Mohon tunggu...
Gloria Pitaloka
Gloria Pitaloka Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga dan Penulis

Perempuan yang mencintai bumi seperti anak-anaknya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

BISIKAN-BISIKAN YANG DIDENGAR MAHARANI

13 Juni 2023   11:32 Diperbarui: 14 Juni 2023   15:23 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi menyapa, awan mendung mulai menghilang. Sang surya menampakkan sinar hangatnya. Perlahan lembah mulai terlihat di bawah sana, sungguh pemandangan mengerikan. Desa yang indah tenggelam dalam air bah bercampur lumpur berwarna kecokelatan. Bukitnya longsor, menyisakan tanah menganga dan puing-puing bangunan yang porak-poranda.

Banyak kayu gelondongan hasil penebangan liar terapung. Beberapa mayat yang terbawa arus terlihat sangat mengerikan. Di antara mayat itu, salah satunya sangat kami kenali, orang yang ngotot ingin menghukumku secara adat desa dan dia ... kepala perambah Hutan Larangan.

"Kang Kardi! Itu Kang Kardi!" teriak salah satu warga, menunjuk sesosok mayat yang terapung memeluk kayu.
"Inalilahi wainnailaihi rojiuun ...."Apa yang berasal dari-Nya. Akan kembali pada-Nya. 

Kami bergumam. Sungguh aku tidak membenci Kang Kardi yang sudah memfitnah dan menyakitiku. Dia manusia biasa dan tak luput dari dosa. Kini, raganya tidak berdaya di bawah sana. Hatiku menjerit, ingin menguburkannya dengan layak. Apa daya kondisi kami di atas bukit tidak lebih baik.

Mungkin nanti salah satu tim KKN akan mencari pertolongan ke kota. Akan datang bantuan Tim SAR. Kami berharap secepatnya mereka datang. Entah sampai kapan bisa bertahan, tanpa perlindungan tanpa makanan. Semoga jalur evakuasi cepat terbuka dengan ikhtiar teman-teman mahasiswa yang mengirim panggilan radio.

Aku termenung. Lagi, Sang Maha Pencipta tunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Beginilah jika manusia tidak lagi menjaga alam. Maka alam pun membalas berkali lipat.

Lalu, hampir seluruh warga menangis bersama. Wajah-wajah lelah dan syok tertampang di depanku. Penyesalan selalu datang belakangan, namun sudah tiada guna. Kini desa kami sudah hilang, tenggelam ditelan air bah.

Sejatinya manusia adalah khalifah fil ardli, artinya pemimpin di muka bumi. Sudah menjadi tugasnya untuk menjaga dan mengendalikan alam.(*)

 

Subang, 6 Maret 2021

Gloria Pitaloka, 36 tahun, ibu muda tiga anak. Pegiat lingkungan di Paguyuban Granuma Phaterha dan Komunitas Granuma Organik. Suka menulis untuk berbagi pesan kebaikan dan kesadaran lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun