Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Artikel Utama

Rumah Teknologi RISHA, Asa di Tengah Tersendatnya Bantuan

4 Desember 2022   04:43 Diperbarui: 4 Desember 2022   17:12 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Distribusi bantuan yang tersendat, perlu komando aparat untuk dapat mendistribukannya (dok foto: IA ITB via kabaralam.com)

Rumah RISHA tahan gempa dan murah oleh Kementerian PUPR (dok foto: Kementerian PUPR via kompas.com)
Rumah RISHA tahan gempa dan murah oleh Kementerian PUPR (dok foto: Kementerian PUPR via kompas.com)

Tentu saja, data tersebut harus diverifikasi lagi. Bisa bertambah, atau berkurang. Namun jika komitmen pemerintah direalisasikan maka harusnya dibangun 34.103 unit rumah tipe 36 berteknologi RISHA seperti yang disampaikan oleh Menteri PUPR.

Bukan curiga tetapi hanya menyampaikan. Rumah berjumlah ratusan ribu itu, jangan sampai salah sasaran. Orang yang tak berhak, malahan yang memperolehnya. Sementara mereka yang memang rumahnya rusak berat dan rusak sedang tak mendapatkannya.

Tak bermaksud pula untuk menuduh sebelum terbukti, tetapi hanya mewanti-wanti sebagai rakyat biasa. Jangan sampai juga pembangunan kembali rumah-rumah itu menjadi mangkrak, karena dananya dialihkan untuk kepentingan pribadi, oleh oknum tertentu yang dipercaya untuk mengerjakan proyek ini. Jangan sampai proyek baru ini kemudian menambah deretan orang menggunakan baju berwarna oranye.

Butuh Komitmen Bersama

Memulihkan kerusakan akibat bencana alam, termasuk gempa bumi memerlukan waktu yang cukup lama. Tak hanya memperbaiki fisik. Tetapi memulihkan trauma masyarakat. Kesedihan akibat meninggalnya keluarga, luka-luka dan kehilangan harta milik.

Distribusi bantuan yang tersendat, perlu komando aparat untuk dapat mendistribukannya (dok foto: IA ITB via kabaralam.com)
Distribusi bantuan yang tersendat, perlu komando aparat untuk dapat mendistribukannya (dok foto: IA ITB via kabaralam.com)

Memulihkan trauma itulah yang paling sulit dan memerlukan waktu yang lama. Para donatur bencana, juga perlu memikirkan psikologis para korban. Memberi bantuan tanpa terlalu banyak membuat mempublikasikan diri. Apalagi memasang spanduk besar-besar di base camp.

Juga memastikan, bantuan barang tidak merugikan penerima manfaat, apalagi berpeluang untuk dibuat isu berkaitan dengan agama. Biarlah, bantuan kemanusiaan itu memang tujuan untuk kemanusiaan tanpa embel-embel lain.

Para korban, juga perlu bekerja sama dengan baik. Tak mudah terpancing isu-isu yang merugikan diri. Tak cepat-cepat melakukan tindakan pencegatan manakala bantuan belum diperoleh. Sebaiknya, berkoordinasi melalui lembaga desa setempat, agar pengajuan bantuan sekaligus distribusi bantuan dapat berjalan dengan tertib dan lancar.

Lancar tidaknya logistik, tergantung pada kerja sama yang baik antara yang menerima dan memberi bantuan. Jika terjalin rasa saling percaya, maka peluang provokator untuk masuk tak akan terjadi. Kerja sama yang apik, tidak akan memberi peluang kepada oknum-oknum yang mencegat dan mengambil paksa logistik sebelum sampai pada tujuan.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun