Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Berwarna Hitam (Part - 5 END)

5 April 2019   16:31 Diperbarui: 5 April 2019   16:35 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto : pixabay.com

Apakah Vanita sudah membaca pesan itu?

 Cukup lama Vanita tak memperlihatkan diri. Aku pun masuk, karena cemas. Jangan sampai ia terpeleset di kamar mandi seperti Rosa atau malah keadaannya lebih buruk lagi.

Tapi begitu sampai di dapur yang sejurus dengan kamar mandi, Vanita terlihat berdiri membelakangiku.

"Huff, kukira kau jatuh di kamar mandi. Lantainya memang licin, karena aku sedang malas membersihkannya," kataku melangkah ke arahnya.

Yang terjadi selanjutnya sungguh tak kusangka. Vanita berbalik dan menodongkan pisau dapur tepat di depanku.

"Vani! Kau kenapa? Letakkan pisaunya di meja!" desakku ketakukan.

Wajah kekasihku itu tersenyum sinis, sorot matanya datar. Langkahnya perlahan mendekat dan aku perlahan menjauh.

"Kau tidak perlu berbohong lagi," katanya dengan nada dingin. "Aku sudah membaca pesan dari perempuan itu. Dia menyatakan cinta dan tinggal menunggu jawabanmu."

"Aku tidak ada perasaan apa pun padanya, jadi pertanyaan itu tidak perlu dijawab." Setenang mungkin aku menahan gemetar yang menjalar di tubuhku. Hanya perlu perhitungan yang tepat untuk mengambil alih pisau itu, aku tahu, karena dulu pernah mengalami kejadian yang sama.

"Benarkah?" Vanita tertawa mengejek. "Saat ini kau mungkin menjawab tidak, tapi nanti jawabanmu akan menjadi iya. Aku tidak ingin terluka lagi," katanya mengakhiri kalimat dengan langkah cepat.

Pisau itu lurus bergerak ke depan. Aku lihai menghindar dan sigap menangkap tangannya, berusaha melepaskan senjata itu. Ketika berhasil merebut benda tajam itu, tanpa perlu banyak bicara, aku berbalik dan menusukkannya ke tubuh Vanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun