Siti Agam menyusun koreografi tari payung bertema pemuda dan perkumpulan pemuda. Lebih detailnya, tari payung memiliki cerita dan kisah sepasang muda-mudi yang akan berlibur ke Sungai Tanang yang terletak di daerah Bukittinggi.
Tarian tradisional ini ceritanya menyesuaikan dengan gaya hidup para remaja yang tinggal di perkotaan dan terputus dari aturan yang berlaku di negara tersebut.Â
Hal lain yang menarik dari tarian ini adalah terkadang semua penari yang melakukan tarian payung adalah wanita.Â
Tempat di mana perempuan mengambil alih peran yang seharusnya dimainkan oleh laki-laki dan ini termasuk iringan dan musisi.Â
Budaya Minangkabau kuno dengan tegas melarang perempuan bekerja di luar Ruma Gadang (rumah adat Minangkabau).Â
Hal inilah yang mendorong Siti Agam mendirikan organisasi perempuan yang didirikan pada tahun 1924. Organisasi ini bernama Persatuan Ibu Sumatera. Siti Agam kemudian menjadi pimpinan majalah tersebut. Ini akan mencapai tujuan yang ingin dicapai Siti Agam.Â
Tujuannya adalah untuk mengangkat status perempuan, termasuk di bidang seni, melalui pertunjukan drama Toonel atau dalam bahasa Melayu, Toonel disebut juga Basandiwara.Â
Menurut Damir Idris, mengungkapkan bahwa Siti Agam adalah salah satu wanita paling disegani di Minangkabau.Â
Di mana dia menari di atas panggung untuk pertama kalinya. Siti Agam juga yang mengaransemen tari payung tersebut. Ia juga menari dalam drama Toonel yang disutradarainya. Ini menjadi cerita yang cukup terkenal pada saat itu.Â
Perkembangan Tari Payung
Selain itu, tari payung kemudian dikembangkan oleh Sariaman, yang disebut juga Saliasih. Dia adalah salah satu siswa di sekolah biasa. Jadi dia bersekolah di sekolah yang sama dengan Siti Agam dan Muhammad Rasyid, tapi dia lebih muda dari keduanya.Â
Kemudian, dia menyusun tarian tradisional dengan menekankan perbedaan detail. Namun esensi tarinya tetap sama. Selain Saliasih, Ins Kayutaman yang bukan siswa Normal School, juga berperan dalam perkembangan tari payung.Â