Mohon tunggu...
Granito Ibrahim
Granito Ibrahim Mohon Tunggu... Desainer Grafis -

Fotografer jalanan dan penulis fiksi yang moody.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Suara di Keheningan dan Jodohku

27 April 2016   10:01 Diperbarui: 27 April 2016   22:56 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Foto: Nito

Aku bertemu jodohku pada sebuah kafe di ujung Jakarta, beberapa kilometer dari pelabuhan Sunda Kelapa. Ia gadis yang biasa-biasa saja, dengan wajah dan bentuk tubuh yang biasa-biasa. Cara berpenampilannya juga biasa-biasa. Tidak ada yang istimewa, aku rasa, kecuali kehadirannya pada waktu dan tempat yang tidak biasa.

Pada saat itu kami bertemu tanpa kesengajaan di kafe berelemen antik, serba lawas, mengingatkan yang berkunjung ke sana akan suasana kolonial, penjajahan, barangkali pada suasana zaman 1930an. Mungkin era yang patut dikenang, ketika banyak pejuang yang gugur mempertahankan tanahnya, pelabuhannya dan kotanya, Batavia.

Maka, kafe itu semacam menghadirkan kenang-kenangan yang buruk, menurutku. Ya, jika dipikir-pikir, jika dibayangkan, seratus tahun yang lalu, apa yang terjadi, hari itu, saat itu? Bau mesiu, bau anyir darah, suara jeritan serdadu, letusan senapan, dentuman meriam dan pemandangan menyeramkan: bangunan terbakar, anak-anak dan para ibu berlarian. Desing peluru membelah udara. Langit penuh kepul asap, laut berombak kacau, kapal-kapal Belanda dengan mocong kanon berdiameter lebar. Tentara-tentaranya yang tinggi besar bersatu tujuan: menguasai pelabuhan, mengusasai kota, lalu merambah tentunya, ke seluruh negeri.

Jika kini kafe itu sepi dan damai, itu lah yang dinamakan suara di keheningan. Dan suara di keheningan itu menjadi lebih berarti ketika jodohku, gadis itu, datang pada sebuah sore yang panjang.

Aku katakan pada temanku tentang si jodoh datang tak terduga.

“Kau menegurnya?” tanya temanku.

“Tidak, aku hanya tersenyum, semacam memberi isyarat.”

“Maksudmu, kau sudah merasa bahwa itu jodohmu?”

“Ya, seperti itu.”

“Aduh! Bagaimana bisa, bagaimana kautahu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun