Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Banjir Buah Impor di Lapak Pinggir Jalan dan Persaingan Buah Lokal Kita

7 Oktober 2022   11:19 Diperbarui: 8 Oktober 2022   09:51 1665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampanye cintai buah Nusantara di Car Free Day Sarinah Thamrin, Jakpus (Dokumentasi Foto: Kompas.com/Pramdia Arhando Julianto)

Jika dahulu buah impor hanya menghiasi super market, maka sekarang tidaklah demikian. Buah yang didatangkan dari negara lain ini pun kini membanjiri lapak buah di pinggir jalan. 

Buah impor lebih diminati pembeli sekalipun ada buah lokal yang dijejerkan berdampingan. 

Sering kali saya bertanya dalam hati, apakah ini melulu terkait dengan selera konsumen? Ataukah ada faktor lain yang menyebabkan pilihan konsumen dijatuhkan pada buah impor yang nangkring di pinggir jalan?

Kita dapat membeli buah di super market atau toko buah. Juga di pasar tradisional dan lapak pinggir jalan. Ada dua model penjualan buah di lapak pinggir jalan. Yang satunya membuat semacam tenda darurat lalu menyusun barang dagangannya. 

Satunya lagi, menggunakan mobil terbuka, pick up. Alasannya, mudah berpindah tempat dan ketika ada penertiban pedagang pinggir jalan, tinggal hidupkan mobil dan tancap gas.

Manfaat buah-buahan sangat banyak bagi tubuh kita. Kemenkes RI menyajikan faedah utamanya adalah sebagai sumber vitamin. Juga sebagai sumber air dan gizi penting yang tidak boleh diabaikan. 

Buah terbukti untuk mencegah penyakit tertentu dan sumber antioksidan alami yang tersedia cukup banyak di alam. Dan tentu saja, tak kalah pentingnya adalah sebagai obat luar tubuh.

Manfaat buah-buahan bagi tubuh kita (Dokumentasi foto: Kemenkes RI)
Manfaat buah-buahan bagi tubuh kita (Dokumentasi foto: Kemenkes RI)

Manfaat-manfaat tersebut di atas, dapat kita temui dalam buah lokal Nusantara kita. Rambutan, manggis, jeruk, mangga, apel, sawo, jambu, belimbing, dan lainnya.

Buah Lokal Kita Disukai Ekspatriat

Atasan langsung saya, seorang ibu berkebangsaan Belgia. Beliau seorang ekspatriat  yang sudah belasan tahun menetap di Indonesia terkait dengan pekerjaannya. Dari sekian banyak makanan tropis yang tersedia di Indonesia, Ia paling suka dengan aneka buah Nusantara kita.

Ia akan komplain dan menunjukkan ekspresi ketidaksukaan, kadang sedikit disisipi mimik 'mengejek' jikalau dihidangkan buah-buahan impor padanya. 

"Saya heran Greg, you punya buah baaaanyak sekali. Rasanya juga e...nak sekali. Tetapi kenapa kamu orang di sini cari yang impor?" Demikian celotehnya.

Sebagai orang yang melakoni kegiatan bertani, beternak dan memelihara ikan dengan tujuan swasembada pangan komunitas, saya selalu menjadi sasaran tembak.

Mengajarkan anak mengkonsumsi buah lokal di sekitar kita agar terbiasa dengan produk buah lokal Nusantara (Dokumentasi foto pribadi)
Mengajarkan anak mengkonsumsi buah lokal di sekitar kita agar terbiasa dengan produk buah lokal Nusantara (Dokumentasi foto pribadi)

Lalu Ke Mana Buah Lokal Kita?

Buah lokal kita masih ada. Sering dijual berdampingan dengan buah impor. Bahkan pada waktu tertentu, jenis buah tertentu meruah dan dijual dengan harga yang murah sekali.

Ada beberapa faktor, yang menyebabkan konsumen memilih untuk membeli buah impor ketimbang buah lokal kita. Setidaknya, 5 hal berikut berkaitan dengan membanjirnya buah impor hingga ke lapak-lapak pinggir jalan.

Pertama, terkait perdagangan bebas

Membanjirnya buah-buahan impor hingga pinggir jalan, memang tak bisa disalahkan dengan dalih melindungi buah lokal kita. Come on, ekonomi global tak mampu menahan aliran barang dari berbagai belahan dunia lain. Proteksi tak mempan lagi. Lebih banyak pada tataran kebijkan yang sekedar basa-basi dalam dokumen.

Konsekuensi dari perdagangan bebas adalah tidak boleh ada diskriminasi antara produk impor dan ekspor. Yang menentukan adalah pembeli, bagaimana menjatuhkan pilihannya pada produk yang ia butuh atau sukai.

Data impor 10 buah oleh Indonesia yang sebagian besar diproduksi juga oleh Indonesia (Dokumentasi foto: tirto.id)
Data impor 10 buah oleh Indonesia yang sebagian besar diproduksi juga oleh Indonesia (Dokumentasi foto: tirto.id)

Kedua, terkait dengan musim

Kebanyakan buah lokal kita bersifat musiman. Saat musim rambutan, semua menjual rambutan. Lapaknya bersebelahan atau berhadapan. Musim jeruk, jualan jeruk. Musim semangka, ya semangka bertumpuk di pinggir jalan.

Di Kota Kupang misalnya. Semangka bertumpuk-tumpuk di pinggir jalan. Puncaknya, pada  bulan Juni-September. Setelah itu, menghilang. Penjualnya pun pergi dan baru muncul lagi di tahun berikutnya, saat tiba musim semangka.

Ketiga, ketersediaan stok

Di pasar Kota Kupang, hanya buah pisang yang ready stock sepanjang musim. Pepaya yang seharusnya juga tak kenal musim, menjadi berkurang terutama di musim penghujan. Sementara buah impor seperti jeruk dan apel asal negara Tirai Bambu, selalu ada di lapak-lapak. 

Di Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, buah-buahan impor ini mangkal di sana sepanjang musim. Sementara apel Manalagi Soe, jeruk keprok Soe, dan advokad Soe yang enak itu hanya bertahan sekira 2 bulan. Lalu menghilang karena buahnya tiada lagi. Stok di kebun kosong.

Keempat, terkait dengan harga

Harga berperan penting bagi seseorang untuk membeli buah. Tadinya mau membeli buah lokal, tetapi berubah pikiran setelah menanyakan buah di samping dan ternyata murah. Sudah murah, buah impor lagi. Mendingan beli yang impor dan murah.

Di lapak pinggir jalan Kota Soe, satu tumpuk jeruk keprok Soe yang berkualitas dihargai dengan Rp 25.000 yang mana satu tumpuk berisi 3-4 buah. Sementara jeruk impor dari China dijual dengan harga Rp 5.000 per buah. 

Apel dan jeruk impor dijejer bersama produk non buah di lapak pinggir jalan Kota Soe, TTS, NTT (Dokumentasi pribadi)
Apel dan jeruk impor dijejer bersama produk non buah di lapak pinggir jalan Kota Soe, TTS, NTT (Dokumentasi pribadi)

Last but not least, selera

Selera, tak dipungkiri sebagai faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pembeli. Namun selera terbentuk juga karena berawal dari coba-coba, lalu keterusan karena jatuh hati dan atau karena keenakan.

Jadilah si pembeli memutuskan untuk membeli produk tersebut. Apalagi, selalu ready stock dan tidak musiman. Selalu tersedia, setiap kali dibutuhkan.

Mari Makan Buah Lokal Nusantara

Pemerintah Indonesia, tak bosan-bosannya memikirkan strategi agar buah lokal Nusantara tidak kalah di kandangnya sendiri. Salah satu ajakan yang biasa dilakukan, adalah kampanye makan buah lokal Nusantara.

Gerakan yang disponsori para pejabat, layaknya diikuti oleh warga. Dan promosi yang baik, juga harusnya diikuti dalam praktik sehari-hari dalam perilaku konsumsi pejabat. Jangan hanya promosi, dipotret dan diberitakan lalu saat di rumah, tak makan buah lokal. Yang disentuh hanya yang berlabel import.

Kampanye cintai buah Nusantara di Car Free Day Sarinah Thamrin, Jakpus (Dokumentasi Foto: Kompas.com/Pramdia Arhando Julianto)
Kampanye cintai buah Nusantara di Car Free Day Sarinah Thamrin, Jakpus (Dokumentasi Foto: Kompas.com/Pramdia Arhando Julianto)

Selain kampanye gerakan makan buah lokal Nusantara, perbaikan tampilan buahnya pun harus dilakukan. Lihatlah apel impor atau jeruk impor. Dikemas dengan baik sekalipun dijual di lapak pinggir jalan. Sementara buah-buahan kita, ditumpuk begitu saja secara gelondongan. Bahkan ada bagian yang busuk kena tindih.

Hal lain yang perlu diperhatikan, adalah perbaikan kualitas. Termasuk di dalamnya, adalah penentuan panen yang tepat. Tidak panen buah sebelum tua lalu mengunakan teknik peram untuk membuat buah menjadi matang yang daging buahnya terasa asam.

Salah satu kendala teknis pertanian, buah tropis kebanyakan bersifat musiman. Musim rambutan atau musim durian. Namun penggunaan teknologi pertanian yang baik, bisa memaksa pohon buah-buahan untuk berbuah di luar musimnya telah dilakukan.

Beberapa rekayasa terhadap buah untuk berbuah di luar musimnya, juga dilakukan oleh Fakultas Pertanian IPB seperti dilansir oleh republika.co.id, beberapa buah telah berhasil direkayasa oleh Prof. Slamet Susanto dan timnya agar berbuah di luar musimnya. Di antaranya buah mangga, rambutan, durian, jeruk, dan jambu.

Buah durian ini telah direkayasa oleh Distan Kabupaten Buleleng, Bali untuk berbuah di luar musimnya (Dokumentasi foto: distan.bulelengkab.go.id)
Buah durian ini telah direkayasa oleh Distan Kabupaten Buleleng, Bali untuk berbuah di luar musimnya (Dokumentasi foto: distan.bulelengkab.go.id)

Semoga ke depannya, semakin banyak buah tropis Nusantara yang dapat direkayasa agar bisa berbuah sepanjang musim, guna menjamin ketersediaannya, dan mampu bersaing dengan buah impor  yang semakin membanjiri tanah air kita, INDONESIA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun