Jika dahulu buah impor hanya menghiasi super market, maka sekarang tidaklah demikian. Buah yang didatangkan dari negara lain ini pun kini membanjiri lapak buah di pinggir jalan.Â
Buah impor lebih diminati pembeli sekalipun ada buah lokal yang dijejerkan berdampingan.Â
Sering kali saya bertanya dalam hati, apakah ini melulu terkait dengan selera konsumen? Ataukah ada faktor lain yang menyebabkan pilihan konsumen dijatuhkan pada buah impor yang nangkring di pinggir jalan?
Kita dapat membeli buah di super market atau toko buah. Juga di pasar tradisional dan lapak pinggir jalan. Ada dua model penjualan buah di lapak pinggir jalan. Yang satunya membuat semacam tenda darurat lalu menyusun barang dagangannya.Â
Satunya lagi, menggunakan mobil terbuka, pick up. Alasannya, mudah berpindah tempat dan ketika ada penertiban pedagang pinggir jalan, tinggal hidupkan mobil dan tancap gas.
Manfaat buah-buahan sangat banyak bagi tubuh kita. Kemenkes RI menyajikan faedah utamanya adalah sebagai sumber vitamin. Juga sebagai sumber air dan gizi penting yang tidak boleh diabaikan.Â
Buah terbukti untuk mencegah penyakit tertentu dan sumber antioksidan alami yang tersedia cukup banyak di alam. Dan tentu saja, tak kalah pentingnya adalah sebagai obat luar tubuh.
Manfaat-manfaat tersebut di atas, dapat kita temui dalam buah lokal Nusantara kita. Rambutan, manggis, jeruk, mangga, apel, sawo, jambu, belimbing, dan lainnya.
Buah Lokal Kita Disukai Ekspatriat
Atasan langsung saya, seorang ibu berkebangsaan Belgia. Beliau seorang ekspatriat  yang sudah belasan tahun menetap di Indonesia terkait dengan pekerjaannya. Dari sekian banyak makanan tropis yang tersedia di Indonesia, Ia paling suka dengan aneka buah Nusantara kita.
Ia akan komplain dan menunjukkan ekspresi ketidaksukaan, kadang sedikit disisipi mimik 'mengejek' jikalau dihidangkan buah-buahan impor padanya.Â
"Saya heran Greg, you punya buah baaaanyak sekali. Rasanya juga e...nak sekali. Tetapi kenapa kamu orang di sini cari yang impor?" Demikian celotehnya.
Sebagai orang yang melakoni kegiatan bertani, beternak dan memelihara ikan dengan tujuan swasembada pangan komunitas, saya selalu menjadi sasaran tembak.
Lalu Ke Mana Buah Lokal Kita?
Buah lokal kita masih ada. Sering dijual berdampingan dengan buah impor. Bahkan pada waktu tertentu, jenis buah tertentu meruah dan dijual dengan harga yang murah sekali.
Ada beberapa faktor, yang menyebabkan konsumen memilih untuk membeli buah impor ketimbang buah lokal kita. Setidaknya, 5 hal berikut berkaitan dengan membanjirnya buah impor hingga ke lapak-lapak pinggir jalan.
Pertama, terkait perdagangan bebas
Membanjirnya buah-buahan impor hingga pinggir jalan, memang tak bisa disalahkan dengan dalih melindungi buah lokal kita. Come on, ekonomi global tak mampu menahan aliran barang dari berbagai belahan dunia lain. Proteksi tak mempan lagi. Lebih banyak pada tataran kebijkan yang sekedar basa-basi dalam dokumen.
Konsekuensi dari perdagangan bebas adalah tidak boleh ada diskriminasi antara produk impor dan ekspor. Yang menentukan adalah pembeli, bagaimana menjatuhkan pilihannya pada produk yang ia butuh atau sukai.
Kedua, terkait dengan musim
Kebanyakan buah lokal kita bersifat musiman. Saat musim rambutan, semua menjual rambutan. Lapaknya bersebelahan atau berhadapan. Musim jeruk, jualan jeruk. Musim semangka, ya semangka bertumpuk di pinggir jalan.
Di Kota Kupang misalnya. Semangka bertumpuk-tumpuk di pinggir jalan. Puncaknya, pada  bulan Juni-September. Setelah itu, menghilang. Penjualnya pun pergi dan baru muncul lagi di tahun berikutnya, saat tiba musim semangka.
Ketiga, ketersediaan stok
Di pasar Kota Kupang, hanya buah pisang yang ready stock sepanjang musim. Pepaya yang seharusnya juga tak kenal musim, menjadi berkurang terutama di musim penghujan. Sementara buah impor seperti jeruk dan apel asal negara Tirai Bambu, selalu ada di lapak-lapak.Â
Di Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, buah-buahan impor ini mangkal di sana sepanjang musim. Sementara apel Manalagi Soe, jeruk keprok Soe, dan advokad Soe yang enak itu hanya bertahan sekira 2 bulan. Lalu menghilang karena buahnya tiada lagi. Stok di kebun kosong.
Keempat, terkait dengan harga
Harga berperan penting bagi seseorang untuk membeli buah. Tadinya mau membeli buah lokal, tetapi berubah pikiran setelah menanyakan buah di samping dan ternyata murah. Sudah murah, buah impor lagi. Mendingan beli yang impor dan murah.
Di lapak pinggir jalan Kota Soe, satu tumpuk jeruk keprok Soe yang berkualitas dihargai dengan Rp 25.000 yang mana satu tumpuk berisi 3-4 buah. Sementara jeruk impor dari China dijual dengan harga Rp 5.000 per buah.Â
Last but not least, selera
Selera, tak dipungkiri sebagai faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pembeli. Namun selera terbentuk juga karena berawal dari coba-coba, lalu keterusan karena jatuh hati dan atau karena keenakan.
Jadilah si pembeli memutuskan untuk membeli produk tersebut. Apalagi, selalu ready stock dan tidak musiman. Selalu tersedia, setiap kali dibutuhkan.
Mari Makan Buah Lokal Nusantara
Pemerintah Indonesia, tak bosan-bosannya memikirkan strategi agar buah lokal Nusantara tidak kalah di kandangnya sendiri. Salah satu ajakan yang biasa dilakukan, adalah kampanye makan buah lokal Nusantara.
Gerakan yang disponsori para pejabat, layaknya diikuti oleh warga. Dan promosi yang baik, juga harusnya diikuti dalam praktik sehari-hari dalam perilaku konsumsi pejabat. Jangan hanya promosi, dipotret dan diberitakan lalu saat di rumah, tak makan buah lokal. Yang disentuh hanya yang berlabel import.
Selain kampanye gerakan makan buah lokal Nusantara, perbaikan tampilan buahnya pun harus dilakukan. Lihatlah apel impor atau jeruk impor. Dikemas dengan baik sekalipun dijual di lapak pinggir jalan. Sementara buah-buahan kita, ditumpuk begitu saja secara gelondongan. Bahkan ada bagian yang busuk kena tindih.
Hal lain yang perlu diperhatikan, adalah perbaikan kualitas. Termasuk di dalamnya, adalah penentuan panen yang tepat. Tidak panen buah sebelum tua lalu mengunakan teknik peram untuk membuat buah menjadi matang yang daging buahnya terasa asam.
Salah satu kendala teknis pertanian, buah tropis kebanyakan bersifat musiman. Musim rambutan atau musim durian. Namun penggunaan teknologi pertanian yang baik, bisa memaksa pohon buah-buahan untuk berbuah di luar musimnya telah dilakukan.
Beberapa rekayasa terhadap buah untuk berbuah di luar musimnya, juga dilakukan oleh Fakultas Pertanian IPB seperti dilansir oleh republika.co.id, beberapa buah telah berhasil direkayasa oleh Prof. Slamet Susanto dan timnya agar berbuah di luar musimnya. Di antaranya buah mangga, rambutan, durian, jeruk, dan jambu.
Semoga ke depannya, semakin banyak buah tropis Nusantara yang dapat direkayasa agar bisa berbuah sepanjang musim, guna menjamin ketersediaannya, dan mampu bersaing dengan buah impor  yang semakin membanjiri tanah air kita, INDONESIA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H