Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Berwarna Hitam (Part - 2)

1 April 2019   11:24 Diperbarui: 1 April 2019   11:27 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa lagi?" keluhku menatapnya sambil menghela napas pendek.

"Kita harus bicara!" Vanita menjawab dengan intonasi suara yang meninggi, tak memedulikan beberapa pasang mata yang langsung memerhatikan kami.

"Tidak sekarang. Nanti!" kataku menekan nada dengan tegas.

"Tapi aku mau sekarang," ketusnya dengan suara rendah, sesekali memerhatikan orang-orang sekeliling. Mengingat saat itu belum waktunya masuk kantor.

"Aku tidak mau. Kalau kau masih berkeras, silakan ribut di sini," kataku mengambil sikap, menatap wajahnya dengan tegas, karena aku tak ingin dikendalikan.

Wajah Vanita memerah, amarahnya memuncak, apalagi setelah aku menolak bicara. Walaupun begitu, ia masih bisa mengontrol diri karena keberadaan orang-orang yang masih terlihat mengobrol di sekeliling kami.

"Baiklah, aku tunggu siang ini di kafe biasa."

Setelah mengatakan permintaannya, aku langsung masuk ke dalam kantor dan menghempaskan diri di atas kursi. Memejamkan mata sambil menghela napas panjang.

Perlahan cinta memperlihatkan rasa suram, akibat dari sebuah tekanan yang terjadi dalam hubungan kami. Bukannya aku tak pernah mengalami hal ini, hanya saja aku tak menyangka ini akan terjadi lagi.

Ketika mengingat beberapa perempuan yang pernah bersamaku. Harapan agar Vanita tidak seperti mereka sungguh sangat kuinginkan, tapi kalau perempuan yang masih kucintai itu ternyata tak jauh berbeda, maka yang kulakukan selanjutnya tidak akan berbeda dari sebelumnya.

Tak terasa jam makan siang tiba. Sebenarnya aku tidak ingin bertemu Vanita. Pikiranku masih kacau, aku hanya ingin menenangkan diri dan jauh darinya, tapi kenyataan kalau kami harus bicara membuatku berada di sebuah kafe, tempat di mana kami selalu menghabiskan makan siang bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun