Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

6 Kiat Sukses Berjualan Kripik Singkong ala Pasangan Suami Istri Sarwono dan Purwati

1 Agustus 2023   05:00 Diperbarui: 3 Agustus 2023   00:43 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kebutuhan hidup seseorang atau keluarga hanya dapat tercukupi dengan cara berusaha, belajar dan bekerja", ucap Sarwono.

Pria berkulit sawo matang ini berpendapat bahwa hanya dengan cara tersebut, keperluan hidup dapat tercukupi.

Pendapat tersebut diamini sang istri, Purwati saat mendapatkan kunjungan penulis beberapa hari lalu.

Pasangan suami istri ini adalah penjual kripik singkong. Mereka berdomisili di RT 2, Dusun Tebat Kangkung.

Tebat Kangkung adalah salah satu dusun yang termasuk dalam Kampung (desa) Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Alat potong/iris singkong (dokpri)
Alat potong/iris singkong (dokpri)

Sehari-hari, pasangan yang telah dikarunia 3 anak ini berjualan kripik singkong. Ada dua varian, original dan manis pedas.

Cara berjualan pun sederhana saja. Dagangannya dijual putus di kios/warung yang ada di sekitarnya. 

Beberapa pelanggan berlokasi di Kampung Gunung Batu, Tiuh Balak, Tiub Balak Pasar, Bhakti Negara, Setia Negara dan langganan lain.

Jual putus artinya warung atau kios langsung membeli produk kripik begitu tiba di sana. Tidak ada sistem titip, laku baru setor uangnya.

"Banyak sih yang minta bayar di belakang setelah kripiknya terjual, namun kami tidak mau", kata Sarwono sambil mengulum senyum.

"Kalau pakai sistem titip, kami tak punya modal besar untuk beli bahan mentah tiap hari", timpal sang istri sambil menyilakan penulis dan 2 teman untuk mencicipi kripik manis pedasnya.

Produk kripik singkong manis pedas dalam kemasan plastik sederhana (dokpri)
Produk kripik singkong manis pedas dalam kemasan plastik sederhana (dokpri)

Usaha kripik singkong ini baru ditekuni pada tahun 2019. Peralatan yang dimiliki pun masih sederhana.

Ada penggorengan besar lengkap dengan sutel dan peniris. Juga wadah untuk menampung irisan singkong mentah dan produk kripik matang. 

Kripik digoreng dengan memanfaatkan tungku api. Bahan bakar utama dari kayu karet yang mudah diperoleh di sekitar.

Bahan utama untuk produksi kripik adalah singkong. Sehari, pasangan ini menghabiskan 50 kg singkong mentah untuk menggoreng kripik.

Harga singkong mentah adalah Rp 5.000 per kg. Pengeluaran minimal untuk membeli 50kg singkong adalah Rp 250.000.

Biaya ini belum termasuk bahan lain seperti minyak goreng, garam dan cabai. Termasuk kemasan plastik.

Dalam hitungan cepat, Sarwono mengaku meraup pendapatan kotor sebesar Rp 600.000 per hari.

Keuntungan bersih sekira Rp 250.000 setelah dipotong biaya operasional, termasuk BBM motor. 

Agar mengurangi pembelian bahan utama berupa singkong, kini sepasang suami istri ini juga bertanam singkong di kebun mereka yang luasnya seperempat hektar. 

Pasangan Sarwomo Purwati menanam singkong di kebun untuk mengurangi biaya pembelian bahan utama (dokpri)
Pasangan Sarwomo Purwati menanam singkong di kebun untuk mengurangi biaya pembelian bahan utama (dokpri)

Kiat Bertahan dengan Usaha Kripik Singkong

Lalu mengapa Sarwono dan Purwati masih bertahan sekalipun banyak saingannya? 

Ternyata mereka punya 6 prinsip yang dijalankan selama ini. Poin-poin ini dapat juga dicontoh oleh pasangan yang ingin membangun usaha kecil yang dikendalikan dari rumah. 

Berikut keenam prinsip dimaksud:

1. Pantang menyerah

Prinsip pertama yang dianut pasangan ini adalah pantang menyerah. Menurut mereka, semua usaha itu ada risikonya.

Usaha selalu ada faktor berhasil dan gagal. Jika berhasil, maka harus dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Apabila gagal, maka perlu cari tahu penyebab kegagalan itu. Lalu bangkit untuk berusaha lagi. 

2. Menjaga kepercayaan pelanggan

"Jujur dan tidak mengecewakan pelanggan adalah kewajiban penjual", kata Sarwono. 

Menurutnya, sekali membuat pembeli kecewa dan tidak percaya lagi maka mereka tak akan membeli produk kita.

"Alhamdullilah, hingga kini kami masih punya pelanggan setiap yang selalu membeli dagangan kami", sambung sang istri. 

3. Tidak menunda-nunda pekerjaan

Prinsip lain yang dilakukan adalah tidak menunda-nunda pekerjaan. Jika terbiasa menunda kerja maka usaha alan terbengkelai.

Sang pemilik kemudian mencontohkan, jika layu api habis atau menipis maka harus segera mencari dan menumpuk kayu bakat di rumah.

Apabila ditunda, maka sudah tentu tidak bisa menggoreng kripik karena kehabisan bahan bakar kayu.

4. Punya tujuan dan fokus

Usaha harus punya tujuan. Kalau tidak, modal pun akan habis terpakai untuk lebutuhan lain.

Selain itu, perlu fokus. Keinginan untuk membuat produk yang beraneka ragam tentu saja ada. Namun harus fokus agar bisa ditangani semuanya.

5. Tidak mengambil hanyak keuntungan

Salah satu prinsip yang tetap dipegang oleh Sarwono dan istri adalah tidak boleh mengambil untung yang terlalu banysk.

Sarwono menjual kripiknya dengan harga 10.000 per 13 bungkus. Dengan demikian, penjual di warung akan untung Rp 3.000 per 1 ikat.

6. Bersyukur atas rezeki yang ada

Hal terakhir yang menjadi roh dari usahanya adlaah bersyukur. Demikian Sarwono menyampaikan rahasia terakhir.

Menurutnya, jika tidak bersyukur maka sebesar apapun keuntungan kita, selalu akan merasa berkekurangan.

"Bersyukur membuat kita menikmati setiap rezeki yang diberikan Allah", kata Sarwoni di akhir diskusi ringan tersebut. 

Suami istri pengusaha kripik singkong rumahan bersama anak bungsu mereka (dokpri)
Suami istri pengusaha kripik singkong rumahan bersama anak bungsu mereka (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun