Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Susu, Sapi Perah dan Ikan Kaleng Kemasan dalam Program MBG dan MSG

19 November 2024   07:44 Diperbarui: 19 November 2024   09:32 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana pemanfaatan susu ikan, ikan kaleng, susu sapi impor,  dan sapi perah impor dari luar negeri hingga kini masih saja diperbincangkan. Ada pro dan kontra, terutama terkait bagaimana cara mendapatkannya.

Penyebabnya karena Pemerintah berencana untuk memanfaatkan produk-produk ini dalam kaitan dengan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Minum Susu Gratis (MSG)

Program MBG dan MSG  yang digulirkan oleh Pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka pada kampanye Pilpres 2024 masih saja hangat diperbincangkan. 

Dari berbagai berita yang mengemuka, perbincangan publik terhadap program ini bukan mengenai sasarannya tetapi lebih kepada menu makanan, khususnya bagi anak-anak sekolah yang menjadi salah satu sasaran program.

Sekedar untuk diingingat kembali bahwa  program MBG yang rencananya mulai diimplementasikan pada tahun 2025 nanti menyasar beberapa kelompok yang dianggap tepat untuk mendapatkan asupan gizi melalui program bantuan.

Kelompok pertama adalah anak-anak sekolah mulai dari Pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (SD/sederajat) dan pendidikan menengah (SMP dan SMA/SMK/sederajat). 

Kelompok kedua adalah anak-anak di bawah umur lima tahun (Balita). Kemudian sasaran lainnya adalah dari kelompok ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui (busui). 

Sasaran penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Minum Susu Gratis (MSG) nampaknya sudah dianggap tepat. Tidak ada yang menmpersoalkannya. 

Sementara yang masih banyak diperbincangkan dan menimbulkan pro dan kontra adalah soal menu makanan dan sumber anggaran untuk mengeksekusi mega proyek tersebut.

Setelah dikalkulasi kuantitas dan kandungan gizi dalam setiap porsi makanan, disinyalir kalau kebutuhan produk tersebut tidak bisa dicukupi dari dalam negeri saja.

Dari situ, muncullah alternatif-alternatif untuk mencukupinya, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun membuka kran impor.

Susu ikan diwacanakan masuk dalam program MBG dan MSG namun belum diketuk palu oleh Pemerintah (fok foto: Kemekop UKM via kompas.com)
Susu ikan diwacanakan masuk dalam program MBG dan MSG namun belum diketuk palu oleh Pemerintah (fok foto: Kemekop UKM via kompas.com)

Setidaknya ada 4 produk olahan makanan dan sumber pangan yang direncanakan untuk diikutsertakan dalam Program MBG terutama bagi anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di sekolah.

1. Susu sapi impor

Merujuk penjelasan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Agung Suganda seperti dirilis 10 Oktober 2024 oleh detik.com, persentase kebutuhan susu terbesar dipenuhi dari impor. 

Hingga kini, keperluan susu sapi di Indonesia mencapai 4,7 juta ton per tahun. Namun hanya sekitar 21 persen kebutuhan susu tersebut yang dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sisanya sebesar 79 persen diimpor.

Meskipun demikian, konsumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu hanya sekitar 16 kilogram per kapita per tahun. 

Angka ini termasuk terendah di Asia Tenggara dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 40 kilogram per kapita per tahun.

Sementara  Thailand sekitar 25-26 kilogram per kapita per tahun, dan Brunei Darussalam mencapai 120 kilogram per kapita per tahun.

Mengingat akan ada Program MBG dan MSG di tahun 2025 untuk kelompok sasaran yang ada, maka kebutuhan akan susu sapi tentunya akan meningkat.

Diperkirakan impor susu sapi akan bertambah untuk memenuhi Program MSG sebab kebutuhan susu sapi akan meningkat seiring implementasi program dimaksud.

Di dalam negeri sendiri, para peternak dan distributor susu sapi malahan merasa dinomorduakan. 

Kasus peternak Pasuruan dan Boyolali yang membuang susu sapinya, perlu diselesaikan dengan bijak.

Para peternak sapi perah meradang lantaran susu impor mendapatkan perlakukan istimewa, bebas pajak. 

Sedangkan susu sapi dalam negeri diberlakukan kuota sehingga mereka kebingungan untuk mencari pangsa pasar.

Terkait hal ini, Pemerintah hendaknya membereskan dahulu persoalan produk susu dan sapi perah dalam negeri terlebih dahulu sebelum membuka kran impor selebar-lebarnya.

2. Sapi perah impor

Quick Count dari Prabowo Subianto saat Pilpres 2024 telah mengemuka bahwa Indonesia harusnya mengimpor 1 juta ekor sapi perah guna memenuhi kebutuhan susu.

Menurut perhitungannya, jika sejuta sapi impor tersebut yang didatangkan secara bertahap dapat dirawat dengan baik dengan manajamen yang baik pula, maka Indonesia tak perlu impor susu sapi lagi.

Namun karena impor sapi perah didatangkan secara bertahap, maka swasembada susu sapi baru akan terpenuhi di akhir Pemerintahan Prabowo-Gibran, yaitu tahun 2029.

Lalu bagaimana dengan peternak sapi perah dalam negeri yang telah lama menekuni dunia sapi perah dan menjadi fondasi ekonomi keluarga mereka? 

Lagi-lagi, harus dibereskan terlebih dahulu. Memastikan bahwa susu sapi mereka terserap habis. 

Tentunya dengan mengambil jalan tengah yang menguntungkan peternak, distributor, dan industri susu sapi.

Program Minum Susu Gratis (MSG) sejatinya dapat mendorong peningkatan peternakan di Indonesia (dok foto: foodreview.co.id)
Program Minum Susu Gratis (MSG) sejatinya dapat mendorong peningkatan peternakan di Indonesia (dok foto: foodreview.co.id)

Jika tidak terselesaikan dengan baik, maka program mendatangkan sejuta sapi perah baru dengan tujuan memenuhi kebutuhan susu justri akan menambah runyam persoalan susu sapi di dalam negeri. 

3. Susu ikan

Wacana pemanfaatan susu ikan dalam Program MBG dan MSG juga pernah mencuat dan menimbulkan pro dan kontra.  Wacana ini sempat mencuat mejelang pelantikan Prabowo-Gibran.

Produksi susu ikan yang diklaim merupakan produk anak bangsa digadang-gadang dapat memenuhi kekurangan susu sapi dalam program MSG.

Akan tetapi banyak pakar yang menolak bahwa susu ikan itu tidak dapat disebut sebagai susu dan perannya tidak sama dengan susu sapi meskipun ada nutrisi tertentu yang ditambahkan dalam proses pembuatannya.

Sekalipun pernah viral dan diwacaanakan untuk menggantikan produk susu sapi, susu ikan ini pun belum ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu produk yang diikutsertakan dalam program MBG dan MSG.

4. Ikan kaleng kemasan

Ikan kaleng kemasan mengemuka ketika setelah dihitung-hitung, ikan segar dianggap tidak dapat menjangkau daerah-daerah tertentu. Sebab terkendala dengan infrastruktur jalan, cuaca, pengemasan, dan lain-lain.

Padahal, sebenarnya selama 10 tahun Pemerintahan Jokowi, daerah-daerah terisolir sudah dicoba untuk diperbaiki aksesnya terutama untuk jalan, transportasi, penerangan, dan internet.

Selain itu, sebenarnya Pemerintah juga dapat mendorong masyarakat untuk mengembangkan budidaya ikan air tawar. Di lain pihak, mempromosikan kandungan gizi ikan air tawar kepada konsumen yang disasar.

Pertanyaan yang perlu dijawab adalah sudahkan ikan-ikan segar produk nelayan Nusantara terserap habis di pasar, baik untuk konsumsi langsung maupun kebutuhan industri?

Ikan kaleng kemasan tinggi garam dan pengawet (dok foto: Thinkstock/digicomphoto via  cnnindonesia.com)
Ikan kaleng kemasan tinggi garam dan pengawet (dok foto: Thinkstock/digicomphoto via  cnnindonesia.com)

Intisari dari semua persoalan mengenai susu sapi, susu ikan, sapi perah, dan ikan kaleng adalah Pemerintah sebaiknya mengkaji keberadaaan produk-produk ini dengan serius sebelum mengambil keputusan.

Berikut tiga intisari yang perlu dipikirkan dalam memanfaatkan produk dalam negeri atau impor guna mendukung program yang ada.

Pertama, silakan impor asalkan produk di dalam negeri benar-benar terserap semuanya dan pengembangan tetap gencar dilakukan sehingga tidak menggantungkan diri pada impor.

Kedua, implementasi program tidak hanya membidik pemenuhan jangka 5 tahun sesuai umur pemerintahan, tetapi dipersipkan dan diperhitungkan keberlanjutannya.

Ketiga, sekalipun Indonesia terikat pasar bebas, produsen dalam negeri (petani, nelayan, peternak, pengrajin kecil, dan sebagainya) harusnya dilindungi dan mendapatkan perioritas istimewa, bukan memberi prioritas istimewa tersebut pada pengimpor.

Referensi:
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7581184/segini-kebutuhan-susu-buat-program-makan-bergizi-gratis-prabowo
https://nasional.kompas.com/read/2024/09/16/09134931/susu-ikan-bukan-susu-pemerintah-belum-ambil-keputusan-untuk-makan-bergizi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun