"Jangan terlalu keras dengan mendiang Ayahmu, De. Kamu masih punya kakak yang punya darah dari Ibu juga."
"Nico lebih pilih tinggal di Flores, Bu. Jadi banyak yang akan urus dia. Sementara kita disini hanya berdua. Apalagi ibu juga harus transfusi darah tiga bulan sekali, tanpa ada yang mau tau."
"Nico janji mau bantu, De. Ibu juga ga mau terlalu bebanin kamu."
"Syukurlah kalau begitu. Nico sudah dapat kerja?"
"Semalam vidcall Ibu, katanya Senin depan sudah magang di Koperasi Kredit di Ende."
"Owhh.. Kirim sejuta ke Ibu saja sudah bagus."
"Ibu ga kasih target, De. Dia juga punya tanggung jawab jaga Opa mu disana."
"Opa nya Nico, Bu. Aku sudah ga punya kakek-nenek lagi sejak Nenek Ina wafat 5 tahun lalu."
"Dem, Ibu mohon jangan lupakan mereka kelak."
"Bagaimana bisa Aku lupa sama sebutan "Anak Haram" dari mereka, Bu? Ayolah, Bu. Jangan terlalu baik sama orang-orang yang sudah sakiti Ibu."
"Iya, Dem. Sudah kita tidak usah bahas terus masalah ini. Sudah habis air mata ibu. Pokoknya Ibu ngomong begitu, supaya kelak kamu merasa punya keluarga lain setelah Ibu tiada. Terutama Nico."