Mengikuti perhelatan pesta olahraga nasional, PON XXI Aceh-Sumut 2024 tanggal 9-20 September 2024, membuat warga pecinta olahraga terpaksa harus mengelus dada.
Kasus serius seperti pemukulan terhadap wasit yang memimpin pertandingan sepak bola Aceh versus Sulawesi Tengah dan keputusan wasit yang merugikan kontingen tertentu adalah salah satu contohnya.
Tak hanya itu, ketidaknyamanan kontingen karena makanan, transportasi dan akomodasi menjadi sesuatu yang ramai dikomplain selama berlangsungnya perhelatan olahraga terakbar di Indonesia ini.
Semua tontonan 'minus' tersebut membuat masyarakat turut prihatin. Sebab, pesta olahraga nasional ini bukanlah kali pertama diadakan, tetapi sudah kali yang ke-21.
Seharusnya, persiapan dan penyelenggaraan event ini lebih baik dari PON sebelumnya, bukan carut-marut dan mempertontonkan aksi pemukulan dan pemihakan wasit pada rombongan atau kontingen tertentu.
Tujuan Penyelenggaraan PON
Tujuan Pekan Olahraga Nasional (PON) telah ditetapkan dalam Undang Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005. Juga dalam PP Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Kejuaraan dan Pekan Olahraga.
Berdasarkan UU dan PP tersebut, maka PON memiliki tujuan penting sebagai berikut.
- Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa
- Menjaring bibit atlet potensial
- Meningkatkan prestasi olahraga
Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa
Sekilas menengok ke belakang untuk melihat sejarah pelaksanaan Pesta Olahraga Nasional terakbar di Indonesia ini. PON I diadakan pada tanggal 9-12 September 1948 di Solo, Jawa Tengah.Â
Saat itu, perhelatan PON dipenuhi dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, menjadi ajang kebanggaan Indonesia yang mampu melaksanakan event olahraga sebesar itu.
Padahal, Indonesia tengah berada dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaannya yang baru berusia 3 tahun. Indonesia bertekad membangun semangat nasionalisme melalui olahraga.
Dan PON pertama berhasil diselenggarakan oleh Organisasi bernama Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) yang dibentuk dua tahun sebelumnya.Â
Merujuk laman intisari.grid.id, perhelatan akbar ini sebenarnya dilakukan oleh Indonesia yang ingin mengikuti Olimpiade 1948 tetapi terbentur pada saat itu masih termasuk negara baru dan belum banyak diakui negara lain.
Dengan dana yang hanya Rp1.500,00 bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan event olahraga terbesar di tengah perjuangannya mempertahankan kemerdekaan.
Akan tetapi, kecilnya dana tidak menyurutkan semangat perjuangan para atlet untuk menjadi yang terbaik, namun tetap mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Menjaring bibit atlet potensial
Penyelenggaraan PON kemudian menjadi ajang penjaring bibit atlet potensial untuk dibina lebih lanjut dan menjadi wakil Indonesia dalam berbagai event olahraga internasional.
Atlet-atlet yang berprestasi di PON kemudian direkrut dan digembleng lebih intensif lagi dalam Pemusatan latihan atau masing-masing induk olahraga yang ada.
Penjaringan bibit atlet potensial ini diarahkan untuk mengikuti Sea Games (level Asia Tenggara), Asian Games (Pesta olahraga Asia), dan Olimpiade yang mana mempertemukan atlet pilihan dan seluruh negara.Â
Beberapa cabang olahraga sudah mampu menunjukkan penjaringan bibit atlet potensial yang kemudian mengharumkan nama Indonesia di event olahraga internasional.
Meningkatkan prestasi olahraga
Dalam setiap perhelatan PON, selalu muncul prestasi baru. Ada atlet daerah yang berhasil menjadi juara baru, bahkan memecahkan rekor nasional (rekornas).
Selain itu, para atlet yang berprestasi juga diberikan penghargaan khusus seperti bonus dan pekerjaan tetap sehingga mereka kemudian lebih fokus dalam menjalankan rutinitas latihan dan mengikuti event yang lebih tinggi.
Pergeseran Makna
Seiring bertambahnya usia PON, perhelatan pekan olahraga ini malahan mulai bergeser dari tujuannya. Persaingan antardaerah semakin kasat mata.
Persaingan yang dimaksud seringkali tidak sportif seperti motto para atlet yang selalu menjunjung tinggi sportifitas.Â
Persaingan tidak sehat, bahkan hingga perseteruan antarkontingen bisa terlihat dalam beberapa tindakan kasat mata berikut ini.
1. Nafsu tuan rumah menjadi juara umum
Tuan rumah selalu ingin menang, atau minimal menjadi deretan terdepan dalam urutan peringkat perolehan medali. Akibatnya, sering menempuh cara yang menguntungkan diri.
2. Pembajakan atlet
Atlet-atlet yang berprestasi seringkali dibajak oleh provinsi-provinsi yang kaya. Para atlet ini pun tergoda untuk berpindah provinsi lantaran tawaran yang lebih menggiurkan daripada provinsi asalnya.
3. Keputusan wasit yang kontroversial
Seringkali wasit menjadi salah satu biang kerok kericuhan. Wasit yang seharusnya menjadi hakim yang netral, tidak berpihak malahan membuat putusan yang kontroversial.
4. Boikot atau WO
Adanya boikot atau walk over (WO) seringkali terjadi karena keputusan wasit yang kontroversial. Contoh kasus, kesebelasan Sulawesi Tengah lakukan aksi WO karena menganggap wasit tidak netral.
Perlu ReformasiÂ
Saat ini, secara jujur perlu diakui bahwa cita-cita luhur PON di awal mula sudah mengalami pergeseran. Pesta olahraga ini berubah menjadi ajang unjuk diri secara kedaerahan.
Ya, egoisme daerah semakin mencuat, sekadar ingin mengumpulkan kepingan medali sebanyak-banyaknya.
Jika ini tidak direformasi secara serius, maka prestasi olahraga Indonesia akan tertinggal jauh dari bangsa dan negara lain. Tak hanya di tingkat Olimpiade, tetapi semakin terpuruk di Asian Games dan Sea Games.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)Â harusnya mengevaluasi pelaksanaan PON sehingga berjalan sesuai dengan visi dan misi yang telah dicanangkan.
Komite Olahraga Nasional (KONI) Pusat harus bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan menentukan cabang olahraga mana yang perlu diikutsertakan dalam PON.
Sebaiknya mengurangi Cabor yang tidak dipertandingkan di event SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade sehingga lebih fokus dan pembinaan bibit atlet berkelanjutan dengan sasaran yang lebih jauh.
Peran tuan rumah juga harus dibatasi dalam menentukan cabor yang diselenggarakan dalam PON. Dengan demikian, KONI pusat berperan sebagai 'fasilitator' olahraga yang adil dan bijaksana.
KONI daerah sebaiknya meningkatkan event pertandingan di daerah. Bila perlu mengundang atlet dari daerah lain sehingga ajang pembinaan berbagai cabor di daerah semakin baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H