Mohon tunggu...
Gregorius SenoAji
Gregorius SenoAji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Adalah seorang yang menyukai film, buku fiksi dan biografi, serta kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Pandemi COVID: Menyiasati Sebuah Tragedi Menjadi Titik Balik

4 Oktober 2023   15:50 Diperbarui: 5 Oktober 2023   02:05 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Instagram @gregorisenoaji

Mulanya penulis mengaggap bahwa penugasan dari dosen merupakan itikad buruk terhadap mahasiswa, untuk melepas tanggung jawab perkuliahan kepada mahasiswa itu sendiri. Sehingga mahasiswa harus mempelajari materi -- materi secara autodidak. Namun hingga saat ini penulis merasa, bahwa dosen atau tenaga pengajar adalah "sebuah batako" bagi seorang mahasiswa. 

Banyak orang yang memiliki argumen, "belajar bukan dari perkuliahan, namun dari kehidupan sehari -- hari.". Namun penulis berani jamin mahasiswa tidak memiliki inisiatif dalam mencari sebuah ilmu pengetahuan, apabila tidak disuruh oleh seorang dosen. Hingga saat ini penulis sadar betul, betapa pentingnya pendidikan bagi perkembangan akal dan pikiran seseorang. Walaupun dikemas secara daring sekalipun.

  • Vaksin

Penulis merupakan seorang laki -- laki yang memiliki kekurangan, yakni obesitas pada tahun 2020 hingga 2021. Bahkan pada tahun tersebut, penulis memiliki bobot mencapai 130 Kg. Disamping itu, penulis juga memiliki risiko keturunan darah tinggi dan gula darah. Namun hal tersebut tidak membuat penulis risau ataupun cemas dengan keadaannya. Hal terbodoh yang pernah penulis katakana adalah "aku nyaman dengan tubuhku kini, jangan usik kehidupanku !". Namun ketika penulis mengingat -- ingat momen tersebut, penulis merasa kasihan pada dirinya sendiri.

Sumber : Pribadi
Sumber : Pribadi

Penulis sangat bersyukur momen tersebut tidak berlangsung lama. Pada tahun 2021 ketika vaksinasi pertama di distribusikan di Indonesia, saya mendapatkan teguran dari tenaga keseatan yang bertugas melayani vaksinasi. Para petugas heran dengan bobot saya yang mencapai 130 Kg dan tensi mencapai 180/70 mmHg. Karena keadaan tersebut penulis mendapatkan banyak masukan dari pada tenaga kesehatan untuk memperbaiki pola hidup. 

Namun seperti yang penulis sampaikan di awal, bahwa penulis pada saat itu masih bebal dan akhirnya tidak mempedulikan anjuran pada tenaga kesehatan tersebut. Namun pada bulan Agustus 2021 terjadi dua momen yang membuat penulis sadar akan pola hidupnya. Pertama adalah pemerintah menyatakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada masyarakat Indonesia, karena varian terbaru dari COVID -- 19 telah masuk di Indonesia. Membuat seluruh masyarakat Indonesia termasuk penulis, harus terdiam di dalam rumah kembali. 

Momen kedua adalah momen dimana role model penulis, yaitu Deddy Corbuzier terserang COVID -- 19 sekaligus Badai Sitokin (kompas.com). Sosok yang penulis anggap sebagai seorang yang sehat di Indonesia, dapat terpapar COVID -- 19, bahkan terserang Badai Sitokin. Hal tersebut membuat penulis mulai takut dan perlahan memperbaiki pola hidup. Mula -- mula penulis mengurangi makan dan melakukan olahraga ringan di rumah, kemudian berlanjut ke pengurangan makan dan menambahkan tingkatan olahraga tiap bulannya.

Hal yang penulis rasakan setelah rutin mengganti pola hidup adalah tubuh yang semakin vit dan ringan. Penulis sudah tidak memiliki nafas yang berat dan tidak  lagi kesulitan berjalan. Bahkan pada tahun 2022 kemarin, penulis berhasil menurunkan berat badan hingga 85 Kg. Ditahun yang sama, penulis kembali menjalani vaksinasi tahap ketiga (3) dan penulis sangat bersyukur, tensi darah penulis kini menjadi 125/80 mmHg.

Penulis menyadari bahwa titik balik dapat di dapatkan dari mana saja dan kapan saja. Bahkan pada masa pandemi sekalipun. Banyak hal yang pada mulanya menjadi hambatan penulis untuk berkembang menjadi lebih baik, diantaranya menganggap enteng orang lain, dan merasa dirinya adalah orang yang paling benar. Penulis menyadari bahwa pada saat itu penulis terperangkap dalam sebuah asumsi bahwa; diriku akan baik -- baik saja dan pasti akan banyak orang yang akan membantu ketika terpuruk. 

Pada dasarnya seseorang yang terbelenggu pada sebuah asumsi yang terlalu besar dalam hidupnya, akan membuat banyak orang tidak nyaman (Keagen, Robert and Lisa Laskow Lahey, 2001). Bahkan pada akhirnya penulis termakan akan asumsi yang dibuatnya sendiri. Namun penulis bersyukur bahwa dirinya dapat menyiasati hambatan -- hambatan tersebut, dan menjadi titik balik yang lebih baik untuk berkembang.

Penulis juga merasa dengan adanya kerja sama dan strategi di setiap lininya, akan mempermudah perkembangan dalam setiap individu yang tergabung dalam sebuah kelompok. Karena dengan pengelompokan tugas, sesuai dengan keahlian dan peminatannya, maka satu lini akan terukur pencapaiannya sehingga memperoleh hasil yang maksimal (Brooks, David,2012).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun