sama seperti Mahrez, Yamal mempunyai special-trick berupa fake-shoot yang sangat baik.
Fake shoot adalah gerakan berpura-pura menendang, yang sepersekian detik kemudian memindahkan bola ke sisi kaki yang lain. Dengan kaki kanan yang cukup bisa diandalkan, ada variasi dalam gaya bermain Yamal.Â
Kedewasaan Lamine Yamal dalam bermain akan sangat menentukan kariernya ke depan. Dengan memperbanyak bermain kolaborasi dua atau tiga pemain, ia akan semakin cepat menambah visi bermain di lapangan. Dan Barcelona adalah tempat terbaik untuk hal tersebut.
KARIER BERSAMA TIMNAS SPANYOL
Cukup mudah bagi Luis De La Fuente, pelatih Timnas Spanyol, untuk memboyong Lamine Yamal ke skuad senior. Banyak gembar-gembor yang memberitakan bahwa ini adalah upaya jangka pendek saja, agar Yamal tidak menyeberang ke Maroko. Seperti kita tahu prestasi Maroko tengah meroket dibandingkan Spanyol, dimana mereka berhasil menembus empat besar Piala Dunia 2022.
Xavi Hernandez pun mendukung hal tersebut, karena memang itulah tujuannya mempromosikan Yamal ke tim senior.
Gayung bersambut, di laga debut melawan Georgia pada kualifikasi EURO 2024 (8/9/2023), Lamine Yamal mencetak sebuah gol di menit ke 74' memanfaatkan umpan Nico Williams. Usia nya saat itu 16 tahun 56 hari.
Lamine Yamal memecahkan rekor lagi sebagai pemain termuda dan yang paling muda bermain bagi Timnas Spanyol, serta pemain termuda yang mencetak gol di sebuah laga kualifikasi EURO. Amat pantas kalau Yamal kini dinobatkan sebagai record-breaker!
De La Fuente akhirnya mulai memberikan kepercayaan kepadanya, dan secara kumulatif hingga sekarang sudah memberikan 4 caps pada Yamal. Yamal pun membalas kepercayaan ini dengan torehan dua gol.
Kedepan menyongsong EURO 2024, jika tidak ada aral melintang seperti cedera, tentu Yamal akan dibawa De La Fuente mentas di Jerman nanti. Posisi winger kanan menjadi garansi baginya dengan performa terkini, bersaing dengan rekan satu klubnya Ferran Torres.
CEDERA DAN PERBANDINGAN DENGAN MESSI
Tantangan terbesar lulusan La Masia paska era Lionel Messi selalu seputar pertanyaan, Apakah Lamine Yamal sehebat atau bahkan lebih hebat dengan Messi? Pertanyaan itu tampaknya tidak relevan lagi saat ini karena berbagai pertimbangan.
Pertama adalah kondisi Barcelona kini tidak sama seperti debut Messi di era Frank Rijkaard ataupun musim terbaik di saat Pep Guardiola menjadi manajer. Barcelona kini tengah menjadi salah satu tim ter-problematik dengan warisan masalah keuangan dari periode sebelumnya. Para pemain yang ada pun tentu kualitasnya tidak sebanding dengan era Ronaldinho dkk.
Biarlah Lamine Yamal dengan segala kedewasaannya dalam bermain, berkembang dan menemukan jati dirinya sendiri. Dengan dukungan dari pemain senior seperti Lewandowski, Gundogan dan Raphinha, ia akan menemukan timing dan positioning yang lebih baik lagi saat bermain.
Justru Barcelona lah yang harus banyak belajar dari kesalahan Messi-comparasion ini. Bojan Krkic, Gerard Deulofeu, Adama Traore hingga Xavi Simons adalah nama-nama yang tidak tahan dengan perbandingan ini dan memilih hijrah ke klub lainnya. Barcelona dituntut untuk lebih melindungi Yamal dengan tidak memberikan beban yang berlebih pula.
Overload justru dialami oleh Pedri dan Gavi, saat keduanya menyandang status sebagai best young player Ballon'dOr di masanya. Kedua pemain ini dimainkan hampir di setiap partai oleh Barcelona dan Timnas Spanyol, sehingga memberikan efek kelelahan otot yang luar biasa.
Pedri sudah alaminya musim lalu, sementara Gavi harus terpaksa mengubur mimpinya berlaga di EURO 2024 nanti karena terkena robek ACL. Permasalahan yang sama juga menimpa Ansu Fati yang setelah cedera panjang harus meredup kariernya, hingga dipinjamkan ke Brighton.
MASA DEPAN LAMINE YAMALÂ
Barcelona tetap adalah opsi terbaik bagi wonderkid yang dipagari klub dengan banderol 1 juta EURO ini. Tidak akan ada satu tim pun yang bisa menyentuh harga tersebut saat ini, kecuali Yamal sendiri yang alami penurunan performa.
Menjadi lulusan La Masia memanglah cukup tricky. Di satu sisi, bila berhasil menembus skuad utama Barcelona, pemain-pemain muda seakan berada di puncak dunia. Tapi di sisi lain, saat mereka meredup dan memang harus pindah klub, sangat jarang dari mereka yang berhasil.
Cesc Fabregas, Pedro Rodriguez dan kini Xavi Simons adalah sedikit yang berhasil dengan susah payah membangkitkan kariernya selepas dari Barcelona. Ini mengindikasikan bahwa "text-book" di La Masia tidak cukup akomodatif dengan klub-klub lainnya yang tidak bermain tiki-taka. Para pemain La Masia cenderung sulit beradaptasi dengan sistem baru. Ilaix Moriba, Riqui Puig dan Ansu Fati pun mengalaminya.
Jadi, apakah Lamine Yamal yang masih bersekolah ini bisa merubah status The Best Youngest Player menjadi The Best Player layaknya Messi? Jawabannya bisa Iya dan Tidak. Semuanya tergantung pada keinginan Lamine Yamal untuk tetap berkembang, jauh dari cedera, serta lingkungan yang mengakomodir talenta yang ia miliki.Â
Semoga EURO 2024 Jerman nanti menjadi salah satu bukti catatan karier yang cemerlang dari seorang Lamine Yamal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H