“Dan kamu seperti cowok....”
Apakah kau pernah mengalami, ketika kau ingin menjadi diri sendiri, tak peduli usiamu berapa, tak risau seberapa banyak uangmu, tapi kau ingin berkelana semacam mencari jatidiri? Tapi –sebut saja itu keberanian, yang tiba-tiba menguap ketika di depanmu ada lawan jenis yang membuatmu tak mampu berkata-kata dan berpikir. Aku lebih memilih naik kapal selam sendirian daripada merenungkan kalimat yang tepat untuk Arako. Kadang bersendiri lebih nyaman, jujur saja. Tiba-tiba aku jadi paham, mengapa kambingnya kabur.
Dan kesendirian itu benar-benar aku alami ketika suatu hari Arako menghilang. Seperti kambingnya, dia pun tak pernah kembali pulang. Yang kurasakan saat itu, diri ini seperti terhimpit oleh dinding besi yang gelap pada sekeliling badan. Pandangan bagai buta, kuping seperti tuli, mirip hidup dan bernafas sesak di dalam kapal selam (seperti cerita ayahku). Kesendirian menyebalkan yang pertama kali aku rasakan (aku ralat jika kusebut nyaman sebelumnya).
Setiap pulang sekolah aku mencari Arako di kebun-kebun tetangga, sampai ke hutan dekat desa kami. Aku tahu di mana kesukaannya, tapi hasilnya nihil. Arako benar-benar menghilang. Bukan hanya sampai di situ, aku juga mendaki bukit yang dia pernah sebut, mengunjungi sungai-sungai yang pernah Arako kisahkan. Sia-sia.... Apa mungkin dia moksa?
Kalau aku perhatikan, Arako mirip dengan kucing, sorot matanya tulus dan kecoklatan. Rambutnya halus seperti bulu kucing (aku pernah tak sengaja membelainya). Dan hewan itu konon satu-satunya mahluk yang secara alamiah pada akhir hayatnya mengalami moksa. Sahabat kami si Rudi yang mengatakan hal tersebut.
“Kamu pernah melihat bangkai kucing jalanan karena mati tua?” tanya Rudi, sembari meyakinkanku.
Aku percaya, karena Rudi anak indigo: bisa melihat mahluk halus dan seringkali dapat menebak apa yang kelak akan terjadi. Termasuk hilangnya Arako.
*****
Aku tak mengerti mengapa dia pergi begitu saja tanpa kata-kata perpisahan. Bagaimana pun Ibra satu-satunya cowok yang asyik diajak ngobrol. Kami pernah merencanakan kabur dari rumah untuk sebuah misi penjelajahan. Jadi ada dua mahluk yang kini raib tanpa sebab, kambingku dan Ibra. Apabila ada yang gemar membahas masalah ‘cinta pertama’ –seperti Rudi, boleh jadi cintaku terpaut dengan cowok feminin itu. Kautahu betapa menjengkelkan sebagai cewek tomboi yang dikenal pemberani, nakal, seperti bocah laki-laki, tiba-tiba harus menitikkan air mata hanya gara-gara kepergian sesesorang. Dan kambing.
“Dia sedang menempuh jalan hidupnya sendiri,” kata Rudi, sahabatku, juga teman karib Ibra.