Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST. Tulisan lain bisa dibaca di https://www.kliksaja.id/author/33343/Greg-Satria

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Dimensi Part 1 (Smart Blood) - Separuh Jiwaku (002)

20 Februari 2024   20:00 Diperbarui: 20 Februari 2024   20:01 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masaki Kurosaki dalam anime Bleach sebagai interpretasi Mirna Harrisa. www.i.pinimg.com

"Bu.. Dem pulang! Ada makan?" Sepulang sekolah Demian masuk rumah dan nyelonong masuk ke kamarnya yang berada di ruang paling depan. 

"Ada. Sini ke belakang. O iya itu di kasurmu ada kipas angin Pak Harto. Katanya ga bisa noleh. Dia butuh malam ini, De." Ucap ibunya yang berada di ruang lain di belakang kamar Demian.

Ruang 3x5 meter itu selain ada kasur Bu Mirna Harrisa, juga ada satu meja kayu dan dua kursi plastik merah yang nampak usang. Kedua kursi itu tertata sejajar menghadap meja yang merapat ke tembok, tepat di sebelah kiri pintu kamar Bu Mirna.

"Iya Bu. Habis makan Aku selesaikan. Dibayar berapa?"

"Dua puluh ribu. Plus Ayam kecap ini." ucap Bu Mirna sembari mengambilkan sepiring nasi untuk anaknya tersebut.

Demian sudah terlihat berganti kaos dengan gambar "Luffy Fifth-Gear" di bagian depannya. 

"Ya ampun. Baju itu lagi. Barusan juga Ibu setrika, De."

"Iya gak papa, Bu. Besok Aku mau cetak selusin aja yang gambar ini."

"Huh.. Dasar.. Ayo sini duduk. Makan biar tambah pintar."

"Yee.. Kalau ga pintar, ga bisa masuk SMA 15 gratis, Bu."

"Iya, iya.. Ayo makan."

Selepas makan hanya beberapa suap, Demian menyodorkan mangkok yang berisi setengah potong ayam kecap tersebut pada ibunya.

"Ini buat Ibu saja. Setelah antar kipas Pak Harto, nanti Aku mau ke ITS temui saudara Bu Niken."

"Kamu jadinya pilih ITS, De?"

"Bukan Bu. Ini ada kerjaan tambahan jaga lab komputer. Semoga aja beneran tersedia."

"Bu Niken yang kasih?"

"Iya."

"Sungguh berhati malaikat Bu Niken itu, De. Jangan kecewakan dia."

"Iya Bu. Ibu banyak cerita tentang Bapak ke Bu Niken, ya?"

"Bapak yang mana nih? hehehe"

"Ibu masih aja bisa bercanda tentang ini. Masa mau bahas suami ibu yang sudah di kuburan 16 tahun lalu?"

"Jangan terlalu keras dengan mendiang Ayahmu, De. Kamu masih punya kakak yang punya darah dari Ibu juga."

"Nico lebih pilih tinggal di Flores, Bu. Jadi banyak yang akan urus dia. Sementara kita disini hanya berdua. Apalagi ibu juga harus transfusi darah tiga bulan sekali, tanpa ada yang mau tau."

"Nico janji mau bantu, De. Ibu juga ga mau terlalu bebanin kamu."

"Syukurlah kalau begitu. Nico sudah dapat kerja?"

"Semalam vidcall Ibu, katanya Senin depan sudah magang di Koperasi Kredit di Ende."

"Owhh.. Kirim sejuta ke Ibu saja sudah bagus."

"Ibu ga kasih target, De. Dia juga punya tanggung jawab jaga Opa mu disana."

"Opa nya Nico, Bu. Aku sudah ga punya kakek-nenek lagi sejak Nenek Ina wafat 5 tahun lalu."

"Dem, Ibu mohon jangan lupakan mereka kelak."

"Bagaimana bisa Aku lupa sama sebutan "Anak Haram" dari mereka, Bu? Ayolah, Bu. Jangan terlalu baik sama orang-orang yang sudah sakiti Ibu."

"Iya, Dem. Sudah kita tidak usah bahas terus masalah ini. Sudah habis air mata ibu. Pokoknya Ibu ngomong begitu, supaya kelak kamu merasa punya keluarga lain setelah Ibu tiada. Terutama Nico."

"Ibu jangan omong begitu. Kalau Nico, aku janji. Dia sudah minta maaf tahun lalu. Yang lain, kita lihat saja bagaimananya nanti."

"Ya sudah, cepat selesaikan kipas angin Pak Harto. Lumayan uangnya bisa kamu pakai buat naik Tayo ke ITS."

"Ya, Bu. Habiskan makannya. Darah ibu butuh banyak asupan tuh."

Demian berlalu ke luar kamar ibunya yang juga ruang makan keluarga itu, ia berbelok ke kanan, masuk ke kamar mandi kecil yang sejajar kamarnya dan juga kamar ibunya. Mencuci tangannya sejenak dengan sabun batang, ia lalu melihat cermin yang munculkan wajah rupawannya.

Wajah tirus berbentuk setengah octagon, rambut ikal berwarna hitam kering, messy mengumpul ke tengah, dengan potongan 1 milimeter menyelimuti bagian samping dan belakang kepalanya. Layaknya musuh Boruto yang bernama Kawaki.

Demian semakin mendekat ke cermin oval itu, ia melihat dalam-dalam ke matanya yang berwarna sedikit cokelat. Mata turunnya itu dipayungi oleh alis tebal atraktif dan bulu mata panjang. Di bawahnya ada hidung mancung yang ditumbuhi beberapa jerawat kecil berwarna merah.

Jari-jari tangan kanan Demian kini mengarah membasahi bibirnya, mengelapnya dengan handuk kecil berwarna putih yang menggantung di sebelah kanan cermin oval. Sambil mengecap lagi bibir tipisnya hingga kering, telunjuk kanannya turun ke dagu yang ditumbuhi beberapa rambut pendek, Ada luka samar yang menggaris vertikal sepanjang 2 sentimeter di dagu kanannya. Luka itu tampak jelas setelah Demian semakin mendekatkan lagi wajahnya ke cermin, karena bagian itu tidak dapat ditumbuhi rambut. 

"Harus cukur lagi nih malam ini." ujarnya lirih. 

Demian pun berbalik dan berjalan ke kiri di lorong satu-satunya pada rumah petak itu. Karena hanya ada 3 ruangan di dalam rumah, dua langkahnya sudah sampai lagi di depan pintu kamar ibunya. 

"Bu, nanti langsung istirahat saja. Kalau aku tidak di kamar, berarti aku sudah ke ITS."

"Hee.. emm" ucap Bu Mirna Harris yang menyendokkan nasi ayam kecap itu, dengan tangan kiri melakukan scrolling ke smartphone warna putihnya.

Demian membuat tiga langkah lagi yang membuatnya masuk ke kamar pribadinya. Ukurannya jauh lebih besar dari kamar ibunya, 5x5 meter. Jika melihat ke plafon atas yang berbeda warna, terlihat bahwa kamar ini hansil modifikasi tukang dengan menggabungkan kamar ukuran normal yang dipanjangkan hingga tembok terdepan rumah. 3x5 meter berwarna krem seperti kamar ibunya, sementara plafond biru muda 2x5 meter tampak seperti ruang tamu yang dilahap oleh imajinasi Demian Harris.

Berbeda dengan plafond yang tampak kurang terawat, tembok vertikal di kamar ini sangat terawat. Memadukan warna hitam, silver dan kuning, Demian memberikan kesan gelap di kamarnya menjadi terlihat glowing in the dark. Garis-garis silver dan kuning saling bertaut membentuk background futuristik di seluruh ruang itu.

Hanya ada dua meja dan satu kursi di ruangan itu. Meja persegi panjang berukuran 1.5x1 meter berlapiskan kaca tebal 5 milimeter berada di utara, berhimpitan dengan jendela satu-satunya yang berada di kamar itu. Di atasnya ada boks 15 liter transparan yang terlihat banyak perkakas elektronik. Demian membukar gordyn kuning di jendela tersebut, sedikit mengintip ke kanan dan ke kiri lewat jendela tersebut, berpangku pada meja operasinya.

Sementara meja satu lagi adalah meja belajar yang terletak di sebelah barat, berjejer dengan kasur lantai yang memanjang berukuran 1.2x2 meter. Tentu diatas kasur yang ditutupi sprei Gundam itu ada kipas angin pak Harto yang dalam posisi tertidur.

Meja belajar ini sebenarnya sangat sederhana, keluaran perusahaan furniture lokal berlogo mirip mobil Audi. Tapi di atasnya ada seperangkat komputer dan monitor yang supercanggih. Ada tiga layar monitor yang dipasang berhimpitan memanjang, sementara di dalam CPU yang berada di bawah monitor tengah, terlihat mengeluarkan warna LED biru, putih dan ungu dari dalamnya. 

Demian berucap "Open My Email."

Seketika CPU itu berdengung pelan, dan tiga monitor segera membuka interface Google Mail milik Demian. Demian lalu duduk di kursi gaming Rexus RGC 101 yang masih berbalut plastik lengkap sampai dudukannya. Ia membuka beberapa email dengan cepat, lalu menutup komputernya dengan mode sleep. Kemudian terlihat tulisan berjalan di tiga monitor yang total panjangnya 1.5 meter tersebut.

"Sabar De, tunggu umur 20 tahun baru boleh punya akun dunia maya. Percaya Ibu, Nak. Kamu separuh jiwa Ibu."

Demian lalu membuka laci di meja tersebut. Diambilnya pigura foto putih berukuran 4R yang diletakkan terbalik, di atas 3 buku berwarna gelap. Diputarnya pigura itu untuk dia pandangi sejenak, ada fotonya yang masih berusia 2 tahun digendong oleh Mirna Harrisa, dengan tangan kanan. Sementara tangan kiri ibunya menggandeng anak laki-laki berambut ikal yang berusia sekitar 6 tahun, Nicolas Kobe.

Demian memasukkan lagi pigura tersebut ke dalam laci, dan menutupnya. Ia kini merogoh di bawah meja komputernya dan mengambil satu carik sobekan kertas. Dua magnet yang menahan kertas tersebut tidak sengaja terjatuh. Ternyata Demian menyembunyikan selembar kertas itu dari siapapun, dengan menggunakan magnet yang sejajar dengan tempat tissue berbahan besi yang ada di meja nya. Sesudah memungut magnet yang terjatuh, ia menempelkannya di tempat tissue tersebut. Dibukanya kertas yang ia atur dalam 4 lipatan tersebut, ternyata potongan berita koran.

Surabaya, 1 Juni 2008

PEMBUNUHAN SUAMI OLEH SELINGKUHAN SEORANG BIDUAN SURABAYA.

Robertus Kobe, 44 tahun harus meregang nyawa di rumahnya sendiri, di daerah Lontar, Surabaya. Pelaku yang memukulnya hingga tewas dengan tangan kosong tersebut adalah Prabu Chandra. Prabu (30) diduga merupakan selingkuhan dari istri Robert, Mirna Kosasih (30) yang berpofesi sebagai penyanyi kafe. Atas kejadian ini Prabu harus mendekam di Penjara Sang Timur, Jalan Veteran, selama 20 tahun.

Beberapa saksi yang melihat kejadian ini mengakui adanya cek-cok di antara Robert dan Mirna tentang status anak yang baru setahun dilahirkan oleh Mirna. Di tengah perselisihan itu, muncul Prabu yang rumahnya tidak jauh dari rumah mereka berdua. Prabu yang dituduh Robert merupakan ayah dari anak Z (1 tahun) yang dilahirkan Mirna, segera membela wanita cantik tersebut hingga Robert harus meregang nyawanya.

Ada satu saksi lain yang berada tidak jauh dari lokasi menyebut ada 2 orang anggota TNI yang bertamu ke rumah Robert sebelum kejadian tersebut. Diduga mereka adalah orang yang akan.....(Bersambung ke hal. 20)

 

Demian lalu melipat lagi kertas itu sebanyak dua kali, mengambil 2 magnet-nya dan mengembalikan kertas tersebut di posisi awal di balik meja belajar.

Ia lalu berdiri dan mengambil kipas angin yang tergeletak di kasurnya, menangkatnya dan menggeletakkannya di "meja operasi" yang berada di dekat jendela. Ia pun segera mereparasi kipas angin putih biru tersebut.

Di sebelah kanannya, atau tepatnya di tembok sebelah timur yang sejajar dengan pintu, ternyata terlihat banyak sekali paket yang terbungkus dengan kardus atupun kantong plastik. 15 paket tersebut sepertinya merupakan barang elektronik yang sudah selesai direparasi oleh Demian Harris. Karena ada nama-nama yang melekat di setiap pembungkusnya, beserta tagihan yang lengkap ia tulis dalam selembar kertas nota.

- Greg, 20/2/24

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun