Lalu juru bicara pengantin perempuan akan membalas sapaan dan mempersilakan rombongan  masuk dan duduk di depan rumah. Setelah duduk, rombongan pembawa dulang pun bersiap-siap menyerahkan hantaran yang dibawa.
Dulang pertama, berisi lilin dan alkitab. Komponen ini merupakan inkulturasi ajaran kristen ke dalam budaya setempat.
Dulang kedua, berisi satu rangkai pinang mentah yang buahnya tak boleh copot. Di dalam dulang tersebut, ditambahkan lagi 100 buah pinang mentah dan 100 buah sirih buah plus 10 bungkus kapur sirih. Tak ketinggalan, 10 bungkus tembakau iris dan sebungkus rokok.
Dulang ketiga dan keempat, masing-masing berisi pakaian dalam dan pakaian luar perempuan, lengkap dengan sepasang sepatu. Sementara dulang ke-5 berisi gelang emas seberat 2 gram.
Dulang ke-6 berisi satu kain tenun laki-laki dan kemeja untuk ayah pengantin perempuan. Dan dulang terakhir, berisi satu kain tenun Biboki dan kebaya untuk ibundanya.
Masing-masing dulang, dibawa oleh seorang gadis dari mempelai pria. Seorang pria muda berjalan paling depan, memegang lilin dalam keadaan menyala untuk menerangi perjalanan. Tujuh gadis dari pengantin perempuan, akan maju satu persatu untuk menerima dulang hantaran dan  membawanya masuk ke dalam kamar pengantin.
17 Amplop untuk Terang Kampung, Belis dan PenghargaanÂ
Setelah hantaran disimpan, juru bicara pihak perempuan pun mempersilakan 7 perwakilan dari pihak pengantin pria untuk masuk ke dalam rumah. Tujuannya, untuk menyampaikan maksud sekali lagi, lalu menyerahkan 17 amplop sebagai syarat peminangan anak mereka.
Di dalam rumah pengantin perempuan, sudah menunggu orang tua, to'o alias paman, juru bicara dan beberapa tetua suku. Dialog dipandu langsung oleh Kepala Dusun.
Setelah menanyakan maksud dan tujuan, maka Kepala Dusun menanyakan kepada pihak pengantin perempuan, syarat-syarat apa saja yang telah ditentukan sebelumnya. Setiap kali ditanyakan, maka juru bicara pengantin pria akan mengambil amplop yang dimaksudkan.