Mohon tunggu...
Granito Ibrahim
Granito Ibrahim Mohon Tunggu... Desainer Grafis -

Fotografer jalanan dan penulis fiksi yang moody.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Suara di Keheningan dan Jodohku

27 April 2016   10:01 Diperbarui: 27 April 2016   22:56 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia mengangguk dengan wajah pucat pasi. Pandangannya meredup, tangannya bergetar membuat tas bermotif kembang-kembangnya hampir terjatuh. Tatapanku makin dalam tertuju padanya. Baru kusadari manik matanya sedikit kebiruan, nampaknya ia bukan orang pribumi asli.

Mata seperti itu lah yang sama kupandang ketika cahaya bergaris-garis datang dari jendela kafe. Kuperkirakan ada darah Belanda yang mengalir di urat nadinya. Paling tidak, melihat kulitnya yang berwarna coklat muda, rambutnya yang kemerahan, bentuk tulang pipi dan hidungnya, ia berdarah campuran.

Mungkin ia akan mengatakan dan bercerita padaku:

“Ibuku pribumi, Betawi asli, tetapi ayahku prajurit Belanda.”

“Aku turut bersedih....”

“Mengapa?”

“Setahuku banyak perempuan yang diperkosa atau dijadikan pelampiasan. Perang terlalu rumit untuk dipahami. Dan selalu saja perempuan menjadi korban yang paling kejam.”

“Prajurit Belanda itu jatuh cinta pada ibuku.” Ia meneruskan bicaranya.

“Begitu kah ceritanya?”

“Ibuku yang mengatakan sebelum malaria menyerangnya, lalu meninggal beberapa hari kemudian.”

“Lantas ayahmu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun