Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Lulusan S2 Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP industri kreatif untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Hollywood Accounting", Mimpi Buruk Para Pelaku Film dan Animasi

18 Maret 2024   06:00 Diperbarui: 18 Maret 2024   06:15 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang Hollywood Accounting. Sumber: allocine.fr

b. Kesepakatan pembagian laba yang kompleks: Kesepakatan pembagian laba bisa sangat kompleks dan sulit dipahami, penuh dengan jargon dan istilah akuntansi yang tidak jelas. Hal ini menyulitkan aktor dan sutradara untuk melacak bagian keuntungan mereka. Studio sendiri telah memastikan diri untuk mendapatkan keuntungan dari kompleksitas ini, karena memudahkan untuk menentang atau menolak klaim keuntungannya.

c. Kurangnya transparansi: Studio tidak selalu terbuka mengenai praktek akuntansi mereka baik dari biaya operasional, distribusi, hingga marketing. Mereka mungkin tidak memberikan rincian rinci kepada pembuat film tentang bagaimana keuntungan dihitung. Kurangnya transparansi ini menyulitkan mereka yang ada dalam pembagian keuntungan untuk meminta pertanggungjawaban studio.

Ilustrasi pembuatan film. Sumber: tafensw.edu.au
Ilustrasi pembuatan film. Sumber: tafensw.edu.au

Hollywood Accounting dapat menyesatkan banyak pemangku kepentingan tentang kinerja keuangan sebuah film atau animasi. Hal ini memang mula-mula dapat mengakibatkan para investor memasukkan uang ke dalam sebuah film yang sebelumnya mereka yakini akan sukses secara finansial, namun meskipun film tersebut sukses di box office, pada akhirnya pengeluaran yang ada menghapus pendapatan, sehingga mengakibatkan kerugian finansial yang sangat besar. Hal ini membatasi potensi investor untuk berinvestasi kembali pada film-film baru, sehingga dapat mempertahankan kreativitas dalam industri film.

Mengapa praktek ini masih ada dan dibiarkan bertahun-tahun? Bukankah dengan banyaknya artis atau seniman yang menjadi korban mestinya ada pelarangan atas praktek ini? Pada kenyataannya praktek ini masih terjadi dan bahkan masih tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum karena faktor-faktor berikut.

1. Sudah Adanya Standar Strategi Pelaku Industri untuk Mitigasi

Merupakan hal yang sudah mendarah daging dalam industri film dimana aktor, sutradara, dan penulis di Hollywood dimana sering kali mereka menegosiasikan kontrak dan sudah umum mengetahui keberadaan Hollywood Accounting ini. 

Setiap kali terdapat perjanjian dengan sebuah studio besar, tim manajemen dari seniman dan artis ini sejak awal terbiasa mencoba menegosiasikan persyaratan yang lebih baik untuk memitigasi dampaknya, seperti mendapatkan potongan keuntungan dari laba kotor dibandingkan laba bersih.

Ilustrasi pembuatan film. Sumber: eps-production.com
Ilustrasi pembuatan film. Sumber: eps-production.com

2. Faktor Kompleksitas Dari Pembuatan Film itu Sendiri

Pembuatan film pada dasarnya melibatkan banyak aliran pendapatan dan pengeluaran, sehingga dalam sebuah proyek dari konsep, produksi, hingga rilis dan waktu peraupan keuntungan sulit untuk melacak seluruh biaya secara akurat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun