Di suatu sore yang hangat, aku dan kamu sedang berjalan – jalan di taman. Kamu terlihat cantik sore itu, baju pink, rok mini bermotif kotak – kotak berwarna Merah – biru, dan tas Mini yang kamu bawa sangat cocok dengan kulit putih mulusmu. Kamu terlihat cantik apa adanya tanpa make-up sekalipun.
“Makasih ya, Ren, kamu udah mau nemenin aku ke taman.” Katamu saat itu.
“Sama – Sama, Clarissa, santai aja.” Ucapku dengan tersenyum.
“Ih…, aku kan gak enak sama kamu....” Jawabmu dengan tersipu malu.
Segera setelah itu, kamu berkata “Eh, foto di situ yuk?". Kamu menawarkanku untuk Foto berdua di depan grafiti. Ungkapan itu seakan menjadi hal yang bisa membuatku pingsan, karena terlalu senang untuk diajak foto oleh seorang bidadari.
Kita pun berswafoto bersama. Setelahnya, kamu mengajakku untuk jalan – jalan. Sambil menikmati pemandangan indah, kamu mengingatkanku akan kenangan masa lalu, yang memalukan jika kuingat kembali.
” Aku jadi keinget waktu kita duduk bareng di kelas 6 SD. Kamu waktu itu gak berani ngomong sama aku, mau pinjem pulpen aja gak berani.” Katamu sambil tertawa puas.
“Ya, Namanya juga laki – laki, kalo ngomong ke cewek pasti malu – malu lah.” Seruku dengan sedikit kesal.
“Ih… jangan marah – marah atuh akang, kan emang kamu dulu kayak gitu.” Jawabmu sambil menahan tawa.
“Kamu dulu waktu duduk sama aku malah kayak orang gak tau malu, masa cewek duduk kakinya keatas, kayak preman aja.” Kataku membalasmu.
“Ya itukan dulu, emang dulu aku gak tau malu.” Balasmu, tak terima.
Ya memang, dulu kami memiliki sifat yang berbeda jauh. Aku dulu adalah orang yang pemalu, tidak percaya diri, dan aneh. Sedangkan kamu adalah orang yang hyperactive, suka mencoba hal baru, dan pintar. Lalu, semenjak kami duduk bersama, Aku pun lama – lama merubah sifatku itu. Karena apa? Ya, karena aku menyukaimu. Seorang bocah berumur 12 tahun yang melihat teman perempuannya yang sangat cantik dan berbakat lalu jatuh cinta padanya. Bahkan, sampai saat ini pun, bocah berumur 12 tahun itu bertumbuh menjadi seorang pria berumur 22 tahun yang masih tetap mencintainya.
*****
Berawal dari SD, aku jadi mencintaimu. Saat itu aku baru naik ke kelas 6 SD di suatu sekolah di Bogor. Aku menjadi orang yang minder saat itu karena aku berada di di kelas yang isinya orang – orang yang gaul. Orang orang yang memakai sepatu Branded yang hobi untuk berolahraga dan menjadi idaman para wanita. Sedangkan aku, cuma seorang bocah berkacamata yang gemar membaca buku. Pagi hari itu menjadi momen yang selalu ku ingat.
Saat aku masuk ke kelas, aku melihat 2 pasang meja dan kursi yang masih kosong di belakang. Karena aku orang yang pemalu, jadi aku menempati tempat duduk itu. Bel masuk berbunyi, dan aku masih sendiri di belakang. Lalu, aku melihatmu. Kamu datang dengan terburu – buru karena terlambat, kamu langsung duduk di sebelahku. Masih ku ingat saat itu, kamu mengenakan seragam merah putih, seragam hari Senin, dengan rambut yang terurai tak di kuncir, dan aroma mu…… aroma bunga mawar, sangat menggodaku saat itu.
“ha – halo, na – namaku Reno, siapa namamu?” Kataku waktu itu, berusaha memperkenalkan diri.
“Clarissa” Jawabmu, singkat.
“salam kenal, Clarissa”, Kataku sambil berusaha menutupi rasa maluku.
Memang, awal kita duduk bersama itu, kamu terkesan cuek. Namun, semakin lama, kamu semakin dekat denganku. Kamu jadi sering ngobrol, dan kita pun semakin dekat. Aku jadi merasa nyaman dengan mu, dan aku pun suka padamu.
*****
Kembali ke masa kini, kamu mengajakku untuk bermain petak umpet di taman. Suasana senja saat itu terasa sedikit lebih hangat dari biasanya. Kamu memilih untuk mengumpat dan aku yang mencarimu.
“Pokoknya siap gak siap aku bakal langsung cari kamu.” Kataku sambil menutup mataku di sebuah tiang lampu taman.
“Iya, cari aja aku kalau kamu bisa.” Katamu penuh percaya diri
“Bener yah? Kalau aku bisa nemuin kamu, kamu mau ngapain?” Kataku menantangmu
“Nanti aku bakal lakuin hal yang kamu mau deh.” Katamu saat itu.
“Hitungnya yang bener yah, 1 – 20 loh.” Katamu menambahkan
“Iya, aku mulai yah?” Jawabku, aku lalu memulai menghitung dari 1 – 20.
Setelah selesai menghitung, aku lalu mencarimu. Setelah 5 menit aku mencarimu, akhirnya aku menemukanmu, bersembunyi di balik semak – semak berbentuk hati. Hati itu seakan menjadi pengingat akan perasaanku kepadamu. Perasaanku tidak pernah berubah terhadapmu, aku akan selalu menyukaimu.
“Permintaanku ku tunda dulu yah? Bolehkan?” Tanya ku dengan memasang muka sok imut.
“Iya iya, boleh deh.” Katamu seakan terhipnotis oleh muka sok imutku.
“Nah gitu dong.” Kataku memasang senyum yang lebar.
“Aku capek nih, gimana kalau kita duduk di kursi itu aja?” Katamu sambil menunjuk kursi di bawah pohon Damar itu.
“Yaudah, ayo. Kasian tuan putri kecapekan.” Katamu mengejekmu
“Ih…… Kok aku malah di bilang tuan putri?!” Katamu dengan jengkel. Kamu lalu mencubitiku.
*****
Kami lalu duduk berduaan di bawah Pohon yang rindang itu. Suasana malam saat itu terasa lumayan dingin. Lampu – lampu taman menyinari jalanan di sekitar kami, dan lampion – lampion bermacam – macam motif mulai menghiasi taman. Kamu lalu bercerita tentang temanmu yang menyebalkan itu, si Sasa.
“Kamu tau gak sih? Sasa kalau di kampus ngeselin banget. Dia kerjaannya cuman nyontekin tugas temen doang, mana mintanya maksa lagi.” Katamu memasang muka kesalmu, yang malah terlihat imut di mataku.
“Udah, kamu kasih aja tugas mu itu ke dia. Tapi kamu ngasih kertasnya ke mulutnya aja, biar kapok sekalian.” Kataku memasang tampang pembunuh berantai
“Hush, enak aja si bos kalau ngomong. Tapi, waktu itu aku emang udah mau ngegituin dia sih.” Jawabmu dengan santai
“Yeee…… sama aja dong.” Kataku dengan sedikit kesal.
“Ya abis mau gimana, emang dia gak tau perjuangan kita bikin tugas sebanyak itu apa?! Terus dia cuman malak – malakin orang lagi.” Katanya dengan nada yang sedikit tinggi.
“Ih…….. Tuan putri marah nih. Ampun tuan putri…” Kataku sekali lagi meledekmu.
*****
Lalu, aku melanjutkan pembicaraan ku ke hal yang lebih serius. Ya, Kali ini aku akan memberanikan niatku untuk menembakmu. Aku ingin mengungkapkan perasaan yang ku kependam terhadapmu. Perasaan ini sudah lama ku nanti. “Apakah aku bisa melakukannya?” Tanyaku dalam hati. Pertama - tama, aku membelikanmu sebuah es krim rasa strawberi kesukaan mu. Aku lalu menghampirimu dengan membawakan dua es krim rasa strawberi untuk kita. Aku lalu memulai pembicaraanku.
“Kamu tau gak, kenapa seorang laki - laki itu malu - malu sama beberapa cewek?” Tanyaku padamu.
“Gak tau, kan aku bukan laki laki. Kamu gimana sih?” Katamu dengan tertawa kecil, sambil memakan es krim strawberi yang ku belikan untuk mu.
“Laki - laki yang malu - malu sama beberapa cewek itu biasanya karena ada perasaan sama teman ceweknya.” Kataku dengan perasaan gugup
Kamu lalu sedikit tersedak. Kamu lalu bertanya, “Maksud kamu?”
“Ya kalau laki - laki malu - malu sama temen ceweknya berarti dia suka sama temen ceweknya itu.” Kata ku sambil perlahan menjilat es krim milik ku.
“Owalah, terus kenapa?” Kata mu kebingungan.
“Ya sekarang kamu udah tau kan kenapa dulu aku malu - malu?” Kataku, singkat.
Kamu lalu berhenti menjilati es krim strawberi mu. Pipimu yang putih itu perlahan memerah. Aku lalu melihat ke arah matamu, kamu cantik sekali dengan perpaduan coklat kehitaman mu. Perlahan, aku mengumpulkan keberanian. Aku lalu mengatakannya kepadamu.
“Itu karena aku suka sama kamu, Clarissa. Semenjak kita duduk bareng di kelas enam SD, sampai sekarang. Bocah kelas enam SD itu masih sama sampai sekarang. Perasaan yang sudah ku pendam selama ini akhirnya bisa ku ungkapkan pada mu.” Kata ku dengan yakin.
“Ya, benar. Aku menyukaimu, sejak kelas enam.” Kata ku sekali lagi.
“Ih….. Kamu jangan bercanda deh. Aku beneran baper loh.”
“Ya, aku gak bohong. Sekarang, aku mau nanya sama kamu.” Kata ku perlahan.
Aku lalu melanjutkan kata - kata ku, “Kamu mau gak, jadi….. Pacarku?” Kata ku dengan rasa takut.
“A - aku” Kata mu dengan terbata - bata. Kamu lalu melanjutkan, “Juga mencintai…..mu”
Kata - kata itu seakan mengejutkan ku. Aku sungguh tak percaya akan jawaban mu. Aku sangat senang mendengarnya. Kamu lalu berkata
“Aku mau menjadi pacarmu, Ren” Katamu dengan tersenyum.
Lalu, aku memelukmu dengan erat. Aku lalu mengeluarkan air mata, Air mata kebahagiaan. Kamu juga memeluk ku erat, seakan pelukan itu tak ingin di lepaskan. Aku lalu melihat wajahmu, kamu tersenyum manis dengan tatapan bahagia itu. Kamu lalu berkata kepadaku
“Makasih ya, Sayang.”
*****
Aku lalu terbangun di suatu ruangan. Ruangan itu seperti kamar ICU. Aku terbangun oleh suara yang berisik. Suara itu berasal dari Elektrokardiogram yang merekam detak jantung seseorang yang berhenti. Aku lalu panik, dan aku melihat seseorang yang terbaring lemas di kasur putih itu. Ya, itu kamu. Kepalamu penuh darah, lututmu pun demikian, begitu pula dengan tanganmu. Di ruangan itu penuh dengan keluargamu, mereka menangisimu. Aku lalu menghampirimu, tetapi aku tidak bisa merasakan kaki kiri ku. Aku lalu melihat kearah kaki kiri ku, dan aku perlahan melihat kaki kiri ku di lapisi perban. Aku lalu menangisimu. Semua keluarga mu itu menyadarinya.
Aku tak kuasa menahan air mataku itu. Aku menangis sekeras - kerasnya. Aku meneriaki nama mu, badan ku sampai lemas karena nya. Orangtua mu berusaha menguatkanku, mereka juga berusaha merelakan kepergian mu itu. Clarissa, asalkan kau tau bahwa aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, namun kamu terlalu cepat untuk meninggalkan ku, tak tersisa. Yang tersisa dari mu hanyalah sebuah kenangan. Kenangan saat itu, Saat kita di taman sambil menikmati sebuah es krim strawberi kesukaan mu itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H